Assalamu'alaikum wr.wb., [ITB] Sejarah
Dave SAIB
Tue, 14 Sep 1999 22:53:20 -0700


          Salam,          Cerita sejarah starts:               Beberapa minggu 
yang lalu saya pergi mengunjungi Menara Pemboran di      perairan Mahakam untuk 
suatu keperluan. Karena kebetulan akhir pekan,      jadi tidak ada transportasi 
dengan helikopter ke lokasi tersebut maka      saya menumpang kapal suplai.  
Saya adalah satu-satunya penumpang di      kapal tersebut. Kapten kapal adalah 
seorang yang berperawakan sedang,      berkulit gelap, cukup ramah. Mula-mula 
saya duga dia berasal dari      Sulawesi Selatan. Waktu dia berbicara kepada 
anak buahnya, saya      langsung faham bahwa dia berasal dari Malaysia, karena 
bahasa      Indonesianya yang sebenarnya cukup baik, disana-sini tercampur 
bahasa      Malaysia (Mis. Kamu tak payah putar dialah. Tak payah = tak usah).  
    Anehnya kepada saya dia selalu berbahasa Inggeris, meskipun dia sudah      
mendengar saya berbahasa Indonesia kepada anak buahnya.  Akhirnya      
berbasa-basi saya tanyakan darimana dia berasal. Dia bilang; " I
 hold      Malaysian passport". Saya sudah menduga anda ini orang Malaysia saya 
     bilang. Buru-buru dia menambahkan " My ancestors are Portugease". Jadi     
 anda berdarah campuran barangkali, saya tanya. "Yes, my mother is      Dutch". 
Lho bagaimana sih ini, kok tampang anda kayak Melayu. Dia      jawab "May be 
because I'm a seaman. My sisters are blonde, one even      has blue eyes".  Ada 
berapa banyak sebenarnya keturunan Portugis di      Melaka sekarang ini, saya 
tanyakan lebih lanjut. Dia bilang sekarang      sudah semakin berkurang, karena 
yang muda-muda sudah pada keluar dari      komunitas mereka, keseantero 
Malaysia bahkan ke manca negara. Yang      tinggal sekarang mungkin sekitar 
3000 orang. Dan kalian masih merasa      sebagai orang Portugis, tanya saya. 
"We are Malaysian, tapi budaya      kami, agama kami masih tetap kami 
pelihara", jawabnya. Termasuk      bahasa? Ya , di rumah dengan orang tua saya, 
kami berbahasa Porto.      Tapi anak-anak muda sekarang lebih banyak
 berbahasa Inggeris,      jelasnya.           Saya ingat pelajaran sejarah. 
Malaka itu dulu adalah koloni Portugis.      Entah kapan koloni itu diambil 
alih oleh penjajah Inggeris, namun      rasanya dalam sejarah tidak disebutkan 
pernah ada perang antara      Inggeris dan Portugis (atau mungkin saya tidak 
tahu). Yang jelas      sampai sekarang di bekas koloni Portugis itu masih 
terdapat sekelompok      keturunan Portugis, yang merasa bagian dari Malaysia, 
hidup dengan      damai di sana.               Delapan tahun yang lalu, saya 
kenal seorang crew dari kontraktor yang      bernama Fernandez, from India. 
Saya pernah mengoloknya, apa maksudnya      "from India" dengan namanya 
Fernandez itu. Dia bilang, saya memegang      passport India, tapi saya 
keturunan Portugis. Jadi kamu mestinya dari      daerah Goa, saya tanya dan 
dijawabnya betul. Iseng, saya pancing,      bukankah Goa itu dulunya koloni 
Portugis. Dia jawab, ya benar. Goa,      Dieu dan Daman, tiga koloni kecil 
Portugis di
 pantai barat India.      Bagaimana ceritanya kok sekarang sudah bukan koloni 
Portugis lagi.      "These  colonies were annexed by India in 1961" . Itu juga 
yang saya      baca memang di enciclopedia. Tapi itu dulu kan nggak pakai 
ribut-ribut      seperti Timtim, tanya saya lebih lanjut. Kayaknya nggak tuh, 
jawabnya.      Dan kamu atau mungkin orang-orang Portugis keturunan tidak 
keberatan      jadi orang India, saya tanya lagi. "No, why? India is the 
biggest      democratic country in the world. We have no problem being Indian, 
even      we have Portugease blood". Dan saya rasa dia tidak berlebih-lebihan,  
    ada menteri kabinet di India berasal dari keturunan Portugis.          
Saya, termangu-mangu waktu itu. Kok India bisa mengambil jajahan Porto      itu 
tanpa ribut-ribut. Kok Indonesia dulu-dulu tidak terfikir untuk      berbuat 
sama atas Timtim waktu jelas-jelas masih dikangkangi Portugis.                
Ternyata disebabkan karena Bung Karno, presiden RI pertama punya     
 proyek yang lebih besar, yaitu kepingin menganeksasi Kalimantan Utara.      
Namun terlambat, karena keburu di"kawinkan" Inggeris dengan      Semenanjung 
Malaya membentuk Negara Malaysia. Meskipun Indonesia gegap      gempita 
mengganyang Malaysia diawal tahun 60-an untuk merontokkan      konfederasi itu, 
sejarah mencatat "usaha" itu gagal total.           Mungkin dalam pemikiran 
Bung Karno kalau Kalimantan Utara bisa      dijadikan bagian Indonesia, Timor 
Timur yang kecil, jauh akan lebih      mudah mengambilnya.     Mungkin dengan 
diplototi saja orang-orang Porto di Timtim akan      langsung "happy becoming 
Indonesian".          Waktu kemudian Indonesia "merasa perlu" mengintegrasikan 
Timor Timur,      suasananya sudah sama sekali lain. Dan cara yang ditempuh 
juga lain.      Dan hasilnya sesudah dua puluh tahu lebih kemudian juga lain.   
       Seandainya Bung Karno masih hidup, mungkin beliau akan ingat bait      
sebuah lagu Minang, "Sikua capang, sikua capeh, saikua tabang, saikua
      lapeh". Dan sekarang Timtim bergumam "Don't cry for us Indonesia".        
  Cerita sejarah ends                Wassalam,               M.D.Saib



 

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke