Harusnya PTDI tidak melulu mengejar proyek prestise seperti membuat pesawat. 
Bagaimana pun juga pembeli pesawat tsb bisa dihitung dgn jari. Dan Indonesia 
harus bersaing dgn banyak negara lain yang lebih maju teknologinya.

Kenapa PTDI tidak coba untuk membuat mobil murah/mobil rakyat?
Ada sekitar 50 juta pembeli potensial di Indonesia dengan nilai total Rp 2500 
trilyun jika per mobilnya Rp 50 juta. Saat ini saja pasar kendaraan bermotor 
sekitar Rp 200 trilyun/tahun di Indonesia.

Jika IPTN mampu menguasai 10% saja Pasar Indonesia, maka keuntungannya bisa 
dipakai untuk membiayai pembuatan pesawat.

Indonesia harus mandiri. Jangan mau dilarang2 oleh IMF selama kita memang mampu 
untuk mandiri baik secara teknologi mau pun finansial.

===

Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

http://media-islam.or.id

Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com

Belajar Islam via SMS:

http://media-islam.or.id/2008/01/14/dakwah-syiar-islam-lewat-sms-mobile-phone

--- Pada Rab, 12/5/10, khairuddin siregar <peace14051...@yahoo.com> menulis:

Dari: khairuddin siregar <peace14051...@yahoo.com>
Judul: Re: [ppiindia] Indonesia-Korsel mau bikin pesawat tempur sekelas F-16 ?
Kepada: ppiindia@yahoogroups.com
Tanggal: Rabu, 12 Mei, 2010, 12:56 AM







 



  


    
      
      
      Lebih baik berjalan lambat terkontrol dan stabil daripada melonjat-lonjat 
kehilangan komando seperti yang sudah dialami IPTN sebelumnya, marilah belajar 
dari pengalaman, lambat tapi pasti dan meyakinkan. Biarkan yang lain menari 
berdansa tetapi kita terus melangkah tegap dan stabil walau itu lambat menuju 
sasaran mengharumkan nama Indonesia di dunia industri pernerbangan 
internasional. Kesabaran, ketekunan dan pendalaman sangat menjanjikan kemajuan 
tidak teriak mana yang sudah saya bangun dulu. Yang dibutuhkan Indonesia adalah 
pemimpin sabar, tekun, rajin, ulet, bersahaya serta mencintai rakyatnya dan 
bukan meninggalkannya dengan bermewah-mewah di negeri asing sana.

k.siregar 



--- On Tue, 11/5/10, Satrio Arismunandar <satrioarismunandar@ yahoo.com> wrote:



From: Satrio Arismunandar <satrioarismunandar@ yahoo.com>

Subject: [ppiindia] Indonesia-Korsel mau bikin pesawat tempur sekelas F-16 ?

To: "news Trans TV" <news-transtv@ yahoogroups. com>, "kampus tiga" 
<kampus-tiga@ yahoogroups. com>, aipi_politik@ yahoogroups. com, "ppiindia" 
<ppiin...@yahoogroup s.com>, "nasional list" <nasional-list@ yahoogroups. com>, 
"Pers Indonesia" <PersIndonesia@ yahoogroups. com>, "sastra pembebasan" 
<sastra-pembebasan@ yahoogroups. com>, "technomedia" <technomedia@ yahoogroups. 
com>, "jurnalisme" <jurnali...@yahoogro ups.com>, "netsains sains" 
<netsa...@yahoogroup s.com>, "HMI Kahmi Pro Network" <kahmi_pro_network@ 
yahoogroups. com>, "ex menwa UI 2" <exmenwa...@yahoogro ups.com>, "Forum 
Kompas" <forum-pembaca- kom...@yahoogrou ps.com>

Date: Tuesday, 11 May, 2010, 6:43 PM



 



Upaya PT Dirgantara Indonesia 



Bertahan di Industri Pesawat Terbang



Bangkit Lewat Ketiak Sayap 



Airbus



Dalam beberapa kesempatan, Prof Dr Ing 



Bacharuddin Jusuf Habibie mengaku sangat kecewa melihat nasib PT Dirgantara 



Indonesia. Sebab, industri pesawat terbang yang dirintisnya itu kini jalan di 



tempat. Bagaimana kondisinya sekarang?



---



" KITA 



pernah mengembangkan sendiri pesawat terbang CN-235 dan N-250 untuk membuktikan 



bahwa SDM Indonesia mampu menguasai dan mengembangkan teknologi secanggih apa 



pun. Di mana itu semua sekarang?" tegas B.J. Habibie, mantan presiden RI, di 



depan peserta kuliah umum bertema Filsafat dan Teknologi untuk Pembangunan di 



Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Depok, Jumat lalu 



(12/3).



Ya, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) 



memang tidak bisa dibandingkan dengan ketika perusahaan itu masih bernama 



Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) dan Habibie masih menjabat presiden 



direktur. Saat itu IPTN memiliki 16 ribu karyawan. Kompleks gedung IPTN di 



kawasan Jalan Pajajaran, Bandung, berdiri megah, menempati lahan seluas 83 



hektare.



Yang paling laris adalah pesawat 



CN-235. Pesawat berkapasitas 35 sampai 40 orang itu paling banyak diorder dari 



dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, ada pesawat C-212 (kapasitas 19-24 



orang). Produk chopper alias helikopter juga tak mau kalah. Ada NBO-105, 
NAS-332 



Super Puma, NBell-412, dan sebagainya. Semua produk burung besi tersebut begitu 



membanggakan bangsa saat itu.



Namun, persoalan muncul saat krisis 



ekonomi menggebuk Indonesia pada 1998. Ketika itu, PT DI yang bernama Industri 



Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) mendapat order membuat pesawat N-250 dari luar 



negeri. Pesawat terbang ini berkapasitas 50 hingga 64 orang. Sebuah kapasitas 



ideal untuk penerbangan komersial domestik. Umumnya pesawat domestik di tanah 



air saat ini menggunakan pesawat dari kelas yang tak jauh berbeda dari 



N-250.



PT DI menerima pesanan 120 pesawat. 



Ongkos proyek yang disepakati USD 1,2 milliar. PT DI langsung tancap gas. 
Ribuan 



karyawan direkrut. Mesin-mesin pembuat komponen didatangkan. ''Kami berupaya 



keras menyelesaikan proyek itu sesuai target,'' tutur Direktur Integrasi 
Pesawat 



PT DI Budiwuraskito saat ditemui Jawa Pos di Bandung pekan 



lalu.



Namun, PT DI harus menelan pil pahit. 



Pemulihan krisis ekonomi bersama International Monetary Fund alias IMF 



mengharuskan Indonesia menerima sejumlah kesepakatan. Salah satunya, Indonesia 



tak boleh lagi berdagang pesawat. ''Itu benar-benar memukul kami,'' kata 



Budiwuraskito, pria Semarang ini.



Padahal, kata Budi, PT DI telanjur 



merekrut banyak karyawan. Sejumlah teknologi dan peralatan sudah didatangkan. 



Semua siap produksi. Pesawat contoh bahkan sudah jadi, sudah bisa terbang, dan 



siap dijual. Tinggal menunggu proses sertifikasi penerbangan. ''Nggak tahu, 



mungkin ada negara yang takut tersaingi kalau Indonesia bikin pesawat,'' 
ujarnya 



mengingat sejarah kelam PT DI itu.



Bayangan menerima duit gede USD 1,2 



milliar menguap. Malah, PT DI harus memikirkan cara menghidupi karyawan yang 



telanjur direkrut. Proyek memang batal, tapi orang-orang yang hidup dari PT DI 



juga tetap harus dikasih makan. ''Akhirnya, mau tidak mau, kami mem-PHK 
karyawan 



secara baik-baik,'' katanya.



Pada 2003, PT DI memutus kerja 



sembilan ribu lebih karyawan. Jumlah itu terus bertambah. Dari 16 ribu pekerja, 



PT DI hanya menyisakan tiga ribu pekerja. Baik di bagian produksi maupun 



manajemen. Kondisi itu semakin membuat PT DI terpuruk. Apalagi, tak ada lagi 



order pesawat yang datang. Roda perusahaan pun tak berjalan.



Namun, PT DI berupaya mempertahankan 



diri. Semua pasar yang bisa menghasilkan duit disasar. Mulai pembuatan komponen 



pesawat hingga industri rumah tangga seperti pembuatan sendok, garpu, dan 



sejenisnya. Salah satunya membuat alat pencetak panci.



''Pabrik-pabrik pembuat panci itu kan perlu alat 



pencetak. Biasanya mereka impor dari luar negeri. Mengapa harus impor kalau 
bisa 



kita bikinin. Dan, itu lumayan untuk membuat roda perusahaan berjalan,'' kata 



Budi. Tapi, urusan panci itu tak banyak membantu. Pada 2007, BUMN yang 
didirikan 



pada 26 April 1976 itu dinyatakan pailit alias bangkrut.



*** 



PT DI 



tak lantas almarhum. Pemerintah masih punya keinginan mengembangkannya meski 



modal yang diberikan tak terlalu deras. Dan, kendati sudah dinyatakan pailit, 



masih ada rekanan dari mancanegara yang percaya akan kualitas produk PT 



DI.



Salah satunya British Aerospace (BAE). 



PT DI mendapat order sebagai subkontrak sayap pesawat Airbus A380 dari pabrik 



burung besi asal Inggris itu. Juga ada order dari dua negara Timur Tengah enam 



pesawat jenis N-2130. Apalagi, Indonesia sudah menceraikan IMF. Artinya, PT DI 



sudah leluasa berdagang pesawat.



Budi menuturkan, order enam pesawat 



itulah yang bisa dibilang ''menyelamatkan' ' PT DI saat itu. Laba dari pesanan 



itu digunakan sebagai modal pengembangan. Selain itu, PT DI semakin fokus 



menggarap pasar komponen dan bagian-bagian pesawat dengan menjadi subkontrak 



atau offset program. Antara lain bagian inboard outer fixed leading edge 
(IOFLE) 



dan drive rib alias ''ketiak'' sayap milik Airbus A380.



Airbus A380 adalah pesawat bikinan 



Airbus SAS (Prancis) yang sudah kondang di jagat dirgantara. Pesawat ini 



biasanya digunakan untuk penerbangan internasional lintas benua dengan muatan 



500 hingga 800 penumpang. ''Kita mencoba meraih untung dengan menjadi 
subkontrak 



dari pemain besar,'' kata Budi.



Kondisi PT DI terus membaik. Dalam 



waktu dekat mereka akan memproduksi pesawat tempur dengan dana urunan bersama 



pemerintah Korea Selatan (Korsel) sebesar USD 8 milliar. Indonesia menyumbang 



USD 2 milliar, sedangkan pemerintah Korsel USD 6 milliar. ''Tapi, untuk 



Indonesia itu akan kita konversikan dalam bentuk tenaga, teknologi, dan 



pengembangan pesawat tersebut,'' katanya.



Kemampuannya tak jauh berbeda dengan 



F-16 Fightning Falcon, pesawat tempur kondang buatan Amerika Serikat yang 



digunakan 24 negara di dunia. Rinciannya, 200 unit untuk Korsel dan 50 untuk 



Indonesia. ''Proyek ini memakan waktu sampai tujuh tahun,'' kata 



Budi.



Selain itu, order dari Timur Tengah 



terus berdatangan. Sejumlah negara memesan CN-235 untuk pesawat pengawas 
pantai, 



pengangkut personel militer, dan pemantau perbatasan. Dari dalam negeri, 



Kementerian Pertahanan (Kemhan) juga memesan enam unit helikopter dan Badan SAR 



Nasional (Basarnas) empat unit.



Budi mengakui, tren industri 



dirgantara di Indonesia terus naik kendati perlahan. Paling tidak, tujuh tahun 



ke depan, PT DI bisa meraup laba yang lumayan dari membuat pesawat. Sebenarnya, 



kata Budi, keuntungan itu bisa didongkrak bila ada keberanian mencari pinjaman. 



Tapi, itu bakal sulit. ''Tidak banyak bank yang mau. Sebab, risikonya terlalu 



tinggi. Padahal, semakin tinggi risiko, janji revenue juga besar,'' kata Budi 



yang lulusan Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan 



menyelesaikan gelar MBA di Belanda itu.



Strategi pengembangan PT DI saat ini, kata Budi, tak 



bisa terlalu ekspansif. PT DI memilih berjalan perlahan dengan memanfaatkan 



margin keuntungan sebagai modal pengembangan. ''Begini saja, lebih aman,'' kata 



Budi lantas tersenyum. (aga/c2/iro)



(JawaPos)



http://defense- studies.blogspot .com/2010/ 03/pt-di- akan-membuat- 50-pesawat- 
tempur.html



Satrio Arismunandar 



Executive ProducerNews Division, Trans TV, Lantai 3



Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A, Jakarta 12790 



Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 3542,  Fax: 79184558, 
79184627 http://satrioarismu nandar6.blogspot .comhttp: //satrioarismuna 
ndar.multiply. com   Verba volant scripta manent...(yang terucap akan lenyap, 
yang tertulis akan abadi...)



.



[Non-text portions of this message have been removed]



[Non-text portions of this message have been removed]





    
     

    
    


 



  







[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke