MEDIA INDONESIA
      Kamis, 03 Maret 2005

      OPINI


      Bola Salju Kenaikan BBM

      A Prasetyantoko, Pengajar Unika Atma Jaya, Jakarta
     
      KALAU kita hendak membaca pikiran ekonom di pemerintahan ketika menaikkan 
harga BBM, tampaknya harus mengacu kepada tiga persoalan, yaitu 
pertumbuhan/jumlah output produksi (pasar barang dan jasa), harga (pasar uang), 
dan pengangguran (pasar tenaga kerja).

      Kenaikan harga BBM, tentu saja, tak lepas dari usaha untuk menciptakan 
keseimbangan umum baru dengan memerhatikan semakin menipisnya sumber dana 
pemerintah. Satu hal yang melegitimasi kebijakan tersebut adalah janji 
pemerintah untuk memberikan kompensasi terhadap kelompok miskin melalui 
penambahan subsidi di bidang pangan, kesehatan, dan pendidikan. Legitimasi itu 
juga terletak pada fakta bahwa subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kelompok 
kelas menengah atas. Meskipun, fakta ini tidak ada hubungannya dengan kenyataan 
lain yaitu bahwa manakala subsidi BBM dicabut, rakyat miskin menjadi lebih 
sejahtera. Sistem perekonomian di negeri kita sangat unik, dengan menempatkan 
kelompok menengah-atas sebagai pihak yang selalu diuntungkan.

      Terobosan pemerintah mencabut subsidi BBM dan menyalurkannya kepada 
kelompok miskin adalah salah satu solusi untuk mengatasi kegagalan sistem pasar 
dalam mendistribusikan ketimpangan sumber daya ekonomi (antara kelompok 
menengah-atas dan kelompok miskin). Tetapi dengan pengandaian bahwa institusi 
pemerintah bisa dipercaya melakukannya. Pasar memang sering gagal melakukan 
distribusi pada kelompok miskin (market failure). Namun, intervensi pemerintah 
juga mengandung risiko kegagalan (government failure), manakala aparat 
pemerintah tidak bersih dari perilaku korupsi.

      Dengan asumsi ini, legitimasi pengalihan subsidi (baca: kenaikan BBM) 
hanya akan diperoleh manakala pemerintah benar-benar serius memberantas korupsi 
di jajaran birokrasinya. Sudahkan pemerintah melakukannya? Ini adalah pokok 
perdebatan yang lain lagi.

      Dengan dicabutnya subsidi BBM, pemerintah berniat menyalurkan dana 
pembangunan berbagai fasilitas infrastruktur sebesar kurang lebih Rp3,3 
triliun. Sekitar 11 ribu desa miskin di 419 kabupaten di seluruh Indonesia 
ditargetkan akan menerima dana kompensasi tersebut. Setiap desa diperkirakan 
akan mendapatkan jatah kurang lebih Rp300 juta.

      Pertama, jumlah ini tidak cukup banyak untuk menopang pembangunan 
infrastruktur yang berjangka panjang. Jangan-jangan program ini hanya akan 
bersifat tambal sulam. Seperti program KKN (kuliah kerja nyata) para mahasiswa 
saja, yang bukan berorientasi pada peningkatan kualitas infrastruktur, tetapi 
sekadar menghabiskan dana serta memenuhi tuntutan program belaka.

      Hal kedua, siapa yang bisa menjamin jumlah tersebut akan benar-benar 
sampai ke penerima akhir (ultimate user)? Seberapa pun usaha untuk mengawasi 
aliran dana tersebut, paling yang bisa dilakukan adalah mengawasi hingga ke 
unit-unit desa. Padahal, tidak menutup kemungkinan korupsi dilakukan oleh si 
penerima akhir sendiri. Tak sedikit cerita aliran Jaring Pengaman Sosial (JPS) 
yang dibelikan kambing, tanah, atau mobil oleh aparat desa.

      Selain akan disalurkan untuk pembangunan infrastruktur, kompensasi 
kenaikan BBM juga akan disalurkan lewat distribusi beras untuk masyarakat 
miskin. Ditargetkan sebanyak kurang lebih 8,6 juta kepala keluarga akan 
menerima distribusi beras tersebut. Demikian pula di bidang kesehatan, dana 
kompensasi ditargetkan mampu mencakup dana pemeliharaan kesehatan bagi 
masyarakat miskin sebanyak 36,1 juta jiwa. Sementara di bidang pendidikan, 
target program kompensasi adalah memberikan beasiswa kepada 9,6 juta siswa 
(mencakup siswa SD, SMP, dan SMA).

      Tentu saja, gagasan kompensasi ini kita hargai sepenuhnya sebagai 
terobosan kebijakan yang berorientasi mengangkat kelompok miskin. Tetapi sekali 
lagi, keraguan terletak pada perangkat birokrasi serta tipikal masyarakat kita 
yang cenderung memanfaatkan setiap peluang untuk kepentingan pribadi. Tipikal 
sistem pasar yang tidak bekerja dengan baik adalah diliputi oleh para 
penunggang bebas (free-riders) dan perilaku oportunis. Apalagi, karakter 
perekonomian di negeri kita masih banyak aktivitas ekonomi yang bersifat tidak 
formal (underground economy).

      Gejala kegiatan penunggang bebas tak sulit ditemukan. Misalnya saja, di 
Bengkulu harga eceran minyak tanah naik hingga Rp1.500 per liter, menyusul 
rencana pemerintah menaikkan harga BBM secara nasional. Padahal, berdasarkan 
Surat Keputusan (SK) Gubernur Bengkulu, harga eceran tertinggi (HET) minyak 
tanah adalah Rp900 per liter.

      Secara makro, dampak pencabutan subsidi BBM tidaklah terlalu signifikan. 
Begitu berbagai skenario yang diperoleh dari simulasi-simulasi menggunakan 
model-model ekonomi. Hasil kajian Bank Dunia menunjukkan bahwa kenaikan harga 
BBM sebesar 20-30 persen akan meningkatkan inflasi sebesar 1 hingga 2 persen 
saja. Demikian juga simulasi yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi 
dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) menunjukkan, kenaikan rata-rata 
30 persen harga BBM akan berdampak pada peningkatan laju inflasi sebesar 0,7 
hingga 1,2 persen saja.

      Di atas kertas, kenaikan harga BBM memang hanya berdampak kecil. Namun, 
kenyataannya kenaikan tersebut akan menimbulkan dampak psikologis yang belum 
jelas besarnya. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Choiril Maksum mengatakan 
kenaikan harga BBM sebesar 25% hingga 65% hanya memberikan andil langsung 
inflasi antara 0,37% hingga 1,3%. Namun, sumbangan inflasi yang ditimbulkan 
oleh dampak psikologis kenaikan harga BBM dapat mencapai dua kali lipat andil 
langsung (Media Indonesia, (26/2).

      Hal yang pasti, kenaikan BBM akan memicu kenaikan harga di sektor yang 
lain. Para pengusaha angkutan kota sudah menuntut penyesuaian (kenaikan) tarif 
angkutan begitu harga BBM dinaikkan. Demikian juga dengan Tarif Dasar Listrik 
(TDL). Direktur Utama PT PLN (Persero) Eddie Widiono mengatakan, bila tidak 
dilakukan penyesuaian TDL, PLN akan mengalami kerugian Rp3,2 triliun. Sudah 
pasti, kenaikan BBM akan diikuti oleh kenaikan di sektor yang lain. Dan 
ujungnya memberatkan kelompok miskin juga. Statistik, modeling dan teori 
ekonomi hanya bisa menyodorkan angka, tetapi cenderung luput memahami realita.

      Rupanya, kenaikan BBM akan berbuntut panjang. Dan jangan dilupakan, 
kasak-kusuk di Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) sudah menunjukkan tanda-tanda 
bahwa kenaikan BBM akan dijadikan momentum untuk sebuah permainan politik yang 
hingga kini belum ketahuan arah sekaligus muaranya.

      Dan lagi, mengandaikan pemerintah akan menjalankan tugasnya dengan baik 
dalam mengalihkan subsidi dari kelompok menengah-atas kepada kelompok miskin 
memiliki risiko yang sangat tinggi. Jadi, sambil berharap bola salju kenaikan 
BBM tidak berubah menjadi gulungan liar yang destruktif, hendaknya kita sebagai 
masyarakat juga semakin keras menuntut pemerintah agar serius membersihkan 
institusi birokrasinya dari para koruptor.

      Termasuk para koruptor yang berseliweran di sekitar jajaran kabinet**
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke