Nah, kenapa tidak untuk "kondisi jalan di Bojong Depok baru" untuk dibuatkan reportase (beserta gambar) dan dikirimkan ke Republika, seperti halnya dibawah ini.
----------------------------------------------------------------------------------------------------- Rabu, 07 Nopember 2007 Genre Baru Bernama Citizen Journalism "Kalau mau kirim berita ke Republika bisa tidak?" Pertanyaan itu sering diterima wartawan Republika, terutama ketika koran ini baru pertama terbit pada 4 Januari 1993. Ada gairah yang meluap dari masyarakat ketika koran ini terbit. Publik menilai koran yang ada selama ini tak mewakili aspirasi atau tak bisa menyentuh aktivitas mereka. Walau wartawan atau pers menerjemahkan dirinya sebagai media komunikasi publik, bahkan disebut sebagai pilar keempat dari demokrasi karena eksekutif, legislatif, dan yudikatif tak mampu merawat aspirasi publik, namun dalam praktiknya, media massa terjebak pada kerangkeng institusionalisasi suatau lembaga. Maksudnya, ia telah menjelma menjadi institusi yang mandiri dari publik yang melahirkannya. Jika di masa lalu media massa menjadi milik para wartawannya, kini bahkan media massa menjadi milik para pemodal. Jika pemodal berselingkuh dengan kekuasaan, maka pers tak lagi menjadi 'fasos-fasum' kekuatan masyarakat dan gagal menjadi pilar keempat demokrasi. Pers menjadi benda asing bagi masyarakatnya, bahkan menjadi kekuatan yang justru bisa membahayakan masyarakat. Contoh-contoh konkret adalah sikap media terhadap pornografi, perjudian, pelacuran, pencemaran lingkungan, pembalakan liar, perdagangan bebas, korupsi, kekerasan, sadisme, hedonisme, kapitalisme, penyelundupan, dan sebagainya. Media menjadi sesuatu yang dicurigai sebagai agen pencemaran dalam keluarga. Media menjadi tak ramah terhadap keluarga, merusak nilai-nilai moral masyarakat, dekaden, dan membahayakan peradaban. Bahkan, di negara-negara otoriter, media massa menjadi organ pemerintah yang represif. Media mengalami alienasi. Dia tak tahu lagi mana yang dibutuhkan masyarakat pembacanya. Nilai-nilai kekeluargaan, persahabatan, dan kemanusiaan menjadi barang mewah dalam media. Kebebasan informasi menjadi kehilangan orientasi. Tujuan untuk mencapai kebenaran umum menjadi tereduksi ke dalam kebenaran wartawan, pemodal, dan elite masyarakat yang paling banyak menjadi narasumber. Jika demikian, demokrasi terancam dan masyarakat tersesatkan oleh informasi yang terdistorsi. Namun, kini, lahir genre baru yang disebut Citizen Journalism. Ada pula yang menyebutnya sebagai Public Journalism, Participatory Journalism, maupun Interactive Journalism. Pembaca, pemirsa, dan pendengar bukan lagi hanya menjadi objek dari media massa tapi menjadi subjek. Mereka yang merencanakan, mereportase, dan menerbitkan sendiri. Jika kita akrab dengan media internet, maka kita sudah mulai familier dengan genre ini. Situs Yahoo!, BBC, MSNBC, dan sebagainya menyediakan portal khusus untuk informasi dari dan untuk pembacanya. Di Yahoo! ada portal "people of the web" untuk cerita dan "you witness news" untuk foto dan video. Di BBC ada "eyewitness tales, readers' stories of reuniting, photos from survivors", dan "survivor amateur videos". Di MSNBC ada "citizen journalists report". Tentu yang paling fenomenal adalah situs Oh My News. Berkantor pusat di Seoul, Korea Selatan, situs ini pertama terbit 22 Februari 2000 dengan moto "Setiap Warga adalah Seorang Reporter". Kini mereka memiliki 60 ribu reporter di seluruh dunia. Isinya 80 persen berasal dari citizen journalists, sisanya oleh 'wartawan tradisional' yang jumlahnya 40-an orang. Partisipasi terbatas atau Citizen Journalism jenis "old fashion" bisa ditemui di televisi dan radio. Yaitu, ketika pemirsa dan pendengar bisa berdialog dengan narasumber. Hal serupa juga bisa ditemui dalam media cetak dalam rubrik surat pembaca, tanya-jawab, maupun opini. Dalam banyak hal, media cetak adalah yang paling besar diberi tanda tanya untuk bisa menerapkan Citizen Journalism. Namun, di sejumlah koran lokal di Eropa dan Amerika Serikat, jenis jurnalisme ini mulai diterapkan. Republika sudah menerapkan Citizen Journalism itu sejak 7 Januari 2007 lewat rubrik "Foto Kenangan" dan rubrik "Foto Bidikan Anda". Rubrik ini mendapat sambutan yang hangat dari pembaca. Tentu saja telah membawa manfaat bagi pembaca. Salah satunya adalah kisah foto yang terbit 9 September 2007. Foto bertajuk ''Santri Muda'', bertahun 1968, bergambar anak-anak Pengajian Chairul Falah, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Akibat pemuatan foto itu, silaturahim yang terputus hampir 30 tahun pun tersambung kembali. Hal serupa terjadi setelah pemuatan foto "Sekolahku yang Kusayang" kiriman Fauzy BR. Ini dua contoh kasus yang secara tak sengaja diketahui redaksi. Kini, Republika ingin memperbanyak kandungan Citizen Journalism. Anda pasti sudah membaca iklannya di koran ini. Sebentar lagi akan diiklankan di televisi dan radio. Ada empat rubrik lagi yang kami sediakan. Semuanya di edisi Ahad. Yaitu, rubrik "Laporan Utama", Remaja, Boga, dan Griya. Pada rubrik "Laporan Utama", kami akan menyampaikan topiknya, lalu para pembaca selaku citizen journalist yang melakukan reportase. Para redaktur kami yang akan merangkumnya menjadi laporan yang enak dibaca. Pada rubrik "Remaja", Republika memberikan kesempatan luas bagi remaja usia SMP dan SMA untuk membuat laporan tentang aktivitasnya di sekolah, lingkungan rumah, maupun di organisasi dan kelompoknya. Laporan bisa dibuat perorangan, berkelompok, maupun melalui klub jurnalis di sekolah dan organisasi. Sedangkan di rubrik "Griya" dan "Boga", para pembaca mendapat kesempatan luas untuk mengusulkan rumah dan masakannya untuk dimuat di Republika. Anda bisa ikut mejeng saat memasak maupun di salah satu sudut rumah Anda. Nicholas Lemann, profesor di Columbia University Graduate School of Journalism, New York City, Amerika Serikat, mencatat, bahwa kelahiran jurnalisme publik dimulai melalui gerakan pada Pemilu 1988. Saat itu publik mengalami erosi kepercayaan terhadap media-media mainstream seputar pemilihan presiden AS. Oh May News mengalami sukses luar biasa juga dipicu oleh pemilihan presiden Korsel. Lemann mencatat, situs ini merupakan media terbesar yang menerapkan Citizen Journalism. Citizen Journalism adalah perlawanan. Perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal. Namun, lebih dari itu, Citizen Journalism adalah penemuan kembali kemanusiaan, persahabatan, dan kekeluargaan. Setiap orang adalah subjek yang berhak merumuskan sendiri kebutuhannya. Republika adalah jembatan penemuan diri tersebut, karena kini kita semua adalah wartawan Republika. (nasihin masha )