Rfeleksi :Bagaiamana bisa disembuhkan dari "penyakit" pertumbuhan penduduk, kalau tuntutan jasmaniah ditambah lagi PLN sering mematikan listrik, hehehe
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=54667:ledakan-penduduk-dan-kualitas-sdm-kita&catid=78:umum&Itemid=131 Ledakan Penduduk dan Kualitas Sdm Kita Oleh : Lamserida SampaI saat ini, salah satu penyakit terbesar bangsa kita yang belum mampu disembuhkan adalah masalah pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kendati pemerintah telah berulangkali menggulirkan kebijakan untuk menekan jumlah pertumbuhan penduduk yang terus membengkak, namun hasilnya tetap saja belum mampu memenuhi harapan semua pihak. Sementara dalam perkembangannya, tingkat penyerapan tenaga kerja dari waktu ke waktu justru tidak menunjukkan perbandingan yang lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Negara bahkan kewalahan dalam mengantisipasi dan menyediakan berbagai sarana prasarana terkait dengan jumlah penduduk yang terus menggunung. Sebagai konsekuensinya, angka pengangguran pun terus membengkak. Mulai dari pengangguran biasa sampai pada pengangguran terdidik terus saja mengalami peningkatan yang cukup tajam. Situasi ini mengakibatkan Indonesia harus mendapat predikat sebagai Negara tempat memproduksi tenaga kerja, namun tidak mampu mempekerjakannya secara layak. Lalu ditengah keterhimpitan ekonomi, para tenaga kerja terpaksa harus pontang-panting untuk mempertahankan hidup. Ada yang berangkat ke luar negeri untuk mengais rejeki, ada yang tetap bertahan di dalam negeri dan bahkan ada juga yang berusaha mengambil jalan pintas dengan melakukan pekerjaan tanpa mempertimbangkan status halal atau tidak. Yang terpenting, mereka tetap bisa mempertahankan hidup walaupun tidak survive. Ironisnya, kendati dengan jumlah pertumbuhan yang luar biasa hebatnya, namun kualitasnya justru hampir tidak mampu bersaing dengan para tenaga kerja dari Negara lain. Maka kemudian tidak heran bila Negara kita hanya mampu memproduksi para tenaga kerja untuk posisi sebagai pembantu rumah tangga dan buruh kasar di berbagai Negara. Situasi ini tentunya akan sangat menjatuhkan harkat dan martabat serta harga diri bangsa ini. Ternyata lonjakan penduduk yang begitu tajam tidak dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Lihat saja misalnya perkembangan dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah penduduk Indonesia meningkat 28,7 juta. Pertambahan itu lebih besar dari jumlah penduduk Malaysia atau Australia. Tanpa upaya lebih serius mengendalikan jumlah penduduk, Indonesia akan terjungkal ke dalam kesulitan besar. Berbagai target peningkatan kesejahteraan rakyat bakal sulit tercapai. Target peningkatan indeks pembangunan manusia, seperti yang dicanangkan MDGs, semakin jauh dari capaian. Sensus penduduk selama sebulan penuh yang sudah dimulai 1 Mei 2010 adalah peristiwa rutin dalam sepuluh tahun. Kali ini adalah sensus keenam setelah Indonesia merdeka. Pada sensus pertama tahun 1961, jumlah penduduk Indonesia 61 juta jiwa. Hasil sensus memperlihatkan, dalam 50 tahun terakhir, jumlah penduduk bertambah 174,3 juta. Andaikan tidak ada program Keluarga Berencana (KB), jumlah penduduk Indonesia saat ini sudah menembus 435 juta. Dengan laju pertumbuhan yang sedikit menurun, kenaikan jumlah penduduk selama satu dekade berkurang 50 juta jiwa. KB yang diterapkan selama empat dekade telah menghemat 200 juta penduduk. Ini hasil yang cukup menggembirakan walau masih jauh dari yang mesti dicapai negara ini.? Sama Walaupun sensus penduduk tengah berlangsung, berbagai analisis dan prediksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun ini sekitar 235 juta. Prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) juga menampilkan angka yang sama. Dengan jumlah itu, Indonesia saat ini menempati peringkat keempat jumlah penduduk terbanyak setelah Tiongkok 1,3 miliar, India 1,2 miliar, dan AS 315 juta jiwa. Pengendalian jumlah penduduk menjadi isu global kecuali di sejumlah negara berpenduduk kecil, dengan laju pertumbuhan cenderung negatif. Meski demikian, pemerintah negara-negara itu tetap menjaga agar pertambahan jumlah penduduk tetap dalam batas kemampuan setiap orangtua untuk membesarkan anak menjadi manusia bermutu. Anak yang dilahirkan harus menjadi aset, bukan beban akibat rendahnya kualitas. Pengendalian penduduk lewat KB yang sudah dimulai awal 1970-an harus diteruskan dengan lebih gencar. Program KB telah menunjukkan hasil yang cukup bagus. Jika pada dekade 1970-an, laju pertumbuhan penduduk 2,3 persen setahun, pada era 1980-an turun menjadi 1,9 persen. Pada dekade 1990-an dan 2000-an, laju pertumbuhan penduduk turun lagi menjadi 1,5 persen dan 1,3 persen. Ke depan, laju pertumbuhan penduduk harus ditekan lagi hingga di bawah 0,5 persen. Program KB perlu lebih diaktifkan dan disosialisasikan ke masyarakat lapisan menengah bawah. Sebagian besar penduduk lapisan ini masih berpandangan bahwa "banyak anak, banyak rezeki". Mereka tidak merencanakan masa depan mereka dan anak-anaknya. Dengan keyakinan "rezeki diatur Tuhan", mereka tidak mengatur kelahiran. Bahkan, ada ibu di Jawa Barat yang melahirkan hingga 25 kali.? Ada banyak keluarga tidak mampu yang memiliki anak lebih dari empat orang. Mereka tidak mampu memberikan nafkah kepada anak-anak mereka, apalagi pendidikan yang baik. Anak-anak hidup dengan gizi buruk, sehingga lemah fisik dan nalar. Masa anak-anak keluarga miskin hilang karena mereka harus bekerja membantu orangtua. Saat ini, sekitar 32,5 juta penduduk Indonesia masuk kategori miskin absolut berdasarkan kriteria konsumsi kurang dari US$ 1 per hari, atau sekitar Rp 7.000. Jika kriteria sedikit dinaikkan, jumlah penduduk miskin Indonesia di atas 100 juta. Selain itu, saat ini terdapat sekitar 8,5 juta penganggur terbuka. Angka penganggur sesungguhnya lebih besar lagi jika mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap juga dihitung. Ironis Sangat ironis bagi bangsa dari negara dengan wilayah luas seperti Indonesia ini, jika sebagian penduduknya mengadu nasib ke negara kecil seperti Malaysia, bahkan Singapura. Kualitas manusia Indonesia masih tergolong rendah. Masih banyak keluarga yang kekurangan gizi, tidak memiliki akses untuk sekadar mendapatkan air bersih. Masih banyak anak yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar. Sangat minim keluarga menengah bawah yang menamatkan pendidikan SLTA, apalagi perguruan tinggi. Meski anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, masih banyak rakyat yang tidak merasakan pendidikan yang baik. Masih banyak rakyat yang tidak memiliki akses mendapatkan pelayanan kesehatan. Jamkesmas belum sungguh menyelesaikan masalah.? Persaingan ke depan ditentukan kualitas sumber daya manusia. Data statistik memperlihatkan, bahwa sebagian besar negara yang kaya sumber daya alam tidak mampu memakmurkan rakyat. Penduduk di negara yang kaya sumber daya alam justru umumnya hidup miskin. Sebaliknya, banyak negara dengan sumber daya alam sangat terbatas, bahkan miskin, justru mampu memakmurkan rakyatnya. Itu terjadi karena tingginya kualitas sumber daya manusia di negara itu. Kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan dan pelayanan kesehatan. Rakyat yang sehat, terdidik, dan terampil, akan mudah mendapatkan pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang bagus. Mereka akan mampu bersaing di mana saja, apalagi di negerinya sendiri. Ini semua hanya bisa terwujud jika pertumbuhan penduduk bisa dikendalikan.*** Penulis Adalah Peneliti CefInDeR, Alumni Universitas Indonesia, tinggal di kota Medan. [Non-text portions of this message have been removed]