http://www.indomedia.com/bpost/032005/4/opini/opini1.htm Jumat, 04 Maret 2005 02:01
Hidup Kita Kini Makin Sekuler Oleh : RE Nadalsyah Globalisasi yang menyentuh hampir segenap penjuru bumi, memudahkan orang mengakses informasi yang mengusung kepelbagaian budaya, tradisi dan pranata sosial bangsa-bangsa, yang berbeda keyakinan dan identitasnya dengan kita yang mayoritas muslim. Globalisasi dengan seragam modernisasi itu juga membuka peluang masuknya unsur budaya asing, khususnya budaya Barat. Salah satu tren globalisasi ialah sekulerisme yang sangat concern dengan budaya Barat yang serba bebas, glamour dan materialistis, namun secara diametral bertentangan dengan akidah Islam. Dalam sejarahnya, sekulerisme sebenarnya misi yang dibawa Barat ke berbagai negara khususnya negara Islam. Adalah Mesir yang dikenal sebagai jantung dunia Islam, negara yang pertama kali menjadi tempat berlabuhnya imperialisme Barat lewat serbuan Kaisar Napoleon Bonaparte (1769-1821). Salah satu sasarannya ialah menjajah akal, mengganti pola pikir dan identitas bersamaan dengan pendudukan negeri, eksploitasi sumber alam dan perbudakan manusia. Sekulerisme berkembang seiring era pencerahan Barat (renaissance) yang ditandai pemisahan antara hal yang berdimensi duniawi (bumi) dengan ukhrawi (langit), serta pembebasan manusia dari ikatan dan batasan syariah Tuhan. Jelasnya, negara sekuler mengatur masyarakat menurut peraturan akal, hanya untuk mewujudkan kemaslahatan duniawiah. Sedangkan Islam bertolak dari aturan syariah untuk meraih kebaikan duniawiah juga akhirat. Atau mengutip ungkapan Imam Ghazali (1058-1111), perbedaan keduanya, yang pertama memandang dengan visi akal yang lepas dari tuntutan syara', sedangkan yang kedua yaitu Islam memandang dengan akal dalam batasan syariah. Akal disertai syara' menurut beliau adalah 'cahaya di atas cahaya'. Dalam perkembangannya, sekulerisme menjadi acuan kebijakan yang mampu menggeser ajaran Islam. Di Tunisia, penjajah Perancis menerapkan undang-undang sekuler untuk menyingkirkan syariat Islam. Begitu pula di Mesir pascapendudukan Inggris. Untuk mewujudkan misi tersebut, seperti biasanya Barat tidak pernah bersikap terang-terangan. Mereka berdalih, masuknya Barat ke Timur tidak mengatasnamakan penjajah, melainkan atas nama pembangunan dan penyebaran peradaban. Adagium ini tidak berbeda dengan yang dilakukan Presiden George Bush di Afganistan dan Irak, dengan dalih demokrasi. Greg Barton Kini sekulerisme merambah ke berbagai negara, tanpa kecuali Indonesia. Ide sekular itu dalam berbagai versi dan dimensinya telah menghiasi perilaku, gaya hidup dan pola pikir sebagian anggota masyarakat, bahkan masuk ke lembaga hukum yang menjadi wilayah kekuasaan. Kendari demikian, masih ada anggapan hal itu peristiwa lumrah, hasil berinteraksi dengan kemajuan dan keterbukaan antarbangsa. Ada pula yang menilai, sekulerisasi itu urusannya pengamat, politisi, negarawan dan cendekiawan, bukan urusan masyarakat. Padahal tidak seorang pun bisa menafikan, ide sekuler itu umumnya bertentangan dengan akidah umat Islam. Tepat sekali pernyataan seorang pengamat yang juga dosen di Universitas Deakin Australia, Greg Barton. Ia mengatakan, Indonesia sebenarnya negara sekuler, tapi sekuler yang theistis. Keberadaan falsafah Pancasila yang menandai di Indonesia kewibawaan Tuhan masih diakui. (Panji Masyarakat No 13 Juli 1999). Jauh hari cendekiawan Dr Nurcholish Majid, sekitar 1970-an silam mencanangkan semboyan: "Islam Yes, Partai Islam No". Pernyataan itu dicemooh sebagai pemikiran sekuler. Faktanya, setiap kali pemilu, partai Islam selalu rontok alias tidak pernah menang mutlak atau mayoritas. Hanya, pemimpin kita termasuk kalangan pemuka agama masih 'malu-malu kucing' mengakuinya. Seyogiannya, persoalan yang berkaitan dengan akidah ini jangan dianggap sepele. Bukankah kita sudah melihat dan merasakan betapa dalamnya dampak kehidupan sekuler itu merasuki kehidupan masyarakat kita? Pada berbagai aspek budaya Barat yang bebas, permisif dan mengagungkan materi itu, membuat orang bebas pula berekspresi dengan dalih hal itu termasuk hak asasi yang bersifat pribadi. Kalangan tersebut tak merasa sungkan melangkahi tatanan sosial yang menjunjung tinggi moralitas, keberadaban dan keteraturan hidup manusia. Kebebasan yang salah kaprah itu mengantar orang kepada tindakan kontraproduktif seperti pelanggaran aturan hukum, sampai pelanggaran akidah agama. Benar, agama masuk wilayah pribadi yang tidak seorang pun berhak mencampuri. Namun kehidupan sekuler yang tidak pandang bulu ini, membuat agama terpinggirkan. Karena itu pemuka agama sendiri menyatakan sekulerisme bertentangan dengan prinsip Islam. Sebab sekulerisasi yang bertolak dari konsep dan pandangan peradaban Barat itu, lebih dekat kepada gereja yakni konsep 'membiarkan apa yang menjadi milik Kaisar kepada Kaisar, tanpa campur tangan otoritas Tuhan.' Syariat Tulisan ini tidak berpretensi memasuki wilayah yang mempermasalahkan sekulerisme versus aturan hukum kenegaraan, sekulerisme versus Islam, demokrasi dan sebagainya, yang berada di luar kemampuan penulis. Kita hanya mengkritisi dimensi yang berkaitan dengan Islam, seperti sistem sekuler Barat yang lepas dari kendali agama termasuk ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi yang membuat kehidupan menjadi tidak seimbang. Sebab agamalah yang menjamin tegaknya moralitas, memperbaiki perilaku dan mengantarkan setiap jiwa meraih kebaikan. Komitmen terhadap agama akan membawa umat menghayati nilai luhur kemanusiaan yang tidak ditemukan dalam kehidupan sekuler. Terlebih, bila berbicara soal prinsip di mana Allah SWT dengan fiqih muamalat sebagai hasil rumusan penemuan fuqaha dengan mengacu syariat, pilar, tujuan dan batasannya, tidak bisa lain kecuali harus melaksanakannya secara konsisten. Jika berbicara tentang kebebasan sebagai lawan 'penghambaan' (ubudiyyah), kebebasan tersebut bukanlah kebebasan menurut versi kaum sekuler dan penganut paham materialis yang cenderung pada hal-hal yang diharamkan agama, tetapi kebebasan yang dikendalikan dan dibatasi dengan batasan Allah. Allah SWT berfirman; "Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna ..." (QS 11:15), "Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih daripada akhirat ..." (QS 16:107), "Ada pun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal-(nya)" (QS 79:37-39). Pertanyaan yang muncul di sini, mengapa kita harus menyingkirkan agama dan mengikuti sekulerisme? Wartawan, tinggal di Banjarmasin ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/