http://www.suarapembaruan.com/News/1999/06/060699/Pemilu/pe01/pe01.html

SUARA PEMBARUAN DAILY


SARA Jangan Dieksploitir Untuk Politik

Jakarta, Pembaruan

Perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang terdapat dalam
masyarakat Indonesia tidak dapat lagi dieksploitasi untuk mencapai
tujuan-tujuan politik. Sebab, hal tersebut memiliki potensi menciptakan
terjadinya polarisasi (pengotak-kotakan) kelompok masyarakat.

Hal itu dikatakan guru besar UI (Universitas Indonesia) yang juga pengamat
politik dan ekonomi Prof Dr Emil Salim menjawab wartawan mengenai sorotan
pihak
tertentu terhadap partai berkaitan agama calon legislatif sebuah partai, usai
berbicara pada acara dialog ilmiah partai-partai politik ''Pembangunan
Berwawasan
Kependudukan Dan Keluarga'' di Jakarta, Sabtu (5/6).

Menurut Emil Salim, perbedaan suku, agama, ras dan kelompok masyarakat tidak
boleh digunakan sebagai alat untuk menjegal kiprah politik warga masyarakat,
karena hal tersebut akan dapat memancing keretakan hubungan dan pertentangan
antar- SARA di tengah masyarakat.

Karena itu para elite politik jangan melihat perbedaan suku, agama, ras dan
golongan masyarakat sebagai masalah, karena kemajemukan masyarakat Indonesia
suatu hal yang tidak bisa dihindari. Justru kemajemukan itu yang semestinya
menjadi sumber semangat membangun demi kepentingan bersama seluruh bangsa.

''Begitu kita masuk pada keluarga besar bangsa Indonesia, perbedaan jangan
menjadi penyebab untuk memisahkan atau mengekslusifkan satu kelompok. Saya
lebih
cenderung kita menjadikan perbedaan itu sebagai kekuatan untuk membangun
bangsa ini,'' katanya.

Disebutkan, di dalam pemba-ngunan bangsa, kita mesti mendorong sikap
inklusif. Hal ini perlu agar pembangunan tidak hanya ditujukan dan dilakukan
satu golongan
masyarakat. Bila masyarakat Indonesia mengabaikan prinsip pembangunan seperti
ini, akan muncul konsep pemisah-misahan masyarakat yang lebih tajam dan
membahayakan kerukunan masyarakat.

Emil Salim lebih lanjut me- ngatakan, upaya peningkatan kohesi sosial atau
kerekatan hubungan masyarakat da-pat dilakukan pada masa pasca pemilu nanti
oleh
kekuatan reformasi yang memenangkan pemilu. Kalau kekuatan pro status quo
yang memenangkan pemilu, upaya-upaya untuk memperuncing permasalahan
antar-SARA di tengah masyarakat akan semakin gencar.

Disebutkan, salah satu misi penting dalam era reformasi ini ialah adanya
keinginan bersama untuk tidak lagi mengotak-kotakkan masyarakat berdasarkan
perbedaan
SARA. Adanya perbedan SARA di Tanah Air kita tidak bisa diingkari. Karena itu
perbedaan tidak menjadi alasan untuk mengotakkan kelompok masyarakat dan
menghambat partisipasi mereka dalam pembangunan, baik pembangunan politik,
ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Menurut Emil Salim, pada era reformasi ini, masyarakat Indonesia sedang
menuju kohesi sosial atau perekatan masyarakat, bukan perpecahan. Karena itu
perbedaan etnis, agama dan kelompok tertentu jangan dijadikan senjata untuk
menghilangkan kesempatan seseorang berkiprah dalam politik.

''Partai politik harus bersaing sehat untuk memperoleh duku- ngan masyarakat
dengan menawarkan program masing-masing. Kalau orang mau memilih partai
tertentu jangan dihalangi hanya karena perbedaan latar belakang ras,
kelompok, agama,'' katanya.

Mengadu Domba

Sementara itu, Forum Perjuangan Mencerdaskan Bangsa (Formasa) sangat
menyesalkan dan menyayangkan selebaran-selebaran gelap berbau SARA yang
belakangan ini banyak disebar di tempat-tempat keramaian, termasuk tempat
ibadah. Selebaran-selebaran itu dinilai dapat mengadu domba umat beragama,
tidak
menghargai dan menghormati hak-hak warga negara dalam menentukan pilihannya,
serta yang paling utama membodohi rakyat dengan menggunakan isu agama
untuk tujuan politik kelompok tertentu.

''Kami sangat menyesalkan dan menyayangkan masih dipakainya isu-isu agama
oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan politik kelompoknya.
Termasuk seruan MUI yang masih memakai pola Orde Baru, padahal MUI seharusnya
bisa mengayomi seluruh umat Islam dan bukan malah membuat resah umat
Islam dengan seruan yang dikeluarkannya,'' tegas Sekjen Formasa, Drs Farchan
Fitrianta MM, kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (5/6) malam.

Untuk meng-counter selebaran-selebaran dan seruan MUI itu, Formasa menyerukan
kepada seluruh komponen bangsa untuk menjaga kesatuan da keutuhan
bangsa dengan tetap saling menghargai dan menghormati hak-hak setiap warga
negara untuk menentukan pilihannya sesuai akal pikiran, penalaran dan hati
nurani
pada pemilu Senin besok.

Rakyat Indonesia diminta memilih partai politik yang mampu membuktikan
kecintaannya kepada rakyat dengan melakukan penentangan terhadap kezaliman,
kesewenangan dan kekuasdaan yang korup, sekaligus mampu menghargai pluralitas
dan persamaan hak tanpa membedakan asal usul suku, agama, ras dan daerah,
serta tidak merupakan penjelmaan dari status quo.

Tidak memilih partai politik yang melakukan pembodohan dan mengeksploitasi
dan sentimen kedaerahan untuk dipertentangkan dan dijadikan alat perpecahan
sesama warga bangsa.

Pendapat senada disampaikan PMII cabang Universitas Indonesia yang
menyatakan, menolak dengan tegas penggunaan simbol-simbol agama sebagai
komoditas
politik untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan serta mendiskreditkan
kelompok lain secara emosional dan tidak fair.

Kepada seluruh rakyat diserukan untuk tetap menggunakan hakl pilihnya
berdasarkan hati nurani yang ikhlas dan tidak terpengaruh provokasi-provokasi
tak sehat
dan cenderung memecah belah. (142/141)

Kirim email ke