Garuda; Berubah atau Mati *
Bisnis Indonesia 

Perubahan  "logic  of business" industri penerbangan ternyata tak cuma
memakan  korban  maskapai  penerbangan  gurem.  Perusahaan penerbangan
sekelas  Garuda  Indonesia  pun harus ''mati-matian" memikul "warisan"
beban  utang ratusan juta dolar AS. Perundingan restrukturisasinya pun
berlarut-larut, tak kunjung mencapai kesepakatan.

Dari  800  juta  dolar  AS  utang  Garuda,  sebesar  510 juta dolar AS
merupakan  utang ke European Credit Agency (ECA), 130 juta dolar AS ke
pemegang  surat  utang  (promisorry  note), sedangkan sisanya 160 juta
dolar  AS  ke Bank Mandiri dan kepada PT Angkasa Pura I dan II. Garuda
juga  belum  sanggup  membayar  utang  sebesar 55 juta dolar AS kepada
pemegang promissory note yang jatuh tempo pada akhir Desember 2005.

Selain  karena  amat  besarnya  beban  utang,  tak  kunjung selesainya
negosiasi   dengan  para  kreditor,  juga  terkait  pola  penyelesaian
utangnya.  Secara  umum,  para  kreditor  minta  agar manajemen Garuda
meng-update   rencana   bisnisnya.   Terutama  terkait  dengan  dampak
peristiwa bom Bali. Selain itu, kreditor juga minta jaminan pemerintah
Indonesia  berupa  kesanggupan  membayar  utang,  suntikan  dana,  dan
jaminan kelangsungan bisnis Garuda.

Pemerintah  Indonesia  sudah  mencoba  membantu  Garuda dengan memberi
talangan  sebesar  56  juta  dolar AS. Dana talangan dimaksudkan untuk
menambah modal kerja perusahaan.

Sementara,  dalam  arahannya, Kementerian Negara BUMN mendorong Garuda
agar  melakukan  aliansi strategis dengan perusahaan penerbangan skala
global.  Selain  melakukan  tranformasi  bisnis  untuk  mengantisipasi
sengitnya persaingan di industri penerbangan.

Intinya,  apa  pun  pola  restrukturisasi  yang  akan  diajukan kepada
kreditor,  usulan  aliansi strategis merupakan salah satu pilihan yang
harus  dijalankan  Garuda.  Tak  heran  kalau  Garuda  aktif melakukan
penjajakan  dengan  sejumlah  perusahaan  penerbangan asing, khususnya
dari negara-negara Eropa.

Namun,  usulan  aliansi  strategis  dengan  maskapai asing inilah yang
sempat  memicu  pro dan kontra. Tak cuma di kalangan anggota DPR. Tapi
juga  di  antara  pengamat  dan praktisi industri penerbangan. Bahkan,
Wapres Jusuf

Kalla pun sempat memberikan penilaian yang cukup mengagetkan.

Akhir  tahun  lalu,  Wapres mengatakan, pemerintah tak lagi menganggap
Garuda  sebagai  simbol negara (flag carrier). Alasannya, era saat ini
berbeda  dengan  zaman  dulu,  sehingga bisa saja Garuda dijual kepada
investor -- baik asing maupun dalam negri.

''Saat  ini  hampir  tidak  ada satu negara pun di dunia yang memiliki
flag  carrier,''  kata  Wapres,  usai  salat  Jumat di kantornya. Tren
penjualan  pesawat  terbang  yang menyimbolkan negara tertentu, lanjut
Kalla,  sebenarnya  telah  berlangsung  sejak  lama.  Ia  mencontohkan
maskapai penerbangan Qantas, KLM, atau Malaysia Airlines System (MAS).

Nilai Strategis Garuda

Sampai  di sini, sebenarnya tak perlu ada silang pendapat. Sebab, saya
kira  kita semua sebagai warga negara Indonesia, pasti berharap Garuda
bisa  tetap  gagah  mengarungi udara. Tak sekadar menjadi ''jembatan''
dari  Indonesia  ke  negara  lain  (dan  sebaliknya),  tapi juga mampu
menjadi duta bangsa di pentas internasional.

Bahwa  Indonesia memiliki seorang duta besar di hampir semua negara di
dunia,   itu   tetap   harus   diapresiasi.   Namun,  dengan  berbagai
kesibukannya  di  tingkat elit, saya yakin seorang duta besar tak akan
cukup  intens  bersosialisasi  dengan  masyarakat,  atau publik negara
setempat.

Yang  justru  bisa  lebih  dalam  ''masuk''  ke  ruang  publik, adalah
perusahaan  penyedia  jasa, semacam Garuda. Dengan fungsi dan perannya
sebagai  jembatan  udara  bagi  masyarakat yang ingin bepergian ke dan
dari Indonesia, keberadaan Garuda saya kira lebih ''eye catching'' dan
familiar. Warga beberapa negara Eropa, misalnya, mungkin lebih tahu di
mana  kantor  perwakilan  Garuda,  dibanding  kantor kedutaan dan nama
dubes Indonesia di sana.

Dalam  posisi  seperti  itu, dan tanpa mengurangi hormat pada apa yang
telah  dilakukan atase kebudayaan di masing-masing kedutaan, saya kira
Garuda  juga  bisa lebih efektif dan efisien mempromosikan tidak hanya
pariwisata Indonesia, tapi Indonesia itu sendiri.

Nah,  sekarang  coba  bayangkan  seandainya Garuda tak lagi menerbangi
jalur  ke  kota-kota besar di dunia. Barangkali, popularitas Indonesia
bakal  semakin  buruk.  Artinya,  apa pun yang terjadi, rasanya Garuda
harus  tetap  mengudara,  dan  membawa  kejayaan  Indonesia  di  dunia
internasional.

Hanya  saja, untuk itu, Garuda wajib mengubah total paradigmanya, dari
yang  "hanya"  sekedar  sebagai  sebuah BUMN, menjadi sebuah korporasi
kelas  dunia.  Sehingga  ia  mampu "bersaing" dengan maskapai-maskapai
dunia,  semacam  Singapore  Airlines,  Qantas,  MAS atau Thai Airways.
Tidak  hanya  sekedar  bersaing  dengan  masakapai-maskapai  baru yang
sedang  naik  daun  dan  terus  menggeliat semacam Lion Air, Adam Air,
Awair dan semacamnya.

Yang jadi persoalan sekarang, mengubah paradigma secara total bukanlah
hal  yang  mudah.  Perlu  "keteguhan  hati"  dan ''tangan besi'' untuk
melakukannya.  Bukan  tak mungkin, langkah itu akan sangat menyakitkan
bagi  sebagian kalangan. Baik di dalam Garuda sendiri, maupun di pihak
yang  terafiliasi.  Dan  pasti  banyak resistensi, terutama dari dalam
Garuda sendiri.

Crew  dan manajemen Garuda tidak bisa terus berparadigma sebagai "anak
emas"  dan  merasa  "berbeda".  Paradigma  lama  harus segera berganti
dengan  pardigma baru yang selalu bersaing untuk lebih melayani, lebih
memuaskan.  Garuda  harus memahami dan mampu bersaing dengan "logic of
business"  yang  baru  dari  dunia  penerbangan saat ini. Agar menjadi
Garuda yang "sehat", lincah dan siap terbang bebas mengudara, bersaing
dengan dunia.

Jelaslah,  kini  Garuda  hanya  punya  dua pilihan saja. Merubah total
paradigmanya atau mati.
*oleh 
Christovita Wiloto 
CEO 
Wiloto Corp Asia Pacific 
[EMAIL PROTECTED] 





=========================


--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
Berhenti, berhenti sementara dan konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke