http://www.sinarharapan.co.id/berita/0411/29/opi01.html


Irjabar Pascaputusan Mahkamah Konstitusi
Oleh Frans Maniagasi

Kesalahan terbesar yang dilakukan pemerintahan Presiden Megawati 
Soekarnoputri terhadap masyarakat dan tanah Papua adalah 
ketidak-konsistenannya melaksanakan otonomi khusus (Otsus) Papua secara baik 
dan benar. Apalagi dengan mempercepat dan memaksakan pemekaran provinsi itu 
dengan menambah provinsi-provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah 
(melalui Inpres 1/2003, 27 Januari 2003).

Sesungguhnya Pasal 76 dari UU 21/2001 (tentang Otsus Papua) telah mengatur 
pemekaran provinsi dan telah ada "kesepakatan" antara DPR (Pansus RUU Otsus 
Papua) dengan Pemerintah bahwa "setelah Otsus Papua diberlakukan maka DPR 
(Komisi II) dan Pemerintah (Mendagri) akan melakukan revisi dengan mencabut 
pasal-pasal tentang pemekaran Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah dari UU 
No. 45/1999 (Risalah Rapat Pansus RUU Otsus Papua, Sekjen DPR RI, 2001 dan 
sambutan Mendagri Hari Sabarno, 22 Oktober 2001).

Kesalahan lain dari pemerintahan Megawati adalah menunda-nunda PP tentang 
Majelis Rakyat Papua (MRP). Pada Pasal 72 ayat 2 UU 21/2001 dinyatakan, 
selambat-lambatnya setelah satu bulan draf rancangan peraturan pemerintah 
(RPP) tentang MRP diajukan oleh pemerintah provinsi maka presiden sudah 
harus mensahkannya. Hingga Megawati meninggalkan kursi presiden, tak tahu 
bagaimana nasib dari PP MRP itu.

Permasalahannya kini, apakah penyelesaian masalah Irian Jaya Barat 
pascakeputusan Mahkamah Konstitusi (11 November 2004) oleh Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono (SBY) tidak mengulang kesalahan yang sama. Mengapa ini 
patut dipertanyakan. Pertama, rakyat Papua yang mayoritas memilih SBY telah 
menaruh harapan, obsesi dan cita-cita yang tinggi bahwa melalui presiden 
pilihannya itu akan ada perubahan dan pembaruan terutama komitmen dan 
konsistensinya untuk mendorong pelaksanaan otonomi khusus Papua secara baik 
dan benar.

Ujian bagi SBY
Kedua, komitmen Presiden SBY untuk menyelesaikan "masalah" Papua dengan 
mengacu pada UU No. 21/2001. Kini rakyat Papua menunggu realisasi konkret 
komitmen itu apalagi pascakeputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang banci. 
Artinya, keputusan itu di satu pihak menyatakan UU 45/1999 batal demi hukum 
karena bertentangan dengan UUD 1945, tapi di lain pihak tetap mengakui 
keberadaan Irian Jaya Barat.

Ujian bagi SBY adalah mengeksekusi Irian Jaya Barat dengan mencabut Inpres 
1/2003 yang memberlakukan kembali UU 45/1999 yang telah batal demi hukum 
sejak diundangkannya UU 21/2001 tentang otonomi khusus Papua. Dengan 
demikian perlu dilakukan penataan pemekaran Irian Jaya Barat. Sesuai dengan 
ketentuan UU 21/2001 (Pasal 76), penataan itu haruslah diawali dengan 
presiden menerbitkan PP tentang Pembentukan MRP sesuai komitmen 100 harinya 
yang telah dinyatakan kepada delegasi tokoh-tokoh Papua yang dipimpin oleh 
Gubernur J.P. Solossa ( di Istana, 4 November 2004).

Ketiga, sebagai konsekuensi dari penataan pemekaran yang dilandasi oleh 
ketentuan Pasal 76 UU 21/2001 maka presiden menugaskan Gubernur Papua 
melalui SK atau instruksi presiden sebagai gubernur provinsi induk untuk 
melakukan penataan seperti akreditasi status dari eks provinsi Irian Jaya 
Barat menjadi wilayah pembantu gubernur atau provinsi persiapan selama lima 
tahun. Sekaligus menunjuk seorang pembantu gubernur yang bertugas 
mempersiapkan administrasi pemerintahan dan aparatur dari provinsi pemekaran 
tersebut di Manokwari

Sedangkan 26 anggota DPRD Irian Jaya Barat yang terlanjur dilantik, dilebur 
ke DPRD Papua di Jayapura sesuai dengan ketentuan kuota yang telah diatur 
dalam UU Otsus Papua. Pembiayaan kebutuhan anggota dewan ini otomatis 
menjadi konsekuensi dari provinsi induk. Keanggotaan yang mewakili Irian 
Jaya Barat di DPR RI sebanyak tiga kursi tetap saja dipertahankan, itu 
memang kuota. Juga wakil wakilnya di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Memang 
akhirnya senator Papua ada delapan orang, tapi ini konsekuensi dari 
ketidak-konsistenan kita dalam menaati aturan.

Menyangkut pejabat gubernur Irian Jaya Barat Abraham O. Ataruri, sebenarnya 
ia tidak lagi sebagai pejabat gubernur karena masa jabatannya telah berakhir 
14 November 2004 lalu. SK 213.M/2003 yang mengukuhkannya hanya berlaku satu 
tahun. Ia tidak bisa diangkat lagi karena telah diperpanjang atau dikukuhkan 
hingga dua kali. Lagipula SK 213 yang mengukuhkan pejabat gubernur otomatis 
gugur karena aturan ini produk bawahan UU 45/1999.

Tentang kekhawatiran akan timbul konflik di masyarakat antara kelompok yang 
pro Otsus dan pro pemekaran, perlu pendekatan dialog oleh pemerintah dengan 
menunjuk Freddy Numberi (Menteri Kelautan dan Perikanan) sebagai sesepuh 
masyarakat Papua untuk memprakarsai pertemuan antar-tokoh yang saling 
berseberangan guna melakukan dialog kekeluargaan ala "demokrasi Papua". 
Dialog yang dimediasi oleh pemerintah ini dapat mengantisipasi munculnya 
konflik.

Tidak Lepas dari NKRI
Dialog perlu diletakkan dalam konteks kepentingan yang lebih besar yaitu 
kepentingan rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat dan bangsa Indonesia. 
Sebab selama tiga tahun terakhir dalam era kepemimpinan Presiden Megawati 
haruslah diakui bahwa masyarakat di wilayah ini hampir seluruh energinya 
tersita kepada upaya-upaya politik devide et impera oleh Jakarta.
Artinya, pemaksaan percepatan pemekaran telah menimbulkan konflik 
horisontal. Kasus Timika berdarah Agustus 2003 menyusul deklarasi Irian Jaya 
Tengah. Pemerintah pusat juga alpa bahwa Inpres 1/2003 yang mem-by-pass 
pelaksanaan UU Otsus Papua telah menggiring masalah Papua menjadi 
keprihatinan masyarakat internasional.
Jakarta dengan kebijakannya yang tidak konsisten justru telah mengundang 
internasionalisasi masalah Papua. Ingat, Otsus Papua adalah konsensus 
nasional dari rakyat dan bangsa Indonesia agar Papua tidak sampai lepas dari 
NKRI.
Oleh karena itu, dalam menyelesaikan masalah Papua, pemerintahan SBY 
haruslah memperhitungkan dengan saksama beberapa faktor penting. Pertama, 
dari aspek letak dan luasnya, Tanah Papua baik daratan maupun lautan adalah 
seperempat luas keseluruhan RI. Bayangkan jika itu "keluar" dari peta 
Indonesia. Kedua, dari segi geostrategis, Papua termasuk Maluku dan Maluku 
Utara berada pada kawasan Pacific Rim. Sabuk Pasifik itu merupakan sabuk 
pengaman dari aspek pertahanan dan ekonomi global yang langsung berhadapan 
dengan negara-negara besar di kawasan Pasifik. Ketiga, dari eksploitasi 
sumber daya alam, Papua menyumbang hampir 60 persen kepada GNP Indonesia (di 
samping Aceh, Riau dan Kalimantan Timur).
Keempat, dari aspek historis-politis persoalan Papua telah dimasalahkan 
sejak Konferensi Meja Bundar. "Masalah Papua" berlarut-larut sampai pada 
saat integrasi yang dipaksakan pada 1 Mei 1963 dan rekayasa yang sarat 
dengan intimidasi pada pelaksanaan Pepera (penentuan pendapat rakyat) 1969. 
Ketentuan dari perjanjian New York 15 Agustus 1962 (Pasal 18) yang 
seharusnya one man-one vote diubah menjadi demokrasi perwakilan lewat Dewan 
Musyawarah Pepera yang beranggotakan 1.025 orang. (John Salford, 2003).
Jalan keluar penyelesaian penataan Irian Jaya Barat adalah sesuai komitmen 
Presiden SBY untuk menjadikan Otonomi Khusus Papua (UU 21/2001) sebagai 
acuan utama. Lalu lima tahun ke depan ini Jakarta haruslah membangun kembali 
kepercayaan kepada Papua dan sebaliknya.

Penulis adalah anggota Pokja Papua di Jakarta. 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke