Dear Nakitaers, Jika tidak keberatan saya ingin sharing tentang TBC & permasalahan pada anak. Semoga gak keberatan ya... Tentang pengaruh obat TBC pada anak, obat TBC ini sangat keras buat hati sang anak. Sehingga menurut dokter ketika anak menjalani treatment pengobatan TBC, nilai SGOT/SGPT nya harus senantiasa dipantau.
Untuk mba Mala, rimactane=rifampisin, pyravit=inh. Lalu pirazinamid-nya? Mungkin yg puyer itu kali ya? (dokter, cmiiw). Next time alangkah baiknya jika kita mengetahui kandungan puyer yg diberikan pd anak & mem-file kopi resep obat. Kan kita harus tahu apa saja 'sesuatu' yang dimaksukkan ke tubuh anak. Ibaratnya, teliti sebelum membeli. Tentang TBC ini, saya juga kadang suka heran dengan dokter2 yang dengan mudah menjatuhkan vonis TBC pada anak2 yang BB nya dinilai kurang. Tapi pemeriksaan yg dilakukan hanya berdasarkan tes darah, atau hanya rongent saat anak batuk. Maaf ya para dokter... Saya pernah mengikuti Seminar TBC anak yang diadakan oleh milist sebelah. Di situ pembicaranya DSA Spesialis Paru anak, dokter dari WHO, & dokter dari Department Kesehatan yang spesial mengurusi masalah TBC di Indonesia. Di situ saya semakin jelas tentang kelirumonologi pada TBC anak ini. Dsa Paru anak itu juga sangat prihatin dgn kondisi saat ini dimana bnyk anak2 yg dgn mudahnya dijatuhkan vonis TBC. Atau kadang dokternya suka bilang 'flek', tapi ditreatment 6 bln, berarti kan TBC. DSA Paru itu malah bilang gini : "Kalau flek, ya obatnya detergent donk.... ". Hehehe... Yg memprihatinkan, setelah para ortu yg anaknya divonis TBC lalu cari second bahkan third opinion ke DSA Paru anak, baru ketahuan anaknya ternyata tdk TBC. Padahal ada yg sudah megkonsumsi obat TB selama 4 bln, ada yg sdh lebih. Malah ada yg disuruh dokternya menjani treatment pengobatan selama 2 tahun! Bayangkan.... Padahal menurut DSA Paru, beliau bilang bahwa pengobatan TBC itu hanya 6 bln tok! Harus berhenti. Tidak perlu tes mantoux lagi, tidak perlu menjalani pengobatan lagi. Obat yg dikonsumsi ya hanya & harus 3 jenis itu, INH, rifampisin dan pirazinamid. Menurut beliau lagi, obat2 TBC itu sangat keras, sehingga mungkin saja terjadi efek samping pada hati anak. Oleh karena itu ketika sedang menjalani pengobatan TB, kondisi nilai SGOT/SGPT si anak dipantau terus. Menurut para pembicara di Seminar TB tsb, yang perlu diperhatikan ketika kita curiga adanya TBC pada anak adalah apakah ada orang dewasa yg sering kontak erat dgn anak yg punya penyakit TB. Karena sumber penularan TB pada anak adalah orang dewasa berpenyakit TB yg erat berinteraksi dgnnya. Lalu lihat kondisi klinis si anak, apakah dia mudah sekali sakit-sakitan, padahal sudah mendapat penanganan gizi & lingkungan yg baik tapi tetap saja sakit2an. Tes mantoux, rongent 3 arah hanyalah merupakan 'penunjang', yg membuat dokter menduga & memperkuat diagnosisnya. Yang sering terjadi adalah anak yang dinilai BB kurang, langsung disuruh rontgent, lalu divonis TB. Padahal BB anak itu kan gak bisa hanya dinilai sesaat saja. Tapi lihat bagaimana pola/ trend BB nya sejak dia lahir. Lihat juga apakah anak sudah mendapat penanganan gizi yg baik. Apakah memang ada genetik kurus pd keluarga. Lihat juga bagaimana aktivitas anak sehari2. Lihat juga kondisi anak, sehat & ceria, atau lemas sakit2an. Banyak sekali faktor yg hrs dipertimbangkan. Dan sebaiknya kita sebagai ortu jgn mudah panik. Mungkin dokter2 tsb kadang kurang rasional dlm memberi obat atau overdiagnosis karena kita ortu si anak sebagai konsumen medis juga mudah panik & tidak rasional dlm menghadapi sesuatu. Kita semua beruntung punya akses di milist seperti ini. Bisa tergabung di milist yg bisa konsultasi dgn dokternya langsung, bisa browsing ke situs terpercaya seperti WHO, CDC, AAP, IDAI, Keepkidshealty, dll masih buanyakkkkk lagi... Sehingga bisa tahu guideline menghadapi penyakit2 anak, tahu kapan saat harus ke dokter, tahu tanda kegawatdaruratan pada anak. Bisa tahu dasar2 kesehatan sehingga bisa berdikkusi dengan baik ketika berkonsultasi dengan dokter. Bisa punya pengetahuan dasar tentang penyakit anak dan bisa jadi partner diskusi yang baik dgn dokter & do the tango dengan dokter. Jadi bukan cuma nrimo dan manggut2 doang ketika di ruang konsultasi dokter.... Sharing pengalaman saya sedikit. Dengan berbekal banyak membaca buku maupun berbagai referensi kesehatan dr sumber2 terpercaya serta diskusi email2an dengan dokter2, saya bisa tetap tenang & gak panik kala menghadapi kondisi gangguan kesehatan anak. Sedikit contoh, misalnya dengan tekad yg kuat bisa memberikan ASI Exclusive 6 bln walaupun bekerja & ASI pas2an. Imunisasi sesuai jadwal. Pernah anak saya batuk 1 bln. Yang saya lakukan adl pantau kondisi si anak. Email2an & konsultasi dengan dokter (dokter Alan, thanks ya dok...). Cari info tentang jenis2 batuk pd anak di situs2. Dan akhirnya saya sampai pd kesimpulan bahwa anak saya batuk alergi. Setelah konsultasi secara langsung dgn dokter, beliau jg menyatakan begitu. Saya jadi makin mantap dengan pendapat saya. Kuncinya kalau batuk alergi adl hindari pemicunya. Dan benar, anak saya sembuh setelah sekian lama batuk tanpa dia harus mengkonsumsi obat2an, apalagi AB. Ada lagi kejadian anak saya muntah2 tanpa sebab yg jelas. Dalam semalam ada kali dia muntah2 lebih dari 20x, wah tdk terhitung deh. Setiap kemasukan sesuatu, langsung dlm hitungan menit keluar lagi. Alhamdulillah kita masih bisa berpikir rasional & tdk panik. Saya tetap pantau kondisi si anak, apakah dia dehidrasi atau tdk, apakah muntahnya adl muntah proyektil atau bukan. Ternyata muntahnya bukan muntah proyektil & dia tdk dehidrasi. Masih keluar air mata, frekuensi pipisnya biasa, ubun2 tdk cekung, kulit tdk letargi. Dengan itu saya tetap tenang. Sms dengan dokter (thx lagi ya dokter Alan), beliau memperkuat pendapat saya. Saya juga yakin ini akibat virus. Keesokan harinya kondisi anak membaik. Walaupun blm mau makan & saya nilai ini wajar. Hari ketiga kondisinya normal lagi, sdh mau makan walopun sedikit & mulai recovery. Alhamdulillah dia sembuh tanpa kemasukan obat apa2. Karena memang dia tdk perlu. Dari kejadian di atas, saya jadi berpikir. Bagaimana kalau saya & keluarga panikan? Bagaimana kalau kami sekeluarga jadi tdk rasional? Korbannya kan anak kami. Dia harus meminum obat2an yg sebenarnya dia tdk perlu. Kasian hati & ginjalnya. Mungkin saja anak saya yg muntah2 hebat itu kalau kita langsung bawa ke UGD malam itu juga, langsung disuruh rawat inap. Mungkin saja kan? Padahal dia tdk membutuhkannya. Obat2an itu bersifat toksik, walaupun dunia kedokteran itu bergerak dalam koridir risk & benefit. Jadi kalau benefit yg didapat lebih besar dari risk-nya ya mengapa tidak? Tapi kalau risk-nya yg justru lebih besar dari benefitnya, ya untuk apa kita lakukan? Saya bukan anti obat. Obat adl anugrah Tuhan yg menyelamatkan nyawa manusia. Tapi saya hanya berusaha bertindak sesuai guideline yang ada. Dokter, cmiiw... Ini juga tdk terlepas diperkuat dr hasil konsultasi dengan dokter. Maaf jadi ngelantur.... Saya tidak bermaksud sok tahu ataupun sok pinter. Mohon maaf jika ada yg berpendapat begitu. Hanya sharing. Saya hanya berusaha untuk memberikan yang terbaik. Dan untuk itu saya harus berusaha. Salah satunya ya dengan rajin mencari info dan terus belajar & belajar tentang dasar2 ilmu kesehatan anak. Maaf kalau ada yg tdk berkenan dengan email saya. Bisa langsung dihapus saja. Maaf juga jika menuh2in inbox. Salam, =+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+ Mailing List Nakita milis-nakita@news.gramedia-majalah.com Arsip http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/ ------------------------------------------------ untuk berlangganan kirim mail kosong ke : [EMAIL PROTECTED] untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke: [EMAIL PROTECTED]