Refleksi : Selama kaum kleptokratik neo-Mojopahit memegang kemudi bahtera  
kekuasaan negara selama itu kemiskinan dan kekurangan gizi akan selalu menjadi 
beban kehidupan warga masyarakat yang tak terhindari. 


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=54666:gizi-dan-kemiskinan&catid=78:umum&Itemid=139
    


      Gizi dan Kemiskinan      
      Oleh : Mandroy. P 


      Indonesia, banyak yang mengatakan bahwa kita adalah negara yang kaya akan 
segalanya Namun apa fakta yang terjadi dalam masyarakat kita? Kemiskinan 
terjadi dimana-mana. 

      Sejak terjadinya krisis multidimensi yang melanda Indonesia, hingga saat 
ini masalah gizi dengan kondisi masalah gizi kurang pada balita di atas 20 
persen. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan sumber daya manusia 
Indonesia ke depannya. Masalah yang dihadapi Indonesia disebabkan 21,5 persen 
remaja atau wanita usia subur menderita Kekurangan Energi Kronik (KEK), yang 
menyebabkan bayi yang dilahirkan akan mengalami berat Badan Lahir Rendah 
(BBLR). Bukan hanya itu saja, 24,6 persen anak balita juga menderita gizi 
kurang, serta 36,3 persen anak usia masuk sekolah termasuk pendek (tinggi badan 
tidak sesuai dengan umur).

      Kehidupan penduduk Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Bahkan jumlah 
penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia) 
pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Kemiskinan memiliki 
variasi manifestasi mencakup kekurangan pendapatan, sumberdaya produktif untuk 
menjamin kehidupan yang layak dan langgeng, kelaparan dan gizi kurang, 
keterbatasan akses terhadap pendidikan dan layanan dasar, morbiditas dan 
mortalitas karena penyakit meningkat, perumahan yang tidak layak bahkan tidak 
memiliki rumah, lingkungan tidak aman, diskriminasi dan eksklusi sosial. 

      Pengalaman menunjukkan bahwa menjangkau masyarakat miskin tidaklah mudah, 
sehingga meski kita telah merdeka hampir 65 tahun, masih saja dijumpai penduduk 
miskin, lapar, dan gizi kurang. 

      Gizi

      Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi 
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, 
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan 
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan 
energi. Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang mengandung 
unsur-unsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas (fungsinya), 
maupun kuantitas (jumlahnya).

      Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan 
gizi, kesehatan, dan kedokteran. Dunia pers lebih suka pakai istilah "busung 
lapar" meskipun anak yang gizi buruk belum tentu kelaparan. Yang tepat 
sebenarnya kelaparan tidak kentara (hidden hunger) karena mereka hanya kenyang 
karbohidrat, tetap "lapar" banyak zat gizi lainnya.

      Gizi buruk ini merupakan bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya 
kekurangan gizi. Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat 
diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal dua 
tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur 
menurut suatu standar Organisasi Kesehatan Dunia, dia bergizi baik. Kalau 
sedikit di bawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis Apabila 
jauh di bawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi, istilah gizi buruk adalah 
salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut.

      Anak yang bergizi kurang, berarti kekurangan gizi pada tingkat ringan 
atau sedang, belum menunjukkan gejala sakit. Dia seperti anak-anak lain, masih 
bermain dan sebagainya, tetapi jika diamati dengan saksama badannya mulai kurus.

      Dari sekitar 5 juta anak balita (27,5 persen) yang kekurangan gizi, lebih 
kurang 3,6 juta anak (19,24 persen) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta 
anak gizi buruk (8,8 persen) (BPS, 2005).

      Meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit, kasus gizi buruk lebih cepat 
menarik perhatian media masa karena dapat dipotret dan kelihatan nyata 
penderitaan anak: sakit, kurus, bengkak (busung), dan lemah. Mereka mudah 
dikenal dan dihitung karena dibawa ke rumah sakit. Keluarga dan masyarakat 
tidak dapat berbuat banyak bagi anak yang gizi buruk terutama bagi mereka yang 
masih hidup di bawah garis kemiskinan tersebut.

      Berbeda dengan anak yang gizi kurang, meskipun jumlahnya lebih banyak, 
mereka kurang mendapat perhatian karena tidak mudah diketahui umum. Padahal, 
kelompok anak ini adalah kandidat gizi buruk apabila tidak dilakukan upaya 
pencegahan. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orangtua dan masyarakat untuk 
menjaga agar anak yang sehat dan bergizi kurang terhindar dari gizi buruk.

      Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memantau pertambahan 
berat badan anak (terutama baduta) dengan kartu menuju sehat (KMS) di posyandu, 
dengan syarat bahwa posyandunya masih melakukan fungsi utamanya, yakni 
melakukan pemantauan berat badan anak dengan baik dan benar. Menurut 
penelitian, banyak posyandu yang tidak lagi melakukan fungsi tersebut dengan 
baik dan benar. Banyak orang berpendapat bahwa terus maraknya kasus gizi buruk 
di desa-desa salah satu sebab utamanya adalah tidak berfungsinya posyandu 
dengan baik dan benar.

      Bukan hanya untuk anak balita dan anak anak saja, tetapi untuk kelompok 
umur remaja, bahkan dewasa pun banyak mengalami gizi kurang atau dapat 
dikatakan status gizinya tidak baik. Dan hal ini dapat kita lihat dari keadaan 
fisiknya juga, apakah seseorang itu mengalami masalah gizi dalam kehidupannya 
sehari-hari atau kita dapat menanyakan apakah mereka mengalami penyakit yang 
membuat mereka tidak selera makan dan terganggunya metabolisme makanan dalam 
tubuh. Dan yang lebih utama lagi bagaimanakah keluarga apakah sanggup memenuhi 
kebutuhan gizi sehari-hari yang dipengaruhi satus ekonomi dan kemiskinan yang 
melanda keluarga tersebut.

      Kemiskinan

      Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang atau sekelompok tidak 
dapat memenuhi kebutuhannya secara maksimal disebabkan tidak produktif dan 
penghasilan yang tak mencukupi. Data kemiskinan berasal dari pendataan yang 
dilakukan oleh BKKBN. Pengertian keluarga miskin adalah suatu keluarga yang 
tidak dapat memenuhi salah satu indikator atau lebih dari enam indikator 
penentu kemiskinan alasan ekonomi yaitu pangan, sandang, papan, penghasilan, 
kesehatan, dan pendidikan. 

      Secara garis besar indikator yang digunakan untuk menentukan keluarga Pra 
KS adalah alasan ekonomi yang terdiri dari (1) indikator penentu kemiskinan, 
yang meliputi pangan, sandang, papan; (2) indikator penyebab, dilihat dari 
penghasilan; dan (3) Indikator Pendukung, meliputi variabel kesehatan dan 
pendidikan. 

      Secara umum kemiskinan sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan 
berdampak dalam segala hal termasuk kesehatan (status gizi dan penanggulangan 
penyakit), pendidikan, hak kepemilikan dan lain-lain. Kemiskinan yang masih 
banyak dialami oleh bangsa Indonesia menimbulkan masalah gizi di mana-mana 
bahkan banyak terjadi busung lapar di daerah daerah di Indonesia.

      Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Data 
dari Indonesia dan di negara lain menunjukkan adanya hubungan antara kurang 
gizi dan kemiskinan. Proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding 
terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi 
persentase anak yang kekurangan gizi; makin tinggi pendapatan, makin kecil 
persentasenya.

      Hubungannya bersifat timbal balik. Kurang gizi berpotensi sebagai 
penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas. Sebaliknya, 
kemiskinan menyebabkan anak tidak mendapat makanan bergizi yang cukup sehingga 
kurang gizi dan seterusnya.

      Kemiskinan merupakan penghambat keluarga untuk memperoleh akses terhadap 
ketiga faktor penyebab di atas. Kemiskinan tidak memungkinkan anak balita 
mendapat MPASI yang baik dan benar.

      Kemiskinan dan pendidikan rendah membuat anak tidak memperoleh pengasuhan 
yang baik sehingga anak tidak memperoleh ASI, misalnya. Kemiskinan juga 
menghambat anak memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.

      Apakah dengan demikian untuk mencegah gizi buruk harus menunggu 
berhasilnya pembangunan ekonomi sampai masalah kemiskinan dituntaskan? 
Masalahnya berapa lama kita harus menunggu perbaikan ekonomi, dan membiarkan 
anak-anak mati akibat gizi buruk. Kita tahu pembangunan ekonomi rakyat dan 
menanggulangi kemiskinan memakan waktu lama. Pada masa Orde Baru diperlukan 
waktu lebih dari 20 tahun untuk mengurangi penduduk miskin dari 40 persen 
(1976) menjadi 11 persen (1996).

      Data empiris dari dunia menunjukkan bahwa program perbaikan gizi dapat 
dilakukan tanpa harus menunggu rakyat menjadi makmur, tetapi menjadi bagian 
yang eksplisit dari program pembangunan untuk memakmurkan rakyat (Soekirman, 
Pidato Pengukuhan Guru Besar IPB, 1991).

      Hal ini sudah dilakukan pemerintah sejak Orde Baru dalam berbagai program 
Repelita. Sejak krisis ekonomi tahun 1998 dilakukan program JPS dan 
penanggulangan kemiskinan. Pertanyaannya, mengapa masih juga muncul gizi buruk. 
Tentunya ada penyebab tidak langsung lain yang lebih pokok dan salah satunya 
adalah KKN.

      Penyakit KKN mengurangi efektivitas pelaksanaan program sehingga program 
dan proyek yang ditujukan untuk memperbaiki berbagai faktor penyebab (ketahanan 
pangan, pengasuhan anak, dan pelayanan kesehatan) tidak tampak dampaknya.

      Pernyataan rasanya masih relevan sampai saat ini. Selama penyakit KKN 
belum dapat dituntaskan, kemiskinan dan gizi buruk sepertinya akan masih 
menghantui anak balita di beberapa wilayah di negeri kita.***

      Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke