Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu,
 
Gak lambek lari oto si Pohan stek kudian ko dek banyak urusan tukang bengkeno. 
Tapi lai maju juo ciek-ciek.Wassalamu'alaikum,
 
Lembang Alam
 

16.  Beruk Lubuk Basung
 
Pagi-pagi sekali mereka sudah bersiap lagi untuk berangkat. Kali ini membawa 
tas ransel berisi pakaian ganti karena nanti malam mereka akan menginap di 
Padang. Mereka sudah memesan kamar di hotel Pangeran Beach untuk satu malam. 
Pagi itu hujan turun rintik-rintik.
 
’Kelihatannya hujan nih, apa kita tetap berangkat pagi-pagi ini? tanya Aswin, 
waktu mereka masih di meja makan. 
 
’Nantian lah dulu sabanta. Kan ndak ado nan ka dikajai do,’ kata nenek. Seperti 
biasa kali ini jo bahaso Minang.
 
’Bagaimana?’ tanya Aswin kepada Pohan.
 
’Ya udah. Kita tunggu agak setengah jam,’ kata Pohan.
 
’OK.’
 
Mereka melanjutkan bincang-bincang di meja makan sementara menunggu waktu 
setengah jam itu berlalu. Dan ternyata memang hujan berhenti. Tapi masih tetap 
saja mendung. 
 
’Kita berangkat saja. Mudah-mudahan nanti cuaca berubah di perjalanan,’ ajak 
Pohan.
 
’Atau, kita tidak usah melalui Maninjau lagi, langsung ke Padang liwat Padang 
Panjang. Kalau di sana hujan dan jalanan licin apa melalui belokan empat puluh 
empat tidak berbahaya?’ tanya Aswin pula.
 
’Mudah-mudahan nggak apa-apa. Kita liwat Maninjau saja. Atau seandainya nanti 
di sana hujan dan hujannya deras, kita berhenti dulu di Embun Pagi. Tapi belum 
tentu juga hari hujan waktu kita nanti liwat di sana,’ Pohan percaya diri.
 
‘OK. Kalau kamu yakin, aku OK saja,’ ujar Aswin pula.
 
Setelah berpamitan dengan nenek dan etek, mereka berangkat. Sudah hampir jam 
delapan. Melalui jalan ke Matur untuk terus ke Maninjau.  Menjelang Matur jalan 
justru berubah menjadi  berkabut. Pohan menyalakan lampu kuning untuk menembus 
kabut. Tapi untunglah kabut itu menipis begitu mereka mendekati Embun Pagi. Dan 
mereka lalui kelok empat puluh empat, kelok demi kelok ke bawah yang berakhir 
di Maninjau.  Berbelok ke kanan menuju Lubuk Basung, melalui jalan di pinggir 
danau. Cuaca masih tetap redup. Dan di dalam danau, sepagi ini sudah ada yang 
bermain ski air. 
 
Mobil melaju di jalan dengan tenang. Di perjalanan itu mereka temui rombongan 
sekitar sepuluh orang sedang bersepeda ke arah yang sama dengan mereka. 
Orang-orang asing berkulit putih semua. Memang enak bersepeda di jalan ini 
karena jalannya rata. Mereka mungkin bisa sampai ke Lubuk Basung dengan sepeda. 
 Mendekati Lubuk Basung cuaca sudah berubah cerah. Matahari terlihat sudah 
tinggi dari sebelah bukit Puncak Lawang.  Di luar kota ini, di pinggir jalan 
yang banyak pohon kelapa, terlihat kerumunan pelancong sedang menengadah 
melihat ke atas pohon kelapa. Ada satu orang memegang tali yang terentang ke 
atas pohon kelapa di antara kerumunan orang itu.  
 
’Apa yang mereka lihat?’ tanya Aswin.
 
’Mereka melihat beruk memetik kelapa,’ jawab Pohan.
 
’Wah. Mari kita lihat juga,’ pinta Aswin.
 
Pohan menghentikan mobil dan memarkirnya di pinggir jalan. Mereka ikut menonton 
kebolehan beruk yang dikomando oleh pemiliknya untuk mengambil kelapa.
 
’Suruh dia ambil kelapa muda,’ kata seorang pelancong bule itu.
 
Pemilik beruk memberikan aba-aba dengan mengatakan sesuatu yang entah apa 
artinya. Tapi beruk itu rupanya mengerti dan menjatuhkan sebuah kelapa muda. 
 
’Suruh dia ambil lima kelapa muda,’ kata bule itu lagi.
 
’Lima lagi?’ tanya pemilik beruk.
 
’Tidak. Lagi ampat,’ tambahnya pula.
 
Kali ini diulanginya aba-aba hampir seperti tadi juga bunyinya dan entah di 
mana bedanya. Beruk menjatuhkan empat buah lagi kelapa muda. Rupanya beruk dan 
juragannya sudah benar-benar saling memahami. Pelancong-pelancong itu bertepuk 
tangan menyaksikan atraksi kepintaran si beruk. Pemilik beruk itu memberi 
aba-aba dan beruk itu sekarang turun dengan sangat lincahnya dari pohon kelapa 
yang lebih sepuluh meter tingginya itu. Kadang-kadang dengan kepala ke bawah. 
Namanya saja beruk. Sampai di tanah dia mendapatkan upahnya,  dua buah pisang. 
Tidak lupa dia menyeringai kepada pelancong yang menonton itu sebelum menikmati 
kedua buah pisang itu.
 
Kelapa muda yang dipesan pelancong bule itu langsung disiapkan oleh anak 
penjaga warung. Warung itu rupanya milik yang empunya beruk itu juga. Kelapa 
muda yang sudah dirapikan bagian atasnya, disajikan dengan apik di atas piring 
lengkap dengan sedotan plastik dan sendok untuk mengambil daging kelapa muda. 
Rupanya tidak semua pelancong itu mengerti bahwa mereka bisa menikmati kelapa 
muda seperti itu. Sekarang kesembilan orang pelancong sama-sama menginginkan 
kelapa muda. Mereka minta kepada yang tadi bisa berbahasa Indonesia agar 
meminta diambilkan kelapa muda lagi karena mereka juga ingin menikmatinya.
 
‘Ini orang semua mau kelapa muda juga. Bisa lagi monyet suruh ambil?’ katanya 
dengan bahasa Indonesia seadanya.
 
Pemilik warung merangkap pemilik beruk itu tersenyum.
 
’Berapa lagi?’ tanyanya.
 
’Lagi... satu, dua tiga,  ampat. Lagi ampat,’ kata si bule.
 
’Tolong ambilkan juga untuk kami berdua,’  kata Pohan menambahkan.
 
Sekarang beruk itu disuruh memanjat pohon kelapa yang lain lagi. Diulanginya 
kembali atraksi tadi. Dengan sangat cepat dan lincah sebentar saja dia sudah 
sampai di puncak pohon kelapa. Menjatuhkan beberapa buah kelapa muda yang 
sesuai pesanan tadi.
 
Sekarang semua menikmati kelapa muda di warung sederhana yang bersih dan 
tertata apik itu sambil mengobrol. Pelancong bule itu ada yang dari Australia, 
dari Canada dan dari Belanda. Aswin dan Pohan terlibat perbincangan dengan 
mereka. Yang pandai berbahasa Indonesia tadi, yang rupanya orang Australia, 
banyak tahu tentang objek wisata di negeri ini. Dia mengatakan bahwa ada lomba 
memetik kelapa antar beruk yang biasa dilakukan di Lubuk Alung dan Sicincin. 
Yang dipertandingkan adalah ketepatan dan kecepatan masing-masing beruk memilih 
buah kelapa dan kecepatannya. Di samping tentu saja kepintaran beruk menerima 
perintah dari majikannya. Lomba itu menarik, kata si Australia  itu, karena 
meskipun beruk-beruk itu sudah dilatih tapi kemahirannya masih berbeda. Ada 
saja misalnya yang mengambil kelapa muda padahal yang dipertandingkan adalah 
memetik kelapa yang tua. Atau ada yang memetik lebih dari yang disuruh. Lomba 
seperti itu biasanya ramai pengunjungnya  baik pelancong maupun orang kampung.  
Beruk juara akan mendapat hadiah.
 
Pemilik warung yang ternyata faham dan bisa berbahasa Inggeris ikut berbicara 
dan mengatakan bahwa beruknya jadi juara tiga dalam perlombaan tahun lalu. 
 
’This ’beruk’?’ tanya seorang pelancong.
 
‘Yes. This one,’ jawab orang warung itu. ‘You see that trophy over there? That 
is his trophy,’ tambahnya lagi sambil menunjuk ke sebuah piala yang dipajang di 
atas kulkas. Dengan sedikit bangga.
 
‘Selain piala apa lagi hadiahnya?’ tanya Aswin.
 
’Uang. Dua juta lima ratus ribu. Juara satu dapat uang lima juta rupiah. Dan 
piala dari pak Bupati Padang Pariaman,’ jawabnya.
 
’Hebat. Kapan diadakan lomba beruk memetik kelapa itu?’ tanya Aswin pula.
 
’Bulan Juli. Pada saat pelancong lebih banyak datang ke Sumatera Barat. 
Sebelumnya ada juga lomba antar kampung, tapi kurang menarik. Hitung-hitung 
hanya sebagai pemanasan saja,’ tambahnya lagi.
 
’Siapa yang melatih beruk-beruk itu?’ tanya Pohan pula.
 
’Kami-kami saja. Maksudnya masing-masing pemiliknya. Belum ada sekolah beruk. 
He..he..’ jawab orang warung itu.
 
’And this year this ‘beruk’  wil participate again?’ tanya seorang pelancong.
 
‘Sure. I hope this time he will win the competition,’ jawabnya lagi.
 
‘He? Is it a male?’
 
‘Yes. And only male ‘beruk’ can participate.’
 
‘O o. OK.’
 
‘Mungkin dari sana asal usul celotehan orang Pariaman. Disangko baghuak e 
jantan, kiro e mambang ikue e,’ kata Pohan.
 
‘Antahlah,’ jawab pemilik warung tersenyum.
 
’What did he say?’ tanya si Bule.
 
Aswin menerangkan arti olok-olokan itu.
 
’Don’t you give him a name? What is his name?’ tanya si Bule yang lain pula.
 
‘No need. He wouldn’t understand. He will understand when he hears my voice and 
I say cuk..cuk.. cuk..’ 
 
‘I will name him ‘Juaro’. What do you think?’ kata si orang Australia.
 
Si empunya warung tersenyum saja.
 
‘What does it mean?’ tanya teman-temannya.
 
‘Champ. Champion,’ jawabnya.
 
‘Yeah…. We name him … what was that?’
 
‘Juaro.’
 
‘Yeah.. Juaro. Hey Juaro… Hey Juaro…’ teriak turis itu ramai-ramai ke arah si 
beruk yang terikat di luar.
 
Si beruk menyeringai dan mencibir kepada mereka.
 
 
                                             *****
_________________________________________________________________
Personalize your Live.com homepage with the news, weather, and photos you care 
about.
http://www.live.com/getstarted.aspx?icid=T001MSN30A0701
Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008.
-----------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >500KB.
2. Email dikirim untuk banyak penerima.
--------------------------------------------------------------
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config
* Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di:
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2
dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
============================================================

Kirim email ke