> cerita ini udah lama bngt pernah gw baca and buat gw tersentuh banget,
kali
> aja ada yang belum pernah baca? so gw share lagi:)
> ========================================
> >
> > Bola untuk Kamila
> >
> > 25 tahun yang lalu,
> > Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan
> > pilihan. Tapi aku dan Kania harus tetap menikah.
> > Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali
> > kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi
> > pernikahan kami selesai. Tanpa sungkem dan tabur
> > melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera
> > dari kerabat. Tapi aku masih sangat bersyukur karena
> > Lukman dan Naila mau hadir menjadi sa ksi. Umurku
> > sudah menginjak seperempat abad dan Kania di
> > bawahku. Cita-cita kami sederhana,ingin hidup
> > bahagia.
> >
> > 22 tahun yang lalu,
> > Pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk
> > biaya makan keluargaku. Ya,keluargaku. Karena
> > sekarang aku sudah punya momongan. Seorang
> > putri,kunamai ia Kamila. Aku berharap ia bisa
> > menjadi perempuan sempurna,maksudku kaya akan budi
> > baik hingga dia tampak sempurna. Kulitnya masih
> > merah, mungkin karena ia baru berumur seminggu.
> > Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku
> > merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib
> > kembali, orangtuaku dan orangtua Kania tak mau
> > menerima kami. Ya sudahlah.
> > Aku tak berhak untuk memaksa dan aku tidak membenci
> > mereka. Aku hanya
> > yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.
> >
> > 19 tahun yang lalu,
> > Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang
> > senang berlari-lari,
> > melompat-lompat atau meloncat dari meja ke kursi
> > lalu dari kursi ke lantai kemudian berteriak
> > "Horeee, Iya bisa terbang". Begitulah dia memanggil
> > namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu
> > merekah seperti mawar di pot halaman rumah. Dan
> > Kania tak jarang berteriak, "Iya sayaaang," jika
> > sudah terdengar suara "Prang". Itu artinya, ada yang
> > pecah, bisa vas bunga,gelas, piring, atau meja kaca.
> > Terakhir cermin rias ibunya yang pecah.
> > Waktu dia melompat dari tempat tidur ke lantai,
> > boneka kayu yang
> > dipegangnya terpental. Dan dia cuma bilang "Kenapa
> > semua kaca di rumah ini selalu pecah, Ma?"
> >
> >
> > 18 tahun yang lalu,
> > Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pu lang
> > lebih awal dari
> > pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin
> > lalu dia merengek minta dibelikan bola. Kania tak
> > membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy
> > apalagi jadi pemain bola seperti yang sering
> > diucapkannya. "Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi
> > pemain bola!" tapi aku tidak suka dia menangis terus
> > minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling
> > tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu sore.
> > Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak
> > kegirangan waktu kutunjukkan bola itu. "Horee, Iya
> > jadi pemain bola."
> >
> > 17 Tahun yang lalu
> > Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di
> > jalan. Mainnya di rumah aja. Coba kalau ia nurut,
> > Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu
> > bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan
> > bola di tas sekolahnya. Yang aku tahu, hari itu hari
> > sabtu dan a ku akan menjemputnyanya dari sekolah.
> > Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang
> > jalan pulang dari sekolah dan ia semakin ketengah
> > jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku
> > mengalahkan kehati-hatianku dan "Iyaaaa". Sebuah
> > truk pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban
> > besarnya berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku
> > sadar, dua kakiku sudah diamputasi.
> > Ya Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayang kelam
> > menyelimuti pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku
> > bekerja sementara pekerjaanku mengantar barang dari
> > perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat Kania menangis
> > sedih, bibir cuma berkata "Coba kalau kamu tak
> > belikan ia bola!"
> >
> > 15 tahun yang lalu,
> > Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang
> > pesangon habis untuk ke rumah sakit dan uang
> > tabungan menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak
> > mengeluh dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya
> > bisa membelainya. Dan bilang kalau Mamanya sedang
> > sakit kepala makanya cepat marah. Perabotan rumah
> > yang bisa dijual sudah habis. Dan aku tak bisa
> > berkata apa-apa waktu Kania hendak mencari ke luar
> > negeri. Dia ingin penghasilan yang lebih besar untuk
> > mencukupi kebutuhan Kamila. Diizinkan atau tidak
> > diizinkan dia akan tetap pergi. Begitu katanya. Dan
> > akhirnya dia memang pergi ke Malaysia.
> >
> >
> > 13 tahun yang lalu,
> > Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku
> > sedikit membaik tapi itu hanya setahun. Setelah itu
> > tak terdengar kabar lagi. Aku harus
> > mempersiapkan uang untuk Kamila masuk SMP. Anakku
> > memang pintar dia loncat satu tahun di SD-nya.
> > Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar Kamila
> > bisa melanjutkan sekolah. aku bekerja serabutan,
> > mengerjakan pekerjaan yang bisa kukerjakan denga n
> > dua tanganku. Aku miris, menghadapi kenyataan.
> > Menyaksikan anakku yang tumbuh remaja dan aku tahu
> > dia ingin menikmati dunianya. Tapi keadaanku
> > mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi aku harus
> > kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila hidup
> > tegar.
> >
> >
> > 10 tahun yang lalu,
> > Aku sedih, semua tetangga sering mengejek
> > kecacatanku. Dan Kamila hanya sanggup berlari ke
> > dalam rumah lalu sembunyi di dalam kamar. Dia sering
> > jadi bulan-bulanan hinaan teman sebayanya. Anakku
> > cantik, seperti ibunya.
> > "Biar cantik kalo kere ya kelaut aje." Mungkin itu
> > kata-kata yang sering kudengar. Tapi anakku memang
> > sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga.
> > "Sabar ya, Nak!" hiburku.
> > "Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!"
> > pintanya padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan
> > bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam dalam
> > hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari
> > kerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu
> > sudah semakin dewasa. Dia selalu tersenyum padaku.
> > Dia tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku
> > karena sekolahnya hanya terlambat di bangku SMP.
> >
> > 7 tahun yang lalu,
> > Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania,
> > istriku, kembali menemui pikiranku. Sudah
> > bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak
> > mungkin bohong pada diriku sendiri, jika aku masih
> > menyimpan rindu untuknya. Dan itu pula yang membuat
> > aku takut. Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi
> > TKI ke Malaysia. Sulit baginya mencari pekerjaan di
> > sini yang cuma lulusan SMP. Haruskah aku melepasnya
> > karena alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua,
> > tenagaku mulai habis dan dia ingin agar aku
> > beristirahat. Dia berjanji akan rajin mengirimi aku
> > uang dan menabung untuk modal. Setelah itu dia akan
> > pulang, menemaniku kembali dan membuka usaha
> > kecil-kecilan. Seperti waktu lalu, kali ini pun aku
> > tak kuasa untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa
> > agar Kamilaku baik-baik saja.
> >
> > 4 tahun lalu,
> > Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir
> > tiga tahun dia di sana. Dia bekerja sebagai seorang
> > pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak
> > suka dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya
> > tak pernah siratkan sinar baik. Dia juga dikenal
> > suka perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya
> > yang keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang.
> > Karena akhir-akhir ini dia sering diganggu. Lebaran
> > tahun ini dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubaca
> > dari suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu
> > menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku
> > jangan pernah lupa salat dan kalau kondisiku sedang
> > baik usahakan untuk salat tahajjud. Tak perlu
> > memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap
> > bulan Ramadhan aku
> > harus berusaha sebisa mungkin untuk kuat hingga
> > beduk manghrib berbunyi.Kini anakku lebih pandai
> > menasihati daripada aku. Dan aku bangga.
> >
> > 3 tahun 6 bulan yang lalu,
> > Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisian
> > pemerintahan Malaysia,kabarnya anakku ditahan. Dan
> > dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti
> > membunuh suami majikannya. Sesak dadaku mendapat
> > kabar ini. Aku menangis,aku tak percaya. Kamilaku
> > yang lemah lembut tak mungkin membunuh. Lagipula
> > kenapa dia harus membunuh. Aku meminta bantuan hukum
> > dari Indonesia untuk menyelamatkan anakku dari maut.
> > Hampir setahun aku gelisah menunggu kasus anakku
> > selesai. Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis.
> > Aku hanya bisa memohon agar anakku tidak dihukum
> > mati andai dia memang bersalah.
> >
> > 2 tahun 6 bulan yang lalu,
> > Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti
> > bersalah. Dan dia harus menjalani hukuman gantung
> > sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain
> > menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi
> > apakah nasibnya tak akan seburuk ini? Andai aku tak
> > belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik?
> > Aku kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan
> > aku.
> > Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke
> > Malaysia. Anakku ingin aku ada di sisinya disaat
> > terakhirnya. Lihatlah, dia kurus sekali. Dua matanya
> > sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi
> > apa daya kakiku tak ada.
> > Aku masuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia
> > berhambur ke arahku,
> > memelukku erat, seakan tak ingin melepaskan aku.
> > "Bapak, Iya Takut!" aku memeluknya lebih erat lagi.
> > Andai bisa ditukar,aku ingin menggantikannya.
> > "Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?"
> > "Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya
> > tidak mau. Iya
> > dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan dia jatuh dari
> > jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak salah kan,
> > Pak!" Aku perih mendengar itu. Aku iba dengan nasib
> > anakku. Masa mudanya hilang begitu saja. Tapi aku
> > bisa apa, istri keempat lelaki tua itu menuntut agar
> > anakku dihukum mati. Dia kaya dan lelaki itu juga
> > orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk memohon
> > keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia tidak
> > mau. Sia-sia aku tinggal di Malaysia selama enam
> > bulan untuk memohon hukuman pada wanita itu.
> >
> > 2 tahun yang lalu,
> > Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita
> > itu akan hadir
> > melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika dia
> > sudah datang dan ada di belakangku. Tapi aku tak
> > ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari
> > hakim di sana. Petugas itu membuka papan yang
> > diinjak anakku. Dan 'blass" Kamilaku kini
> > tergantung. Aku tak bisa lagi menangis. Setelah
> > yakin sudah mati, jenazah anakku diturunkan mereka,
> > aku mendengar langkah kaki menuju jenazah anakku.
> > Dia menyibak kain penutupnya dan tersenyum sinis.
> > Aku mendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang
> > samar oleh air mata aku melihat garis wajah yang
> > kukenal.
> > "Kania?"
> > "Mas Har, kau ... !"
> > "Kau ... kau bunuh anakmu sendiri, Kania!"
> >
> > "Iya? Dia..dia . Iya?" serunya getir menunjuk
> > jenazah anakku.
> > "Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola
> > jika sudah besar."
> >
> > "Tidak ... tidaaak ... " Kania berlari ke arah
> > jenazah anakku. Diguncang tubuh kaku itu sambil
> > menjerit histeris. Seorang petugas menghampiri
> > Kania dan memberikan secarik kertas yang tergenggam
> > di tangannya waktu dia diturunkan dari tiang
> > gantungan. Bunyinya "Terima kasih Mama." Aku baru
> > sadar, kalau dari dulu Kamila sudah tahu wanita itu
> > ibunya.
> >
> > Setahun lalu,
> > Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih
> > istriku. Yang aku tahu,aku belum pernah
> > menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati
> > bunuh diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan
> > anakku, Kamila. Kata pembantu yang mengantarkan
> > jenazahnya padaku, dia sering berteriak, "Iya
> > sayaaang, apalagi yang pecah,Nak."
> > Kamu tahu Kania, kali ini yang pecah adalah hatiku.
> >
> >
> > Sumber : TRUE STORY
------ Klub Pengembangan Kepribadian ----->
Anda membutuhkan resource person untuk mengisi acara yang berhubungan dengan personality development (pengembangan kepribadian) atau pengembangan SDM silahkan hubungi moderator di Telp/HP: 021 - 706 927 48 atau 0817 994 0224
--
PILAR KELUARGA
1. Istri wajib taat pada suami sepanjang tdk durhaka pada Tuhan
2. Anak Wajib taat pada orang tua sepanjang tdk durhaka pada Tuhan
3. Suami/Bapak wajib menjaga dengan baik amanah Tuhan
4. Saling mengerti dan memahami masing-masing kewajibannya
5. Selalu diatas jalan Agama
--
Bersama menuju puncak (Sukses saja tidak cukup, tp perlu Kebermaknaan)
--
Banyak orang silau terhadap kiat/cara sukses tapi lupa membekali diri setelah sukses nanti
--
ATURAN MAIN
- DILARANG mengirim info kerja & SPAM: MLM, Arisan, propaganda isu SARA
- DILARANG Chat (Percakapan pendek,komentar pendek spt "OK, Makasih dll")
Seting Normal:
[EMAIL PROTECTED]
Ajaklah rekan anda untuk bergabung dlm milis ini:
[EMAIL PROTECTED]
Milis ini hasil kerja sama dgn:
[EMAIL PROTECTED]
Salam
HP 0817 994 0224 atau 021 - 706 927 48
Moderator
SPONSORED LINKS
Article health wellness | Center for health and wellness | Health and wellness |
Health and wellness program | Health wellness product | Health and wellness job |
YAHOO! GROUPS LINKS
- Visit your group "Pengembangan-Kepribadian" on the web.
- To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
- Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.