aww... terima kasih semua atas tanggapannya semuanya, semoga tidak hanya bermanfaat untuk saya sebagai "korban" tetapi juga bermanfaat untuk yang lainnya.
sedikit saya juga menambahkan untuk semua agar berhati hati, karena bentuk fisik kulit babi jelas berbeda, karena kulit lainnya (kambing, sapi, kerbau, unta) sama seperti kulit kita, kecuali kulit buaya, ular (yang biasa dijual di pasaran). sedangkan kulit babi adalah lebih halus dan ada bintik bintik putih dan membentuk pola tertentu. jadi kalau kita lihat sekilas pun sudah jelas kalau itu kulit babi, dan beberpa hari lalu saja juga menyempatkan diri berjalan jalan ke DEICHMANN di am brill, ternyata memang banyak sepatu dan tas yang terbuat dari kulit babi di jerman ini dengan harga yang miring. (saya attach foto kulit babi sudah jadi dari jaket saya, yang di toko lupa difoto tapi sama persis kok) untuk teman di papua yang biasa menggunakan mengkomoditi produk terbuat babi sehari hari dan malah mau pesen produk babi ke saya...hm..jadi males nih. tapi harganya jujur aja sepeenam atau lebihnya harga kulit unta (saya biasa beli jaket dan produk kulit dr unta dan kambing). berikut link permasalahan yang sama yang saya hadapi http://www.mui.or.id/mui_in/konsultasi.php?id=6 berikut cuplikannya *29 Nov 2007* *Pertanyaan* *Akhir-akhir ini banyak beredar produk kulit, misalnya tas, jaket dan sepatu, yang terbuat dari kulit babi. Bagaimana hukumnya mempergunakan produk tersebut?* *Hasan, Jawa Tengah* *Jawaban* Secara umum, pemanfaatan produk yang terbuat dari *kulit* bisa kita bedakan ke dalam dua kelompok: 1. *kulit* yang berasal dari binatang yang halal dimakan 2. *kulit* yang berasal dari binatang yang haram dimakan. *Kulit* yang termasuk dalam kelompok pertama, misalnya *kulit* yang berasal dari binatang yang dihalalkan untuk dikonsumsi dan telah melalui tata cara penyembelihan yang sah menurut ajaran Islam. Dalam hal ini para ulama sepakat tentang bolehnya memanfaatkan *kulit* binatang seperti ini, misalnya *kulit* sapi atau kambing yang telah disembelih secara benar. Sedangkan *kulit* yang termasuk dalam kelompok kedua, misalnya *kulit* yang berasal dari bangkai binatang yang ketika hidupnya dihalalkan setelah disembelih dengan benar, misalnya bangkai sapi atau kambing, dan *kulit*yang berasal dari binatang-binatang yang diharamkan, seperti *babi*, ular, dsb. Pada dasarnya Islam melarang untuk memakan binatang-binatang tersebut, sesuai firman Allah dalam al-Quran surah al-Baqarah: 173, al-Maidah: 3, al-An'am: 145, an-Nahl: 115. Akan tetapi dalam hal memanfaatkannya dalam bentuk barang setelah dilakukan penyamakan (*ad-dibagh*), para ulama berbeda pendapat tentang *hukumnya*. 1. Pendapat *pertama*, menyatakan bahwa *kulit* bangkai setiap binatang dapat diambil manfaatnya, baik yang sudah disamak ataupun belum, dan bisa dipergunakan ditempat yang kering ataupun basah. Pendapat ini mendasarkan argumentasinya pada hadis Rasulullah SAW: Ãóäøó ÏóÇÌöäóÉð ßóÇäóÊú áöÈóÚúÖö äöÓóÇÁö ÑóÓõæáö Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÝóãóÇÊóÊú ÝóÞóÇáó ÑóÓõæáõ Çááøóåö e* ÃóáøóÇ ÃóÎóÐúÊõãú ÅöåóÇÈóåóÇ ÝóÇÓúÊóãúÊóÚúÊõãú Èöåö* *"suatu ketika binatang piaraan salah satu istri Rasul mati, kemudian Rasulullah SAW berkata: "sebaiknya kalian mengambil kulitnya untuk dimanfaatkan".* Hadis ini tidak menyinggung sama sekali tentang harusnya disamak terlebih dahulu *kulit* bangkai binatang sebelum dimanfaatkan. Sehingga hadis ini memberikan indikasi hukum bolehnya memanfaatkan *kulit* bangkai, walaupun belum disamak. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah az-Zuhri 2. Pendapat *kedua*,* *menyatakan bahwa *kulit* bangkai setiap binatang menjadi suci setelah dilakukan penyamakan (*ad-dibagh*), sehingga *kulit*semua binatang yang telah disamak dapat dimanfaatkan. Pendapat ini mendasarkan argumentasinya pada teks (*zhahir*) hadis sbb: ÞÇá ÑÓæá Çááå e* : ÃíøãÇ ÅåÇÈ ÏÈÛ ÝÞÏ ØåÑ** ***(ÑæÇå ÇáÎãÓÉ) *"Setiap kulit binatang yang disamak, hukumnya suci" *(HR. Ahmad, Abu Daud, al-Turmuzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah) Ãóäøó ÑóÓõæáó Çááøóåö e æóÌóÏó ÔóÇÉð ãóíúÊóÉð ÃõÚúØöíóÊúåóÇ ãóæúáóÇÉñ áöãóíúãõæäóÉó ãöäú ÇáÕøóÏóÞóÉö ÝóÞóÇáó ÑóÓõæáõ Çááøóåö e* **åóáøóÇ ÇäúÊóÝóÚúÊõãú ÈöÌöáúÏöåóÇ ÞóÇáõæÇ ÅöäøóåóÇ ãóíúÊóÉñ ÝóÞóÇáó ÅöäøóãóÇ ÍóÑõãó ÃóßúáõåóÇ *(ãÊÝÞ Úáíå) *"Rasulullah SAW mendapati bangkai kambing kepunyaan Maimunah, Rasulullah SAW berkata: "sebaiknya kalian memanfaatkan kulitnya". Mereka menjawab: "ini adalah bangkai kambing". Rasul berkata: "yang diharamkan adalah memakannya (bukan memanfaatkannya)".* (HR. Bukhari-Muslim) Úä ÚÇÆÔÉ Úä ÇáäÈí Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÞÇá* ØåæÑ ßá ÇåÇÈ ÏÈÇÛå* *Dari Aisyah RA, Nabi SAW berkata: "sucinya setiap kulit (binatang) adalah dengan disamak"* Úóäú ÓóæúÏóÉó ÒóæúÌö ÇáäøóÈöíøö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÞóÇáóÊú*ãóÇÊóÊú ÔóÇÉñ áóäóÇ ÝóÏóÈóÛúäóÇ ãóÓúßóåóÇ ÝóãóÇ ÒöáúäóÇ äóäúÈöÐõ Èöåö ÍóÊøóì ÕóÇÑó ÔóäøðÇ* *Saudah, istri nabi, berkata: "kambing kami mati, kemudian kami menyamak kulitnya, kami diamkan beberapa saat hingga menjadi kering"* *Wajhu al-istidlal*nya adalah bahwa hadis-hadis di atas bersifat umum dan tidak mengkhususkan pada binatang tertentu, oleh karenanya, menurut pendapat ini, wajib mengamalkan apa adanya, sesuai dengan keumuman teks yang ada dalam hadis-hadis tersebut, yang menyatakan bahwa semua *kulit* binatang bisa menjadi suci setelah disamak. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Mas'ud RA dan kalangan mazhab Zhahiriyah. 3. Pendapat *ketiga*, menyatakan bahwa *kulit* bangkai setiap binatang tetap najis walaupun telah disamak, akan tetapi boleh dimanfaatkan/dipergunakan di tempat yang tidak basah. Pendapat ini berargumen bahwa bagian yang terpengaruh dengan proses penyamakan adalah bagian luarnya saja, bukan bagian dalamnya. Pendapat ini dianut oleh ulama Malikiyah. 4. Pendapat *keempat*, menyatakan bahwa *kulit* bangkai binatang yang bisa suci setelah disamak adalah binatang yang semula dagingnya halal dimakan. Pendapat ini didasarkan atas hadis sbb: Úóäú ÃóÈöí ÇáúãóáöíÍö Úóäú ÃóÈöíåö* Ãóäøó ÇáäøóÈöíøó Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó äóåóì Úóäú ÌõáõæÏö ÇáÓøöÈóÇÚö* (ÑæÇå ÃÈæ ÏÇææÏ æÇáÊÑãÐí æÇáäÓÇÆí) æÝí ÑæÇíÉ ÚäÏ ÇáÊÑãÐí: "äåì Úä ÌáæÏ ÇáÓÈÇÚ Ãä ÊÝÊÑÔ" *"Rasulullah SAW melarang (memanfaatkan) kulit binatang buas"* (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i). Dalam satu riwayat Tirmidzi: *"(Rasul) melarang (memanfaatkan) kulitbinatang buas dan liar" * Dengan hadis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua *kulit*binatang bisa suci setelah disamak. *Kulit* bangkai binatang yang suci setelah disamak adalah yang berasal dari binatang yang boleh dimakan. Seandainya semua *kulit* binatang bisa suci setelah disamak, tentunya Rasulullah tidak melarangnya untuk binatang buas, sebagaimana dalam hadis tersebut. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah al-Auza'i, Abu Daud, ibnu al-Mubarah, dan Ishaq. 5. Pendapat *kelima*, menyatakan bahwa proses penyamakan sama sekali tidak bisa menghilangkan najisnya *kulit* dari bangkai binatang, sehingga tidak diperbolehkan memanfaatkannya. Pendapat ini mendasarkan argumentasinya pada: *1- ÍõÑøöãóÊú Úóáóíúßõãõ ÇáúãóíúÊóÉõ* *Diharamkan bagimu (memakan) bangkai*, (QS. Al-Maidah[5]: 3) Ayat ini menjelaskan tentang keharaman bangkai secara umum, artinya bahwa keharaman bangkai itu juga termasuk kulitnya dan bagian-bagian lainnya. *2- *ÃÊÇäÇ ßÊÇÈ ÑÓæá Çááå (Õ) ÞÈá ãæÊå* : "ÃáÇ ÊäÊÝÚæÇ ãä ÇáãíÊÉ ÈÅåÇÈ æáÇ ÚÕÈ". *æÝí ÑæÇíÉ ÇáÔÇÝÚí æÃÍãÏ æÃÈæ ÏÇææÏ: ÞÈá ãæÊå ÈÔåÑ ¡ æÝí ÑæÇíÉ ÈÔåÑ Ãæ ÔåÑíä. *"sampai kepada kami **surat** dari Rasulullah SAW sebelum meninggal: "kalian agar tidak mengambil manfaat dari bangkai binatang, baik kulitataupun sarafnya". Menurut riwayat as-Syafi'i, Ahmad, dan Abu Daud: **surat** ini satu atau dua bulan sebelum nabi meninggal"* Hadis tersebut mempunyai petunjuk hukum (*dalalah*) haramnya memanfaatkan * kulit* atau saraf bangkai. Oleh karena hadis ini datang belakangan, maka hadis ini menghapus (*nasakh*) hadis yang datang sebelumnya, yang menyatakan bolehnya memanfaatkan *kulit* bangkai setelah disamak. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah *jumhur* mazhab Hanabilah. 6. Pendapat keenam, menyatakan bahwa *kulit* bangkai setiap binatang bisa suci setelah disamak, kecuali *babi*. Pendapat ini mendasarkan dalilnya pada hadis: 1*- ÃíøãÇ ÅåÇÈ ÏÈÛ ÝÞÏ ØåÑ** ***(ÑæÇå ÇáÎãÓÉ) *"Setiap kulit binatang yang disamak, hukumnya suci" *(HR. Ahmad, Abu Daud, al-Turmuzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah) Yang dimaksud "setiap *kulit* binatang" dalam hadis tersebut adalah selain * babi*, karena *babi* adalah najis *'aini*, sebagaimana firmannya: *Ãóæú áóÍúãó ÎöäúÒöíÑò ÝóÅöäøóåõ ÑöÌúÓñ* *" atau daging babi - Karena sesungguhnya babi itu kotor "* QS. al-An'am[6]: 145 Pendapat ini banyak dianut oleh mazhab Hanafi. 7. Pendapat *ketujuh*, sama dengan pendapat keenam bahwa *kulit* bangkai setiap binatang bisa suci setelah disamak, akan tetapi pendapat ini mengecualikan *babi*, anjing, dan setiap turunanya. Dalil dari pendapat ini adalah: *1- ÃíøãÇ ÅåÇÈ ÏÈÛ ÝÞÏ ØåÑ** ***(ÑæÇå ÇáÎãÓÉ) *"Setiap kulit binatang yang disamak, hukumnya suci" *(HR. Ahmad, Abu Daud, al-Turmuzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah) Ãóäøó ÑóÓõæáó Çááøóåö e æóÌóÏó ÔóÇÉð ãóíúÊóÉð ÃõÚúØöíóÊúåóÇ ãóæúáóÇÉñ áöãóíúãõæäóÉó ãöäú ÇáÕøóÏóÞóÉö ÝóÞóÇáó ÑóÓõæáõ Çááøóåö e* **åóáøóÇ ÇäúÊóÝóÚúÊõãú ÈöÌöáúÏöåóÇ ÞóÇáõæÇ ÅöäøóåóÇ ãóíúÊóÉñ ÝóÞóÇáó ÅöäøóãóÇ ÍóÑõãó ÃóßúáõåóÇ *(ãÊÝÞ Úáíå) *"Rasulullah SAW mendapati bangkai kambing kepunyaan Maimunah, Rasulullah SAW berkata: "sebaiknya kalian memanfaatkan kulitnya". Mereka menjawab: "ini adalah bangkai kambing". Rasul berkata: "yang diharamkan adalah memakannya (bukan memanfaatkannya)".* HR. Bukhari-Muslim Úóäú ÓóæúÏóÉó ÒóæúÌö ÇáäøóÈöíøö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÞóÇáóÊú*ãóÇÊóÊú ÔóÇÉñ áóäóÇ ÝóÏóÈóÛúäóÇ ãóÓúßóåóÇ ÝóãóÇ ÒöáúäóÇ äóäúÈöÐõ Èöåö ÍóÊøóì ÕóÇÑó ÔóäøðÇ* *Saudah, istri nabi, berkata: "kambing kami mati, kemudian kami menyamak kulitnya, kami diamkan beberapa saat hingga menjadi kering"* Úóäú ÚóÇÆöÔóÉó ÒóæúÌö ÇáäøóÈöíøö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Ãóäøó ÑóÓõæáó Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó* ÃóãóÑó Ãóäú íõÓúÊóãúÊóÚó ÈöÌõáõæÏö ÇáúãóíúÊóÉö ÅöÐóÇ ÏõÈöÛóÊú* *"Dari istri nabi SAW, Aisyah RA, Rasulullah SAW memerintahkan untuk memanfaatkan kulit bangkai binatang yang telah disamak"* Úóäö ÇÈúäö ÚóÈøóÇÓò Úóäú ÇáäøóÈöíøö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Ýöí ÌõáõæÏö ÇáúãóíúÊóÉö* *ÞóÇáó* Åöäøó ÏöÈóÇÛóåõ ÞóÏú ÐóåóÈó ÈöÎóÈóËöåö Ãóæú ÑöÌúÓöåö Ãóæú äóÌóÓöåö* *"nabi SAW berkata tentang kulit bangkai binatang: "proses samak telah menghilangkan kotoran, jorok, dan najisnya"* Hadis-hadis di atas menunjukkan tentang sucinya *kulit* semua binatang yang telah disamak, baik luarnya ataupun dalamnya. Akan tetapi keumuman *dalalah*hadis di atas dikhususkan ( *takhshish*) oleh nash-nash berikut: *Ãóæú áóÍúãó ÎöäúÒöíÑò ÝóÅöäøóåõ ÑöÌúÓñ* *" atau daging babi - Karena sesungguhnya babi itu kotor "* QS. al-An'am[6]: 145 Úóäú ÃóÈöí åõÑóíúÑóÉó ÞóÇáó ÞóÇáó ÑóÓõæáõ Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó* ØóåõæÑõ ÅöäóÇÁö ÃóÍóÏößõãú ÅöÐóÇ æóáóÛó Ýöíåö ÇáúßóáúÈõ Ãóäú íóÛúÓöáóåõ ÓóÈúÚó ãóÑøóÇÊò ÃõæáóÇåõäøó ÈöÇáÊøõÑóÇÈö* (ÑæÇå ãÓáã) *"Rasulullah SAW berkata: "cara mensucikan wadah kalian setelah dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan debu".* HR. Muslim Úóäú ÃóÈöí åõÑóíúÑóÉó Ãóäøó ÑóÓõæáó Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÞóÇáó* ÅöÐóÇ ÔóÑöÈó ÇáúßóáúÈõ Ýöí ÅöäóÇÁö ÃóÍóÏößõãú ÝóáúíóÛúÓöáúåõ ÓóÈúÚó ãóÑøóÇÊò** *(ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí) *"Rasulullah SAW berkata:** "jika anjing meminum di wadah kalian, maka cucilah tujuh kali".* HR. Bukhari Úäú ÃóÈöí åõÑóíúÑóÉó ÞóÇáó ÞóÇáó ÑóÓõæáõ Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó* ÅöÐóÇ æóáóÛó ÇáúßóáúÈõ Ýöí ÅöäóÇÁö ÃóÍóÏößõãú ÝóáúíõÑöÞúåõ Ëõãøó áöíóÛúÓöáúåõ ÓóÈúÚó ãöÑóÇÑò* *"Rasulullah SAW berkata:** "jika anjing menjilat di wadah kalian, maka laplah dan cucilah tujuh kali".*** Úä ÇÈä ÚÈÇÓ Çä ÇáäÈí Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÞÇá* Ëãä ÇáßáÈ ÎÈíË æåæ ÇÎÈË ãäå.* *"Rasulullah SAW berkata:** "seperdelapan anjing sangatlah kotor"* Hadis-hadis di atas juga menunjukkan najisnya anjing. Jika anjingnya sendiri najis, maka kulitnya juga najis. Oleh karenanya, pendapat ini menyatakan selain *babi*, anjing juga najis *'aini*. Setelah melihat pendapat-pendapat tersebut, sulit rasanya untuk mempertemukan pendapat-pendapat tersebut (*al-jam'u wa at-taufiq*), oleh karenanya, yang mungkin untuk dilakukan adalah mentarjihnya. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia menganggap pendapat ulama Syafi'iyah lebih kuat dalilnya (*arjah*) daripada pendapat ulama lainnya, sehingga menurut MUI setiap *kulit* binatang bisa suci dengan disamak, kecuali *kulit * *babi*, anjing dan keturunan keduanya. Dengan begitu, *kulit* binatang selain *babi*, anjing dan keturunan keduanya setelah disamak bisa dimanfaatkan untuk bahan berbagai produk, sedangkan *kulit* *babi*, anjing dan keturunan keduanya tidak boleh dimanfaatkan. MUI lebih menganggap *rajih* pendapat kalangan Syafi'iyyah karena dalil-dalilnya lebih shahih, lebih kuat, dan lebih menjaga prinsip kehati-hatian (*ihtiyath*). MUI juga sependapat dengan argumentasi bahwa * kulit* binatang selain *babi*, anjing dan turunan keduanya pada dasarnya adalah suci, akan tetapi karena telah menjadi bangkai maka menjadi najis. Sama artinya suatu yang suci kemudian terkena najis, maka bisa disucikan kembali dengan dihilangkan najisnya. Kasusnya sama dengan *kulit* sapi yang telah disembelih ketika terkena kotoran yang najis, maka bisa dibersihkan kembali dengan mencucinya. Sedangkan cara menghilangkan najis *kulit* dari bangkai binatang adalah dengan disamak (*ad-dabghu*). Selain itu, proses samak (*ad-dibagh*) tidak berlaku bagi *kulit* binatang yang ketika hidup sudah najis (*najis 'aini*), sebagaimana *babi*, anjing, dan keturuan keduanya. Karena najis yang bisa dihilangkan adalah najis yang menempel pada sesuatu, misalnya najis yang menempel pada baju, kemudian bisa disucikan dengan mencuci najisnya. Akan tetapi apabila *dzat* sesuatu tersebut memang najis, misalnya kotoran binatang, sama sekali tidak bisa disucikan, karena memang najisnya bukan merupakan sifat yang menempel, tapi barang (*dzat*) nya. Dalam hal ini sama dengan *babi*, anjing, dan keturunan keduanya yang merupakan najis dzatnya (*najis 'aini*) sehingga tidak bisa disucikan dengan disamak. Jelaslah bahwa produk *kulit* yang berasal dari bahan *kulit* *babi*, yang sekarang banyak ditemukan di pasaran haram untuk dipakai. Oleh karena itu, saya menghimbau kepada Saudara Hasan untuk meninggalkan produk yang berasal dari *babi*, anjing, dan keturunan keduanya, termasuk produk-produk *kulit*yang berbahan *kulit* *babi*. Karena yang demikian itu lebih menjaga prinsip "kehati-hatian" (*al-ihtiyath*). Toh masih banyak produk yang berbahan selain dari *kulit* *babi*. Demikian, semoga bermanfaat bagi anda. *Allahu A'lam bi as-shawab* Jazakumullah khairan katsir.. www [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Mari bersama-sama mengharumkan Islam lewat kebudayaan/seni Islami Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/nasyid-indonesia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/nasyid-indonesia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/