Met Pagi,
Saya dapat artikel yang baik dari seorang rekan mengenai hubungan industrial
tanpa adanya serikat pekerja ataupun asosiasi pekerja.
Mudah-mudahan ini dapat berguna bagi kita semua yang kebanyakan pekerja.

wassalam,
                        HRM. Jambak

                        HRM. Jambak  Jl.Nipah III No.2 Petogogan Jakarta
12170 Indonesia
                        [EMAIL PROTECTED]
                        http://www.fakui.org  tel:
                              mobile:  (62-21) 7266372
                              (62-81) 1961908




            Add me to your address book... Want a signature like this?



Mengelola Hubungan Industrial Tanpa Kehadiran Serikat Pekerja



Oleh



Arbono Lasmahadi*



Wajah Ginandjar tampak berseri-seri sore itu ketika ia baru saja keluar dari
sebuah kantor di Kawasan Bisnis Segitiga Emas. Betapa tidak, Ia baru saja
menanda-tangani kesepakatan kerja dengan sebuah perusahaan di Kawasan Elite
tersebut, sebagai seorang Manajer di Divisi Sumber Daya Manusia (SDM). Di
perusahaan yang baru ini dan

dengan posisinya yang baru, Ginandjar akan mendapatkan tanggung jawab kerja
dan wewenang yang lebih luas dari peran yang selama ini ia jalankan di
perusahaan tempatnya bekerja saat ini. Posisinya saat ini adalah sebagai
Manajer Pelatihan dan Pengembangan yang bertanggung Jawab untuk mengelola
proses rekrutmen dan seleksi , pelatihan dan pengembangan karyawan.
Sementara di posisinya yang baru, ia akan bertanggung jawab untuk mengelola
seluruh spektrum dari Fungsi SDM yang ada di perusahaan yang bersangkutan,
yaitu dimulai dari proses rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan,
remunerasi, administrasi personalia, dan hubungan industrial, hingga
penanganan masalah pensiun. Bila melihat tanggung jawab yang akan diembannya
di perusahaan yang baru, wajar saja bila Ginandjar cukup senang atas
tantangan yang ditawarkan oleh perusahaan yang baru. Namun di balik
keceriaan yang ditampilkannya sore itu, ada terbesit di dalam pikiran
Ginandjar, satu peran baru yang membuatnya sedikit cemas, yaitu mengenai
pengelolaan hubung industrial di perusahaan. Masalahnya adalah adanya
perbedaan persepsi yang ada pada dirinya mengenai hubungan industrial dengan
keinginan dari pihak manajemen perusahaan. Dalam pandangan Ginandjar ,
fungsi hubungan industrial sebaiknya dikelola dengan melibatkan serikat
pekerja. Sedangkan dari pihak manajemen perusahaan menginginkan bahwa
pengelolaan hubungan industrial dilakukan tanpa kehadiran serikat pekerja.
Hal ini terjadi karena manajemen perusahaan percaya bahwa hubungan
industrial yang positif dapat dibangun tanpa perlu hadirnya serikat
Sepanjang pengetahuannya  semua perusahaan yang mempekerjakan minimum 25
orang karyawan wajib mempunyai sebuah serikat pekerja. Mungkinkan hubungan
industrial yang positif terjalin tanpa kehadiran dari serikat pekerja?



Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di dalam benak Ginandjar , seharusnya
tidak perlu menjadi sebuah kekhawatiran yang berlebihan bagi para praktisi
SDM lainnya yang mungkin sedang mengalami situasi yang mirip seperti yang
dihadapi oleh Ginandjar atau yang berkeinginan untuk mengembangkan karirnya
menjadi seorang generalis di bidang SDM. Pada dasarnya di dalam mengelola
hubungan industrial di perusahaan, keberadaan Serikat Pekerja bukanlah
sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan.  Bila kita merujuk
kepada Undang Undang Ketenaga-kerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 106 dinyatakan
:

(1). Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang
pekerja/buruh atau lebih wajib  membentuk lembaga kerja sama bipartit.

(2). Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal
ketenagakerjaan di perusahaan.

(3). Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang
ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan."



Berdasarkan Undang-undang tersebut di atas, yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan dalam mengelola hubungan industrialnya adalah adanya lembaga
kerjasama bipartite, dan tidak harus melulu melalui hubungan dengan Serikat
Pekerja.. Dengan perkataan lain, perusahaan dimungkinkan untuk mengelola
hubungan industrialnya tanpa ada keterlibatan dari Serikat Pekerja. Namun
demikian, walaupun Undang-Undang Ketenaga-kerjaan No. 13 Tahun 2003
memberikan kemungkinan untuk itu, hal ini bukan berarti pula bahwa
perusahaan dapat melakukan kampanye anti serikat pekerja di perusahaan dalam
mengelola hubungan industrialnya, karena hal ini  bertentangan dengan Pasal
28 Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh ,
yang mengamanatkan bahwa :



"Siapapun dilarang  menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk
membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus
, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak
menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara :

a.      melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan atau
melakukan mutasi.

b.      Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh

c.      Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun

d.      Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh



Apabila anda menjadi Ginandjar, apa yang akan anda lakukan dalam mengelola
hubungan industrial di perusahaan tanpa melibatkan serikat pekerja ?
Uraian-uraian berikut ini akan menjelaskan mengenai hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mengelola hubungan industrial di dalam perusahaan yang
tidak memiliki serikat pekerja. Uraian-uraian ini dibuat berdasarkan
pengalaman yang dialami oleh penulis; yang pernah bekerja di perusahaan yang
mengelola hubungan industrialnya dengan keterlibatan dari serikat pekerja
dan tanpa serikat pekerja; serta dari studi literatur yang ada.



A. Hubungan Industrial Tanpa Serikat Pekerja



Perusahaan-perusahaan yang membangun hubungan industrial yang produktif
namun tidak ingin melibatkan serikat pekerja di dalam keseluruhan prosesnya
dapat mempertahankan kondisi tersebut apabila :

1.       Mampu meningkatkan faktor-faktor yang dapat menurunkan kesempatan
terjadinya pengorganisasian serikat pekerja

2.       Manajemen perusahaan mampu dan berkeinginan untuk menawarkan
kondisi kerja yang sama atau lebih baik dari yang dapat mereka harapkan dari
serikat pekerja (Mondy, Noe, & Premeaux, 2002)



A.1. Faktor faktor yang dapat menurunkan kesempatan terjadinya
pengorganisasian

       Serikat pekerja



Menurut American Federation of Labor and Congress of Industrial
Organizations; AFL - CIO (Nation Business No. 54,  1966) ada sejumlah faktor
yang dapat menurunkan kesempatan bagi terjadinya pengorganisasian serikat
pekerja di perusahaan, seperti berikut :

a.      Adanya keyakinan dari karyawan bahwa atasannya tidak
memanfaatkannya.

b.      Para karyawan yang bangga dengan pekerjaannya.

c.      Catatan-catatan mengenai prestasi kerja yang baik disimpan oleh
perusahaan. Para karyawan merasa aman saat mereka mengetahui bahwa
upaya-upaya mereka diakui dan dihargai.

d.      Tidak adanya tuntutan atas perlakuan yang sewenang-wenang.  Para
karyawan menghargai disiplin yang tegas tapi adil. Hal ini sejalan dengan
pendapat dari Stone (1998) yang mengemukakan bahwa Kesewenang-wenangan dan
ketidak-adilan         dari manajemen mendorong pekerja untuk bergabung
dengan serikat pekerja

e.      Tidak adanya favoritisme; yang biasanya diperoleh melalui mekanisme
diluar prestasi kerja.

f.        Para supervisor yang mempunyai hubungan baik dengan para
bawahannya.



Walaupun faktor-faktor tersebut muncul di Amerika Serikat, namun berdasarkan
pengalaman penulis menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut masih relevan
untuk dipertimbangkan dalam konteks hubungan industrial di Indonesia.
Sebagai contoh : penulis dalam kapasitasnya sebagai Manajer SDM pernah
menyelesaikan pembuatan  peraturan perusahaan dengan baik tanpa menimbulkan
konflik, di perusahaan yang tidak memiliki serikat pekerja. Dalam proses
pembuatan peraturan perusahaan ini, para perwakilan karyawan dilibatkan
dalam memberikan usulan perubahan terhadap peraturan perusahaan yang ada.
Memang tidak semua usulan perwakilan karyawan dapat diterima. Namun
demikian, dengan pendekatan ini para karyawan tidak merasa

diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak perusahaan. Dengan pendekatan ini
pula, para perwakilan karyawan akan mempunyai rasa memiliki terhadap
aturan-aturan yang ada. Hal ini kelak akan memudahkan pihak manajemen dalam
menegakkan peraturan yang ada.

Disamping itu hubungan baik yang terjalin antara penulis dengan perwakilan
karyawan yang ada memudahkan penulis untuk menjelaskan alasan-alasan yang
menyebabkan usulan-usulan perwakilan karyawan belum dapat dipenuhi.





A.2. Faktor-faktor di dalam perusahaan yang dapat menahan munculnya
keinginan

       membentuk serikat pekerja



Menurut Mondy, Noe, Premeaux ( 2002) ada sejumlah faktor yang apabila tidak
dikelola dengan baik akan dapat mengundang munculnya serikat pekerja.
Faktor-faktor tersebut  adalah :

a.      Supervisor lini pertama yang berfungsi efektif.

            Hal yang paling penting bagi perusahaan agar tetap mempunyai
kemampuan dalam mempertahankan status bebas serikat pekerja adalah
efektifitas dari manajemennya, khususnya para Supervisor pada lini pertama.
Para Supervisor ini merupakan pertahanan awal pihak manajemen terhadap
serikat pekerja. Kemampuan para Supervisor ini dalam menangani
masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaan , penilaian karya , keluhan
karyawan, penegakkan disiplin dan pemberian penghargaan, akan mempengaruhi
sikap karyawan terhadap perusahaan. Bila mereka mampu menangani
masalah-masalah yang muncul dengan baik, kemungkinan besar sikap karyawan
akan lebih positif terhadap perusahaan. Dengan demikian dapat menghindarkan
karyawan untuk berpikir mencari alternatif pemecahan masalah yang lain, yang
salah satunya melalui serikat pekerja.

            Peran para Supervisor ini tidak dapat diabaikan,. walaupun
mereka adalah tingkatan manajemen terendah di dalam perusahaan. Hal ini
terjadi karena para Supervisor biasanya mempunyai pengaruhi yang lebih besar
kepada para karyawan dibandingkan dengan para Manajer  lainnya.



b.      Adanya kebijakan bebas serikat pekerja.

            Apabila perusahaan mempunyai sasaran untuk tetap mengelola
hubungan industrialnya tanpa keterlibatan serikat pekerja, maka hal ini
seharusnya dikomunikasikan dengan baik pada seluruh karyawannya.

            Kebijakan ini harus secara berulang-ulang dikomunikasikan kepada
seluruh karyawan. Para karyawan harus diberikan informasi yang lengkap dan
tepat tentang alasan-alasan yang mendasari pihak manajemen organisasi untuk
mengambil kebijakan ini dan dampak kebijakan ini terhadap seluruh karyawan.
Komunikasi yang efektif diperlukan untuk meyakinkan para karyawan tentang
manfaat yang diperoleh oleh organisasi dan juga para karyawan atas penetapan
kebijakan bebas serikat pekerja ini.

            Khususnya di Indonesia, penetapan dan penerapan kebijakan bebas
serikat pekerja ini tidak dapat dilakukan sepenuhnya seperti yang dilakukan
di Amerika Serikat. Dengan demikian hal ini harus dilakukan secara hati-hati
untuk memastikan bahwa langkah yang diambil organisasi ini tidak dianggap
sebagai upaya untuk melakukan kampanye anti serikat pekerja. Sesuatu
kebijakan yang akan dianggap melanggar pasal 28 Undang Undang No. 21 Tahun
2000. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, banyak perusahaan di
Indonesia yang tidak secara resmi atau tertulis menyatakan bahwa mereka
memiliki kebijakan bebas serikat pekerja. Namun dalam prakteknya mereka
melakukan hal tersebut. Hal ini mungkin bagian dari taktik perusahaan agar
tidak dianggap melanggar undang undang. Namun demikian menurut hemat
penulis, seandainya memang perusahaan ingin mengelola hubungan industrialnya
tanpa keterlibaan serikat pekerja, maka sebaiknya perusahaan tidak perlu
menetapkan dan menyatakan kebijakan ini secara terbuka kepada siapapun.
Selain itu, praktisi SDM yang ada di perusahaan harus memahami dengan baik
ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai serikat pekerja.



c.      Komunikasi yang efektif

            Agar tetap bebas dari serikat pekerja , perusahaan harus mampu
membangun sebuah komunikasi yang efektif dengan seluruh elemen yang ada di
dalam organisasi. Berbagai cara dapat dilakukan untuk membangun proses
komunikasi yang efektif di dalam perusahaan, antara lain melalui :



1.Manajemen partisipatif



Melalui manajemen partisipatif ini, para karyawan diberi kesempatan untuk
ikut serta dalam proses pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan
tertentu oleh atasannya. Dengan pendekatan ini demikian para manajer dapat
mendengarkan dan memahami  gagasan-gagasan, umpan balik, maupun keberatan
dari para karyawan. Dampak utama yang diharapkan dari pendekatan ini adalah
terbentuknya sikap positif dan keyakinan  dari para karyawan bahwa mereka
telah diperlakukan dengan baik dan bahwa atasan mereka merupakan pihak yang
tepat untuk menyalurkan aspirasi mereka, dan bukan serikat pekerja.



2.Manajemen Kinerja (Performance Management)

Salah satu bentuk dari komunikasi yang efektif adalah apabila para karyawan
memahami tugas-tugas yang harus dilakukannya , diberikan informasi yang
diperlukan mereka untuk melakukan pekerjaan mereka dengan baik, dan
diberikan umpan balik atas kinerja yang ditampilkannya. Semua kondisi
tersebut di atas hanya dapat terjadi apabila proses manajemen kinerja di
dalam perusahaan sudah berjalan dengan baik. Dengan penerapan manajemen
kinerja yang baik maka akan menghindarkan munculnya konflik di tempat kerja
yang disebabkan oleh ketidak-jelasan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh
para karyawan.

Konflik yang tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menciptakan ruang
bagi kemungkinan munculnya keinginan dari karyawan untuk membentuk serikat
pekerja. Khususnya bila karyawan yang bersangkutan merasa tidak puas dengan
penyelesaian konflik yang dilakukan oleh atasannya atau pihak manajemen
perusahaan.



3.Open door policy

Open door policy adalah kebijakan perusahaan yang memberikan hak kepada para
karyawan untuk membawa berbagai masalah/keluhan kepada atasan dari atasan
langsung, apabila penyelesaian yang memuaskan tidak dapat diperoleh dari
atasannya langsung. Dengan kebijakan ini, maka para karyawan didorong untuk
mencari penyelesaian masalah yang dihadapinya tetap dalam kerangka struktur
organisasi yang ada.

Dengan demikian dapat memastikan bahwa berbagai masalah yang muncul dapat
diselesaikan dengan memuaskan  Dengan demikian memperkecil ruang bagi
munculnya keinginan untuk mencari penyelesaian di luar srtuktur organisasi.

Agar kebijakan ini berjalan dengan efektif maka para karyawan tidak boleh
merasa takut bahwa dengan melaporkan masalah yang dihadapinya kepada atasan
dari atasan langsungnya, akan menghambat karirnya.

Untuk itulah para pihak yang terlibat dalam proses ini harus memiliki sikap
dewasa, terbuka dan saling percaya satu dengan lainnya.

Kebijakan ini akan menjadi kontra produktif bila karyawan yang melaporkan
keluhannya kemudian dihukum atau dihambat karirnya karena telah mem"bypass"
atasannya langsung.



d.Kepercayaan dan keterbukaan

Kepercayaan dan keterbukaan dari para manajer dan para karyawan merupakan
hal yang tidak dapat dilupakan bagi perusahaan untuk tetap dapat mengelola
hubungan industrialnya tanpa kehadiran dari serikat pekerja. Kredibilitas
yang didasarkan atas kepercayaan harus ada diantara manajemen dan para
karyawan. Bila para karyawan mempersepsikan bahwa manajernya cukup terbuka
dan dapat menerima gagasan-gagasan dari mereka, maka akan muncul lebih
banyak umpan balik kepada manajernya. Manajer membutuhkan umpan balik ini
untuk melaksanakannya pekerjaannya secara efektif. Bila manajer memberikan
kesan bahwa perintah-perintahnya tidak boleh dipertanyakan, maka komunikasi
akan tersumbat dan kredibilitas manajer perlahan-lahan akan hilang.



e.Program-program kompensasi yang efektif

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa program kompensasi yang efektif akan menjadi
daya tahan tersendiri bagi perusahaan dari "gempuran" pihak-pihak yang
menginginkan berdirinya serikat pekerja di perusahaan.

Kompensasi yang efektif berarti bahwa sistim penggajian dan kesejahteraan
diberikan secara tepat guna kepada karyawan untuk mendorong mereka
berprestasi secara maksimal di dalam perusahaan.

Contoh : Pemberian bonus bagi para karyawan yang berprestasi di atas
rata-rata, kenaikan gaji berkala yang dilakukan sesuai dengan kemampuan
perusahaan dan kenaikan gaji pada industri sejenis, bantuan biaya pendidikan
bagi karyawan yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih
tinggi yang relevan dengan pekerjaannya, dll. Berdasarkan pengalaman penulis
dalam menangani permasalahan serikat pekerja, diketahui bahwa umumnya isu
yang menjadi bahan perselisihan  oleh serikat pekerja adalah menyangkut
hal-hal yang bersifat normatif, seperti kenaikan gaji, uang lembur, jaminan
kesehatan, jamsostek , dan sebagainya. Dengan demikian, apabila perusahaan
telah mempunyai program-program kompensasi yang efektif, maka sebagain besar
potensi masalah yang dapat menjadi titik awal munculnya perselisihan
perburuhan, yang dapat mengarah pada upaya pembentukan serikat pekerja telah
dapat dieleminir. Namun demikian, program kompensasi yang efektif yang
diberikan oleh pihak perusahaan harus secara berkala ditinjau ulang dan
dikelola dengan baik. Hal ini untuk memastikan bahwa program-program yang
ada tetap kompetitif dan menarik bagi para karyawan, khususnya  bagi
karyawan yang berprestasi. Pemberian kompensasi yang menarik , namun tidak
dikelola secara efektif malah akan menjadi pemicu munculnya ketidak-puasan
karyawan, yang pada akhirnya akan memicu munculnya perselisihan yang dapat
menjadi pemicu munculnya upaya-upaya pembentukan serikat pekerja.



f.Lingkungan kerja yang sehat dan aman

Lingkungan kerja, tak pelak lagi menjadi faktor penting yang tidak dapat
diabaikan dalam membangun hubungan industrial tanpa kehadiran serikat
pekerja. Lingkungan kerja yang sehat dan aman akan menciptakan ketenangan
bekerja bagi para karyawan. Lingkungan kerja yang tidak memberikan
perlindungan yang baik bagi karyawan, akan memberikan ruang bagi  terjadinya
kecelakaan kerja. Semakin banyak terjadinya kecelakaan kerja akan mendorong
karyawan menuntut pada pihak perusahaan untuk memenuhi kewajiban
normatifnya. Bukan tidak mungkin, karyawan akan membawa masalah ini kepada
pihak luar, bila pihak perusahaan tidak berupaya menananggapi masalah ini
arif. Bila hal ini terus berkepanjangan, maka ruang bagi munculnya serikat
pekerja telah terbuka dengan luas di perusahaan.





Kesimpulan



Membangun hubungan industrial di perusahaan tanpa kehadiran serikat pekerja,
bukanlah sesuatu hal yang mustahil dan tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang ketenaga-kerjaan yang ada di
Indonesia. Banyak perusahaan yang telah menerapkan hal ini. Namun demikian
dalam melaksanakan hal tersebut di atas, pihak perusahaan harus berhati-hati
dalam merencanakan dan melaksanakannya. Hal ini penting untuk menghindarkan
perusahaan dari tuntutan hukum karena dianggap menghalangi pembentukan
serikat pekerja, yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang no 21
tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Buruh.

Hubungan industrial tanpa keterlibatan serikat pekerja, dapat dibangun
apabila faktor-faktor yang dapat menahan upaya pengorganisasian serikat
pekerja telah dimiliki atau telah dibangun oleh pihak perusahaan, antara
lain :

Supervisor lini pertama yang telah berfungsi efektif

1.       Adnya komunikasi yang efektif telah antara pihak manajemen dengan
karyawan

2.       Adanya keterbukaan dan kepercayaan antara pihak manajemen
perusahaan dan karyawan

3.       Adanya sistim kompensasi yang efektif

4.       Adanya lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi para  karyawan.



Hal-hal yang tersebut di atas merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi
dan memperkuat satu sama lainnya. Tidak adanya salah satu faktor dari
faktor-faktor yang tersebut di atas, dapat mengurangi kemampuan perusahaan
untuk menghindari terjadinya pengorganisasian serikat pekerja di perusahaan.



•Penulis adalah alumni Fakultas Pasca Sarjana Psikologi – Program Studi
Psikologi Terapan -SDM, Universitas Indonesia, yang saat ini menjadi
praktisi SDM di sebuah perusahaan multinasional asing



(Sumber : www.e-psikologi.com)




_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke