http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/02/opi01.html
Awas, Pulau Pasir Lepas dari NKRI Oleh Yosef Sumanto Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan di provinsi Kalimantan Timur (Kaaltim) ke Malaysia, merupakan potret buram bangsa ini dalam memperjuangkan hak-hak kedaulatan bangsa dan integritas teritorial di mata dunia. Beralihnya status kepemilikan kedua pulau itu, seharusnya memberi spirit bagi bangsa ini, khususnya pemerintah, untuk melihat dan mendata pulau-pulau terluar yang masuk dalam wilayah teritorial Indonesia, salah satunya pulau Pasir. Pulau Pasir adalah salah satu pulau terluar di bagian selatan wilayah Indonesia, hanya 60 mil laut dari garis pantai Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan 200 mil dari pantai barat Australia. Pulau paling selatan di Indonesia itu merupakan tempat hunian nenek moyang asal Pulau Rote (sebagai buktinya, adanya kuburan-kuburan nenek moyang orang Rote di sana), tempat melepas lelah setelah menempuh perjalanan semalam suntuk untuk menangkap ikan, tripang dan lola sebagai nafkah hidup. Namun, sejak tahun 1970-an, pulau itu menjadi pulau kenangan. Kepemilikan pulau itu telah beralih ke Australia yang kemudian menamakannya Ashmore Island. Banyak kisah menyayat kalbu, ketika nelayan-nelayan tradisional Indonesia asal Pulau Rote Provinsi NTT, pergi melaut di Pulau Pasir dan sekitarnya. Mereka harus menghadapi sikap represif Pemerintah Federal Australia Utara, yang tidak manusiawi. Hasil tangkapan ikan, lola dan tripang diambil, perahu tradisional dibakar serta mereka harus mendekam dalam sel tahanan di Darwin. Itulah kehidupan nelayan tradisional Indonesia: "terasing di pulaunya sendiri". Kasus Pulau Pasir sejatinya akan menjadi kasus Pulau Sipadan dan Ligitan jilid II, jika sikap pemerintah kita belum memiliki keberanian untuk melihatnya sebagai suatu masalah kebangsaan dan kenegaraan kita. Diplomasi kita di masa lalu lemah dan mengalah, yang secara eksplisit mengakui kepemilikan Pulau Pasir bagi Australia, sebagaimana tertuang dalam nota kesepakatan bersama (Memorandum of Understanding) RI dan Australia yang ditandatangani 7 November 1974. Pelestarian Lingkungan Memorandum itu melarang nelayan Indonesia (nelayan Rote) menangkap ikan, tripang dan lola di sekitar gugus perairan Pulau Pasir, di mana terdapat Pulau Satu (West Island), Pulau Dua (Middle Island), Pulau Tiga (East Island). Semuanya sekitar 60 mil laut dari pantai Pulau Rote, NTT. Nelayan tradisional Indonesia (dari Rote) hanya diperbolehkan masuk ke West Island Lagoon di Cagar Alam Nasional Pulau Pasir (Ashmore Island) untuk tujuan berlindung dan mengambil air dari pompa yang ada di West Island (Pulau Satu). MoU 1974 itu kemudian ditinjau kembali melalui penandatangan bersama Pemerintah Indonesia dan Australia pada tahun 1989. Intinya, pertama, Pemerintah Australia (Department of the Environment and Heritage) menyiapkan rencana pengelolaan cagar alam untuk melindungi keunikan biodiversitas cagar alam, melindungi ekosistem lautnya yang unik. Karena cagar alam tersebut menjadi tempat berkembang biak dan migrasi burung yang banyak jumlah dan jenisnya serta juga menjadi tempat menyediakan makanan dan pembiakan penyu serta habitat untuk ikan dugong (sejenis duyung). Kedua, cagar alam ini juga dimanfaatkan untuk melindungi objek-objek budaya yakni artefak Indonesia, seperti sisa-sisa bahan-bahan tembikar, batu-batu balas, rak penjemuran ikan, kuburan dan artafek Eropa seperti bangkai kapal dan sebuah pesawat udara yang jatuh di Perang Dunia II di Cartier Island (Pulau Baru). Yang menjadi ancaman terhadap cagar alam tersebut adalah pengambilan teripang dan lola (trochus), penangkapan ikan hiu secara berlebihan dan kunjungan kapal-kapal ilegal yang memungkinkan memasukan hama dan bahan pengotor udara (hydrocarbon dan plastik) serta panen species secara gelap, gangguan terhadap burung-burung, habitat dan obyek budaya. Semua tempat lain di Cagar Alam Nasional Pulau Pasir (Ashmore Island) dinyatakan tertutup untuk umum termasuk nelayan Rote (Indonesia). Nelayan Indonesia hanya diperbolehkan menangkap ikan di Laguna West Island, asalkan segera untuk dimakan. Pemerintah Australia juga menutup akses ke Cagar Alam Maritim Cartier Island. Karena menurut mereka pulau tersebut merupakan bekas latihan militer dan tidak bisa dijamin bahwa daerah itu bebas dari bahan-bahan peledak militer yang masih aktif serta risiko bom yang belum diledakan akan membahayakan keselamatan. (Data Laporan Pemerintah NTT, saat kunjungan kerja Menteri Perikanan dan Kelauatan di Kupang NTT). Pelajaran Berharga Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan suatu pengalaman berharga bangsa ini dalam menjaga kedaulatan bangsa dan integritas teritorial. Karena itu semua kita berharap kasus Pulau Sipadan dan Ligitan tidak terulang untuk Pulau Pasir di provinsi NTT. Dengan begitu, menjadi kewajiban pemerintah pusat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat NTT, khususnya nelayan tradisional asal Rote yang dirugikan akibat ke-salahan dan kelemahan diplomasi masa lalu serta mengada-kan renegosiasi atas semua per-janjian yang telah dibuat berhubungan dengan pengelolaan Pulau Pasir. Meninjau kembali semua perjanjian, termasuk yang sebelum MoU 1974 dan 1989, yang secara eksplisit melegitimasi kepemilikan Pulau Pasir bagi Australia. Membuat perjanjian yang menetapkan garis batas ZEE antara RI dan Australia, (mengingat berbagai masalah, baik yang ditimbulkan baik oleh nelayan tradisional Indonesia maupun pihak Australia). Persetujuan RI-Australia tentang batas ZEE tahun 1972, perlu disesuaikan dengan mengacu Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982. Pemerintah juga harus membela dan memperjuangkan hak-hak nelayan tradisional Indonesia (Rote) untuk mencari nafkah di Pulau Pasir, termasuk mengadakan pembelaan terhadap nelayan Indonesia di Pengadilan Australia dan membantu pemulangan kembali para nelayan itu ke Indonesia. Jalan tengah yang bisa ditempuh nampaknya adalah pembentukan konsorsium bersama Indonesia dan Australia untuk mengelola Pulau Pasir dan sekitarnya. Karena Indonesia dalam hal ini provinsi NTT mempunyai hak yang sama atas sumber daya alam yang terdapat di Pulau Pasir dan sekitarnya. Penulis Pengurus Pusat PMKRI Periode 2004-2006 Copyright © Sinar Harapan 2003 ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/