Malin Kundang yang minderwaardigheids-complex Cerita legenda malin kundang yang memang tidak jelas siapa pengarangnya maka akibatnya versi cerita bergantung yang metransformasikan isi certia dan menceritakan kembali.
Setiap cerita legenda memang tidak pernah diusut bagaimana sanad dan perawinya, karena memang bukan untuk diambil teksnya tapi sekedar pesan moral saja. Terlepas dari beberapa versi cerita yang ditulis oleh penulis sesudahnya, maka mungkin cerita awal (minimal seperti yang saya dengar sewaktu kecil) maka yang membuat malin kundang 'terkutuk' adalah karena perangai yang tidak mau atau malu mengakui ibu kandungnya. Kedurhakaan terhadap ibu inilah yang menjadi pesan moral dari cerita itu, dan kenapa harus dikutuk ? Kisah-kisah dongeng memang termasuk juga cerita dongan Hans Cristian Andersen, bercirikan adanya pembalasan terhadap perbuatan baik dan buruk yang harus terlihat spontan, tak ada cerita yang menggantung, dan tak mungkin ceirta itu ditulis dengan happy ending yang tidak jelas, apabila dalam cerita malin kundang sang ibu tidak bisa berbuat apa-apa ketika ditolak oleh anaknya, dan kemudian anaknya meninggalkan begitu saja ibunya seorang diri tanpa terkena sangsi hukuman akibat kedurhakaannya, lalu akhir cerita berhenti sampai disitu, maka cerita tersebut akan tidak mengandung pesan apa-apa. Jadi kalaulah sekarang hendak dibu i'tibar dari cerita malin kundang tergantung dari versi yang hendak dibuat, kalaulah memang menginginkan bahwa Malin Kundang adalah pahlawan, maka bisa dibuat versi baru misalkan dengan mengatakan bahwa ibu yang menenunggunya di pantai adalah ibu tirinya , karena ibu kandungnya telah lama meninggal, bahwa malin kundang pergi dari rumahnya dan merantau karena tak tahan akan perangai ibu tirinya yang mengeksploitasi dirinya, dan bahwa ibunya menemuinya karena mendengar bahwa dirinya telah kaya raya dan berharap menerima bagian harta kekayaan malin kundang, dst.. dstnya. Sehingga hakikat kedurhakaan malin kundang menjadi absurd, dan terjadi penjungkir balikkan cerita yang tergantung pada penulisnya, dan versi-versi ini memang bisa terjadi karena tidak ada pemegang hak cipta atas legenda ini, karena tak ada yang mengklaim atas keaslian cerita yang dibuat pada mulanya. Kalaulah memakai versi yang telah dikenal masyarakat secara luas maka bisa diambil suatu hikmah dari cerita ini yaitu kisah seorang yang menderita minderwaardigheids-complex yang tidak mampu memperkenalkan diri secara utuh lalu membuat suatu kebohongan atau membuat suatu versi lain atas dirinya sendiri, hal ini bisa berjangkit pada siapa saja dimana dan kapan saja termasuk pada saat ini. Relevansi dari cerita tersebut banyaknya 'malin kundang - malin kundang ' pada saat ini, bila seorang anak minang di perantauan malu untuk mengakui asal usulnya ia juga menderita minderwaardigheids-complex(mc), seorang muslim yang malu atau tidak bangga dengan kemuslimannya atau tidak ada ghirah dalam membela agamanya juga menderita mc, seorang pemuda/remaja yang berpura-pura bak seorang jutawan dalam perilakunya juga menderita mc, seorang tokoh(pemuka masyarakat), ulama yang tidak mau menerima kritikan juga menderita mc, penguasa yang mau menang sendiri juga menderita mc, orang tua yang otoriter dengan anaknya juga menderita mc. Salah satu cara yang salah untuk memperkenalkan diri dan dikenal orang lain adalah menutupinya dengan harta, persangkaan bahwa harta mampu untuk menaikkan derajat diri adalah sesuatu yang benar untuk waktu sementara, namun untuk pencarian hakikat diri selanjutnya maka harta hanya sebagai perantara yang bisa menjadi mudharat atau bermanfaat. Malin Kundang durhaka terhadap ibunya setelah memiliki banyak harta, kekayaan melupakan jati dirinya, seperti kisah Qarun dalam Al Qur'an, dan memang Allah telah mengingatkan orang beriman akan ujian harta ini. Arnoldison Website http://www.rantaunet.org _____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ____________________________________________________