Tolong dibaca aturan di footer dibawah
--------------------------------------
Sukseskan Pulang Basamo Juni 2008


Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu

Paangek-angekan Palanta. Sasudah Bandaro mananyoan
namo nagari dari Tanjuang Alam ka arah Gunuang Marapi
kapatang.

Wassalamu'alaikum,

Lembang Alam

GUNUNG MARAPI


Kalau kita melihat arah ke selatan dari bawah Jam
Gadang di Bukit Tinggi pandangan kita akan lepas ke
arah Gunung Marapi. Gunung ini membujur dari timur ke
barat dengan kepundan aktif terletak di puncak sebelah
barat. Ketika kepundan mengeluarkan asap akibat
batuk-batuk atau ketika nyala api keluar dari lubang
kepundan itu, pemandangan ini dapat terlihat dari
Bukit Tinggi. Dalam pelajaran ilmu bumi di SR dulu
tinggi gunung Marapi ini dikatakan 2890m di atas muka
laut. Bandingkan dengan Bukit Tinggi yang letaknya
911m di atas muka laut. Untuk mencapai kepundan itu
bagi para pendaki gunung ada jalan dari Koto Baru,
sebuah kampung yang terletak sekitar 8 kilometer dari
Bukit Tinggi di jalan antara Bukit Tinggi dan Padang
Panjang.


Tapi Gunung Marapi bagiku adalah seolah-olah milik
’kami’ karena terletak ’persis’ di belakang rumah
kami. Memandang Gunung Marapi dari belakang rumah jauh
lebih dekat dibandingkan dengan melihatnya dari Bukit
Tinggi. Kampung kami Koto Tuo Balai Gurah terletak
nyaris di kaki gunung tersebut. Melihat ke arah gunung
dari belakang rumah masih agak berjarak sebenarnya.
Tapi kalau kita berjalan kaki satu setengah kilometer
lagi mendekatinya akan kita jumpai kampung Lasi yang
benar-benar sudah terletak di kaki gunung ini. Disini
kita harus mendongak untuk melihat puncak gunung.
Pemandangan ke arah Gunung Marapi dari belakang rumah
adalah sebuah pemandangan yang kami bawa tidur ke alam
mimpi. Indah sekali dan takkan pernah terlupakan.


Kehidupan remajaku dengan teman-teman remaja di
kampung sangat akrab dengan Gunung Marapi. Gunung ini
bukan hanya untuk sekedar kami pandang-pandang saja,
tapi sering kami datangi. Kami biasa mendaki sampai ke
Pasanggerahan yang terletak sekitar 4 atau 5 kilometer
dari rumah, melalui Lasi terus ke Lasi Tuo dan
berbelok ke arah timur. Mungkin dulu sudah
direncanakan Belanda untuk menjadikan tempat ini
sebagai tempat tetirah tapi belum kesampaian. Ada
beberapa tumpukan pohon pinus tumbuh di Pasanggerahan
ini yang dapat terlihat dari belakang rumah kami.
Pohon-pohon pinus itu pastilah ditanam oleh penjajah
Belanda. Tidak ada bangunan apa-apa di dekatnya.
Pemandangan dari Pasanggerahan dapat dilayangkan ke
hamparan Ampek Angkek Candung di bawah yang berbatas
dengan bukit kapur rangkaian Bukit Barisan jauh ke
daerah Kamang di sebelah utara dan ke hamparan Bukit
Tinggi di sebelah barat daya. Ke tempat ini, aku dan
teman-temanku suka pergi ketika kami remaja
kanak-kanak, masih murid sekolah rakyat ketika itu.
Dengan berbekal nasi bungkus dari rumah, kami datang
kesini sekedar bermain-main begitu saja dan sesudah
makan dan bermain sebentar kami segera kembali pulang.



Pada kesempatan lain kami naik kearah atas lagi dari
kampung Lasi Tuo. Di tempat ini kami temui kebun tebu
rakyat. Tebu yang nantinya diolah menjadi ‘saka’ (yang
susah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Saka
adalah hasil kilangan air tebu yang dipanaskan
kemudian di cetak dengan tempurung kelapa menjadi
bentuk cakram kecil dengan diameter 10 cm. Mengilang
artinya memeras air tebu dengan kilangan yang diputar
dengan bantuan kerbau untuk menjepit batang-batang
tebu. Saya tidak tahu kenapa ada saka kering dan ada
saka yang basah. Tapi saya masih ingat bahwa saka
basah biasanya jadi bahan untuk membuat ‘kalamai’.
Hasil lain dari produk tebu yang diperjual belikan
adalah tengguli, cairan air tebu yang sudah dimasak
atau dipanaskan berwarna coklat tua dan kental. Waktu
saya kecil, biasanya ada ibu-ibu (amai-amai) berjualan
tengguli yang djunjung dalam kaleng minyak dan
dijajakan ke kampung-kampung. Ibu saya suka
membelinya. Selain untuk bahan kalamai tengguli biasa
digunakan untuk memakan ketan yang ditaburi kelapa
parut lalu dibubuhi tengguli. Sangat enak.


Waktu pulang dari kunjungan ke parak tebu, kami
dibekali oleh-oleh sebatang tebu oleh pemilik kebun.
Tebu yang nantinya dibuang kulit batangnya lalu
dimakan mentah-mentah. 


Ada lagi masanya saya ikut pergi berburu babi dan ini
ketika saya sudah benar-benar remaja. Kami pergi
berburu bersama-sama Muncak-muncak buru dari nagari
yang jauh-jauh yang masing-masing membawa anjing
pemburu kesayangan mereka. Rombongan pemburu dengan
membawa anjing ini bisa sampai ratusan orang
jumlahnya. Karena sering melihat mereka melintasi
kampung kami menuju ke arah gunung untuk pergi
berburu, timbul pula keinginan saya untuk mencoba
ikut. Saya pernah punya seekor anjing kampung yang
saya bawa pergi berburu itu. Kami ke luar masuk rimba
dan semak mengiringkan anjing-anjing yang heboh
menyalak. Pada waktu tertentu anjing-anjing yang
tadinya diikat kami lepas dan mereka berhamburan masuk
semak sambil mengendus dan menyalak. Beberapa saat
kemudian kalau salak mereka mulai berkurang sebagai
bukti bahwa mereka tidak menemukan babi buruan, para
pemilik anjing memanggil anjing-anjing mereka kembali.
Anjing-anjing itu ada yang bernama si Kalupak, si
Kumbang, si Balang dan sebagainya. 


Berhasil membunuh babi hutan dalam bahasa pemburu
disebut ‘mematah’. Ketika ditanya orang adakah mematah
hari ini, arti pertanyaan tersebut berapa ekor babi
hutan yang dapat dibunuh. Jika babi itu berhasil
diburu biasanya bangkainya di potong-potong dan
dicincang untuk diberikan kepada anjing pemburu.
Banyak orang dari luar Minagkabau terheran-heran
dengan kebiasaan masyarakat yang kuat dalam beragama
Islam ini tapi memelihara anjing dan gemar berburu
babi. Padahal tujuannya disamping olahraga dan
menyalurkan hobi juga untuk membasmi hama babi. Hanya
saja kadang-kadang keakraban para Muncak buru dengan
anjing memang agak berlebihan. 


Tapi ketika aku ikut berburu aku tidak melihat ada
babi yang berhasil terbunuh. Ini memang suatu
keanehan. Babi yang sering merusak dan bahkan sering
terlihat oleh penduduk di hari-hari biasa ketika
diburu bisa menghilang entah kemana. 


Kampung Lasi yang disebut diatas mempunyai sebuah
pasar. Hari pasarnya adalah Selasa dan Jumat. Kalau
sekali sekali ikut menemani ibu ke pekan Lasi aku
sangat senang ketika diajak ibu makan ketupat dengan
gulai nangka (katupek jo gulai cubadak). Pada waktu
remaja, kami juga bisa pergi makan nasi Kapau ke pekan
Lasi. Setelah berumah tangga, kalau kami pulang
mengunjungi ibu ke kampung, istri saya juga senang
menemani ibu pergi kesana, dan pulang dengan oleh-oleh
katupek. 


Di musim penghujan kita dapat melihat sebuah sarasah
di pinggang Gunung Marapi. Sarasah adalah air terjun
yang dapat dilihat seperti sebuah coretan kecil
memutih dan kelihatan dari belakang rumah kami.
Generasi yang lebih tua dari saya biasa bercerita
bahwa Sarasah adalah tempat pergi bersembunyi di saat
agresi Belanda dulu oleh orang laki-laki dewasa yang
menghindar dari tangkapan Belanda. Bahkan juga di saat
terjadinya pergolakan PRRI, tentara PRRI mempunyai
‘base camp’ dekat Sarasah ini. 


Ada juga cerita seorang ‘mak etek’ yang dulu pernah
pergi menangkap kambing hutan dengan cara ‘menjerat’
ke dekat Sarasah itu. Caranya dengan menggali lubang
lalu ditutupi dengan ranting dan daun di tempat yang
diperkirakan sebagai perlintasan hewan tersebut.
Lubang perangkap ini di biarkan agak sehari dua hari
lalu didatangi kembali untuk memeriksanya. Kata mak
etek itu dia pernah berhasil mendapat kambing hutan
terperosok kedalam jeratnya. Sesudah cerita tentang
kambing hutan tentu memancing tanda tanya, apa saja
binatang yang terdapat di Gunung Marapi itu. Kononnya,
(karena saya sendiri tidak pernah melihat) selain babi
hutan memang ada kambing hutan, ayam hutan, kera dan
binatang lainnya termasuk harimau. Wallahu a’lam.


Tahun 1978 terjadi musibah galodo dekat kampung kami.
Galodo adalah hanyutnya batu-batuan dalam ukuran besar
bersama air bah akibat hujan yang terjadi dalam waktu
lama. Bongkah batu besar itu memang telah ada di
lembah-lembah gunung di atas sana sejak lama
sebelumnya. Kampung yang paling berat dilanda musibah
tersebut terletak di sebelah timur Baso (saya lupa
nama kampungnya). Ketika itu kampung ini ditutupi oleh
bongkah-bongkah batu besar. Pemandangan hamparan
nagari yang diselimuti oleh bongkah-bongkah batu yang
dihanyutkan galodo ini sangat menyentuh hati dan
mengundang masyarakat untuk berduyun-duyun mengunjungi
tempat tersebut kala itu. 


Kampungku ikut kena imbas. Beberapa petak sawah
ditutupi oleh pasir yang dihanyutkan galodo. Tapi
kondisinya tidaklah separah kampung di sebelah timur
Baso itu. 


Gunung Marapi adalah gunung berapi aktif. Bahkan
sangat aktif. Asap dan awal tebal sangat sering keluar
dari lubang kepundan. Kadang-kadang bahkan disertai
dengan letusan-letusan kecil dan keluarnya lahar
panas. Kota Bukit Tinggi beberapa kali dihujani debu
yang berasal dari letusan gunung ini. Kalau kota Bukit
Tinggi saja sampai diselimuti debu, apalagi kampung
kami yang lebih dekat ke Gunung Marapi. Tapi kami
percaya bahwa debu gunung tersebut kaya dengan zat
hara yang sangat baik untuk menyuburkan tanah. Dan
tanah di sekitar gunung Marapi, terlebih-lebih daerah
Ampek Angkek dan sekitarnya terkenal sangat subur.
Beras dari kampung kami, beras Ampek Angkek sangat
terkenal. 


Hanya saja aku belum pernah mendaki sampai ke puncak
Gunung Marapi ini. Pernah beberapa kali kami
rencanakan ketika aku duduk di kelas 3 SMA di Bukit
Tinggi tapi tidak pernah kesampaian. Mendaki gunung
ini bebas-bebas saja kecuali ketika letusannya agak
sering terjadi, biasanya ada himbauan agar tidak
mendakinya. Beberapa orang pernah dilaporkan hilang
ketika mereka mendaki kebetulan saat itu terjadi
letusan. Jadi memang agak mengandung resiko
sebenarnya. Dan yang menarik para pendaki untuk
mendatanginya hanya kawah yang aktif ini pula.
Pendakian dari lereng sebelah timur tidaklah menarik. 


Tapi sekarang kita bisa melihat pemandangan dari
puncak Marapi dengan Google earth. Kelihatan Danau
Singkarak di belakangnya bagai sepelemparan saja
jaraknya. Ya, tidak rotan akarpun jadilah.



                                                      
       *****



St. Lembang Alam




 
____________________________________________________________________________________
TV dinner still cooling? 
Check out "Tonight's Picks" on Yahoo! TV.
http://tv.yahoo.com/

--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >100KB.
2. Email dengan attachment.
3. Email dikirim untuk banyak penerima.
================================================

Kirim email ke