Terima kasih Endiarto,
Sebagai ilustrasi, buku Indonesiƫ yang saya terjemahkan itu amat
tipis, besar halamannya kira-kira 3/4 A4 dan jumlah halamannya cuma
70, namun berisi topik-topik lengkap seperti:
Bab I: Jaman kolonial, proklamasi kemerdekaan, Orde Baru sampai
jaman Reformasi sekarang.
Gontok-gontokan di kamar atau di lapangan, intinya ya tetap sama:
gontok-gontokan. Yang satu ngumpet, yang satu terang-terangan.
Soal gontok-gontokan sebagai bagian dari upaya untuk memajukan bangsa, ini
kan tinggal soal persepsi. Semua pihak yang gontok-gontokan itu menganggap
dirinya
Selain mengkritisi aspek gontok-gontokan ada yang terlewatkan, Pak.
Orang-orang Kubilai Khan datang ketika sudah ada Kerajaan Singosari (skg di
wilayah Kab Malang) yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kartanegara (pada
kira-kira 1289). Pimpinan utusan Mongol yang bernama Meng Chi
Trims atas kesediaannya bantu menuliskan sejarah ttg Indonesia dan
saya tetap menunggu kelanjutannya. Betapapun, orang-orang di Belanda
lebih banyak tahu ttg sejarah kita mengingat 'track record' Belanda
yang pernah menetap dan menjajah Indonesia dalam waktu cukup lama
hingga akhirnya, peninggalan
Ini terjemahan toh? Penerjemahnya sungguh tak mengeti etika penerjemahan,
karena ia menambah-nambahi dan membumbu-bumbui teks dengan
kesimpulan-kesimpulan sendiri, yang merusak struktur dan alur keseluruhan
sejarah yang dituliskan. Jika penulis buku ini tahu, saya yakin dia akan sangat
gusar