Pendidikan Perspektif Minangkabau
oleh Silfia Hanani

Dalam  peta  sejarah  Minangkabau,  pendidikan  dan agama dua hal yang
menentukan  arah  kultur.  Dalam  bidang pendidikan, Minangkabau telah
menemukan  bentuk  pendidikan lokal dengan dasar kultural. Inilah yang
selanjutnya   dinamakan   dengan   pendidikan  surau.  Pendidikan,  di
Minangkabau  dipelopori  oleh  kaum  agama.  Pada umumnya, ulama-ulama
mempunyai   lembaga   pendidikan,  sehingga  figur  seorang  ulama  di
Minangkabau erat kaitannya dengan sosok pendidik.

Pendidikan,  dalam  ranah  Minangkabau  tidak  hanya  berkaitan dengan
materi tekstual, yaitu membaca apa yang tertulis dalam buku atau kitab
suci tetapi juga kontekstual, sehingga untuk menuntut ilmu tidak punya
batasan  materi.  Dalam  perspektif  ketidakterbatasan ini, pendidikan
tidak  pernah  berhenti  untuk  digali,  pendidikan  adalah  long life
education.  Konteks  pendidikan long life education ini termanifestasi
dalam  konsep  filsafah  ke  Minangkabauan  yang  dijuluki dengan Alam
Takambang Jadi Guru (alam terkembang jadi guru).

Esensial  alam  takambang  jadi  guru  adalah alam luas ciptaan Tuhan,
merupakan   materi   pendidikan,   sehingga   ia  harus  diungkap  dan
diinterpretasikan  menjadi  bernilai,  bermanfaat  dan  berguna. Untuk
sampai   pada   hal  yang  demikian  orang  harus  cerdik  dan  pandai
mempergunakan  akal  pikirannya.  Kecerdikan dan kepandaian hanya bisa
diperoleh melalui pendidikan yang bersinergi dengan alam semesta. Oleh
sebab  itu, seseorang harus mencari ilmu tanpa ada batas ruangnya. Hal
ini  bersesuaian  dengan  hadist  Nabi Tuntutlah ilmu itu sekalipun ke
negeri Cina.

Oleh  sebab  itu  kepopuleran  merantau  dalam  suku Minangkabau salah
satunya  didorong  oleh  faktor pendidikan. Hal ini juga berlaku dalam
suku  atau  etnis  lainnya.  Mochtar  Naim menyebutkan merantau dengan
alasan  pendidikan,  sudah  berlangsung  dalam  masyarakat Minangkabau
sejak  lama.  Merantau  semakin  populer  semenjak  masuknya  Islam ke
wilayah  ini, karena kontak dengan negara-negara Islam telah mendorong
anak  muda  Minangkabau  untuk  menuntut  ilmu  ke  negara-negara yang
memiliki basis ke Islaman.

Dari  merantau  ini  pula  berkembang  ide-ide  baru dalam masyarakat,
karena mereka yang pulang dari perantauan selalu membawa pembaruan dan
mengembangkan  konsep-konsep  baru  di  kampung halaman. Hal ini salah
satu  pendukung  berkembangnya  Islam dalam masyarakat Minangkabau. Di
samping  itu,  juga  menjadi pendorong terjadinya perubahan-perubahan,
akibat  dikembangkannya  aliran-aliran  baru  yang mereka peroleh dari
negeri perantauan.

Peran  perantau  terhadap pendidikan dalam masyarakat Minangkabau juga
tidak  dapat  diabaikan.  Perantau  memainkan  peranan penting, karena
mereka  yang  kembali  menuntut ilmu pada umumnya mendirikan institusi
untuk  mengembangkan  ilmunya.  Dalam  sejarah  perkembangan  Islam di
Minangkabau  orang yang paling dikenal sebagai peletak dasar institusi
pendidikan adalah Syeikh Burhanuddin.

Burhanuddin   adalah  seorang  anak  muda  Minangkabau  yang  merantau
menuntut  ilmu  ke  Aceh  selama  30  tahun,  kemudian pulang ke tanah
kelahiran   membawa   sistem   pendidikan  baru  ke  dalam  masyarakat
Minangkabau,  yakni menjadikan surau sebagai media pengembangan ajaran
Islam   yang   sebelumnya  tidak  pernah  dijadikan  sebagai  kegiatan
pendidikan yang lebih luas dan terintegral.

Kegiatan pendidikan yang dikembangkan Burhanuddin ini, melahirkan peta
sejarah  baru  dalam pendidikan komunitas masyarakat adat Minangkabau.
Terutama  berkembangnya  surau menjadi tempat pendidikan unggulan bagi
masyarakat  pesisir.  Kemudian  menjadikan  daerah pesisir ini sebagai
daerah  basis  Islam  yang  meng-Islam-kan  wilayah  alam Minangkabau,
sehingga daerah ini menjadi pusat ke-budayaan Islam.

Hal  ini, melahirkan peta sosiologis masyarakat pesisir di Minangkabau
sebagai  masyarakat Agamis, sementara itu masyarakat darek yang berada
dalam  kosmologi  alam  Minangkabau  sebagai  masyarakat  adat. Dimana
keduanya   menjadi  dua  kekuatan  kultural  dalam  alam  Minangkabau,
kemudian  berintegrasi  sehingga  Islam dan adat menyatukan masyarakat
darek dan rantau sebagai wilayah kesatuan Minangkabau.

Adat  dan  agama  saling  melengkapi dan mengisi kekosongan-kekosongan
norma.  Daerah pesisir mengisi kekosongan agama tauhid ke wilayah alam
Minangkabau   (darek).   Sedangkan  kultur  darek  atau  wilayah  alam
Minangkabau  mempunyai peranan terhadap wilayah pesisir terutama dalam
mengisi  kekosongan  adat  di  wilayah  pesisir.  Secara teoritis, dua
kondisi  ini  merupakan difusi agama dan adat yang bersifat pertukaran
ide  (ide  change)  yang  disebut  dalam  pepatah syarak mandaki, adat
menurun  (syariat  mendaki ke wilayah darek karena tipologinya dataran
tinggi  dan  adat  menurun  ke  pesisir  sebagai wilayah rantau dengan
tipologi wilayah yang rendah).

Menurut  hukum  adat,  masyarakat  Minangkabau  adalah masyarakat yang
beragama  Islam, legalisasi ini ditegaskan dalam falsafah adat basandi
syarak,  syarak basandi kitabullah. Secara struktural, Islam merupakan
formasi  sosial  masyarakat.  Manifestasi Islam ini, mempunyai dimensi
objektif historis bagi Minangkabau, sehingga Islam tidak hanya sebagai
skriptualisme   saja   akan  tetapi  Islam  sebagai  otentisitas  yang
mempunyai  konstribusi  terhadap  pengembangan  sosial budaya. Menurut
Gadamer,  otentisitas terungkap melalui prilaku dan budaya sosial yang
membentuk suatu karakteristik kultural.

Identitas  masyarakat  Minangkabau  dalam  ke  Islaman  ini menunjukan
pemaknaan  dan  penafsiran  kultural,  hal ini sejalan dengan komitmen
Geertz,  terhadap  agama  dan  idiologi  sebagai  sistem  budaya dapat
dipahami  sebagai  salah  satu  realita  sosial seperti kasus Islam di
Minangkabau  ini.  Totalitas Islam dalam masyarakat Minangkabau, tidak
lah  anti  terhadap  idiologi nasionalisme, karena Islam datang dengan
fungsional  sosial  dan  kultural sehingga penafsiran-penafsiran Islam
terhadap  realita sosial membuktikan Islam itu tidak apriori dan tidak
jumud.  Konteks  seperti  ini,  dapat  dilihat  dari historisasi fakta
kemuduran dan perkembangan Islam yang terjadi dalam peradaban dunia.

Konstribusi  Islam  terhadap  masyarakat Minangkabau, setidaknya telah
menuntun  masyarakat Minangkabau mereformasi kultur dari kejumudan dan
membuka   komposisi   adat  menjadi  fleksibel  dan  memiliki  pijakan
normatif.  Dari  fakta  sejarah  dapat  disimpulkan bahwa pembaruan di
Minangkabau  dipengaruhi  oleh  Islam.  Dalam  konteks ini, keberadaan
surau tidak bisa diabaikan. Surau mempunyai signifikan dalam pembaruan
dan  pemurnian  serta  memberikan formasi sosial, politik, ekonomi dan
budaya.


--------------------------------------------------------------------------------

Penulis  adalah  Dosen  Sekolah  Tinggi  Agama  Islam  Negeri  (STAIN)
Bukittinggi  dan  Saat  ini  sedang  Melanjutkan  Studi  Program S3 di
Sosiologi  Antropologi  Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) Sekaligus
Penulis Buku Surau Aset Lokal Yang Tercecer


Website http://www.rantaunet.org
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
____________________________________________________

Kirim email ke