http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/2/20/opini.html
Manusia-manusia ''Gandek'' Manusia dilahirkan bebas, namun di mana pun dia dibelenggu! (Jean Jacques Rousseau ). ------------- RUBAG teramat sering membaca dan mendengar orang-orang mengutip pendapat sosiolog kelahiran Jenewa, Swis yang hidup tahun 1712-1778 itu. Pencetus teori "Kontrak Sosial" tersebut merupakan manusia paradoks yang menerima Piala Academie di Dijon karena keilmuwanannya justru sangat skpetis terhadap sains, teknologi dan seni. Nasib buruk yang menimpa kaum miskin, menurut Rousseau, justru akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban dimulai sejak era Descartes (1596-1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Karena risalah "Cogito ergo sum" lahirlah kapitalisme, revolusi industri yang menambah ketidaksamaan sosial, politik, kekayaan, dan kekuasaan. Pendapat dan pikiran Rousseau yang sangat berbeda dengan orang-orang sezamannya membuat dia dituduh mengidap neurotis akibat kesulitan hidup. Sebagai anak seorang tukang yang bukan dari golongan bangsawan serta hidup di pinggiran kota, memang dia dan keluarganya termarginalisasi sejak kecil. Namun otak Rousseau jauh lebih encer dari golongan elite kota yang justru menjadi elite karena faktor keturunan. Juga ada yang jadi elite karena kemampuan menjilat pada kekuasaan serta kelicikan, sehingga tidak hirau pada nasib orang miskin yang eksistensinya saja sudah merupakan bantahan atas konsep kemajuan dan kesempurnaan yang digembar-gemborkan. Keberhasilan manusia menaklukkan alam justru dilanjutkan dengan upaya menaklukkan sesamanya yang kurang beruntung dan tidak berdaya. Akibatnya, ada sebagian kecil manusia yang hidup secara berlimpah, sedangkan sebagian besar lainnya, susah memperoleh kebutuhan yang paling primer sekali pun. Karena rasa mangkel terhadap kondisi masyarakat yang timpang itu, Rousseau melontarkan risalah, "Ada segelintir manusia yang hanya mengenal kehidupan semu yang dangkal. Kehormatan tanpa kebajikan. Akal pikiran tanpa kearifan, nafsu-nafsu tanpa kebahagiaan." Rubag menyadari, nyaris dalam setiap zaman ada orang-orang berpaham seperti Rousseau, yang kendati pun punya kelebihan dari sebagian besar masyarakat sezamannya, namun enggan menjual kecerdasan dan kemampuan otaknya demi kekuasaan dan kekayaan. Meskipun dituduh sakit jiwa dan paradoks, bahkan kalau dia hidup di zaman sekarang cap munafik bisa dilekatkan padanya, namun warisan pikirannya tetap dikenang para insan hukum sepanjang masa. Rousseau paham kalau kebebasan manusia tidak bisa diperoleh seratus persen, sebab dengan kebebasan murni manusia akan saling bunuh atas nama kebebasan. Pendahulunya, Thomas Hobbes, berpendapat bahwa setiap manusia adalah serigala bagi sesamanya. Demi kelestariannya, setiap orang harus mengekang sebagian dari kebebasannya, selanjutnya diserahkan secara massal pada kekuasaan yang mengatur perilaku. Kebebasan yang tersumbangkan itu oleh Rousseau disebut "Kontrak Sosial" yang diharapkan sebagai modal untuk mendistribusikan kesejahteraan, kedamaian, dan keadilan bagi seluruh warga negara. Namun dalam kenyataan, kebebasan yang tersetor tersebut dianggap "barang gadaian" oleh kebanyakan pemegang kekuasaan, sehingga melahirkan ketidakadilan, diskriminasi, intimidasi dan pelanggaran HAM. *** Ada yang berpendapat bahwa meletusnya Revolusi Prancis yang berklimaks pada robohnya Penjara Bastilles, 14 Juli 1789, salah satu penyebabnya adalah gagasan Rousseau tentang kebebasan. Dinasti Bourbon dengan kekuasaan monarkhi absolutnya yang sewenang-wenang membuat rakyat Prancis bangkit menuntut kebebasan mereka yang "digadai" Louis XIV, XV dan XVI. Louis XIV mengaku dirinya sendiri adalah negara dan semua ucapannya adalah undang-undang, lewat ucapan terkenal, "L'etat c'est moi!". Sayang, karena sejarah dianggap metanarasi, sehingga jarang pemimpin bercermin pada kejadian-kejadian masa lampau, mabuk kekuasaan sering menjadi penyebab jatuhnya kekuasaan. Ketika eksistensi kaum tertindas ditaruh jauh di bawah harkat dan martabat manusia, mereka biasanya tidak menghiraukan betapa pedasnya bom asap air mata, kerasnya popor bedil atau tajamnya timah panas. Tokoh Afro Amerika, Martin Luther King yang menentang ketidakadilan terhadap orang-orang kulit hitam dalam bidang ekonomi, politik dan sosial, akibat diberlakukannya Undang-Undang "Jim Crow" di Amerika Serikat, rela meringkuk selama belasan tahun di penjara Birmingham. Dari balik terali besi dia menyebarkan konsep-konsep tentang keadilan dan kebebasan, seperti yang dilakukan Antonio Gramsci yang dipenjara rezim Mussolini di Italia. Untuk membangun keadilan, tulis King, perlu adanya tekanan-tekanan. Dia sadar kalau banyak ketidakadilan tidak terhindarkan, namun ketiadaan tekanan dari kelompok yang tertindas menandakan bahwa masih ada toleransi terhadap ketidakadilan. Keadilan yang lama ditunda, bagi King, adalah keadilan yang diingkari. Di zamannya, seorang Negro yang menyetir mobil dalam jarak jauh di Amerika dan harus bermalam di jalan, harus siap tidur di jok mobil, karena sangat sedikit penginapan yang mau menampung orang berkulit hitam. "Jadi, dalam kehidupan di bawah pemerintah yang menindas secara lalim, tempat yang paling tepat bagi pencinta keadilan dan kebebasan adalah penjara," tulis King. "Pejuang, selalu adalah orang yang kesepian!" demikian ungkapan yang pernah dibaca Rubag. Setelah dipikir secara mendalam, pendapat tersebut tidak terlalu meleset. Sebab dari riwayat orang-orang yang menghabiskan masa hidupnya untuk berjuang seperti Luther King, Nelson Mandela, bahkan Bung Karno, senantiasa dalam memperjuangkan gagasan atau ideologinya, mereka lebih dulu harus berhadapan dengan rekan-rekan sebangsa yang sebenarnya senasib dan sepenanggungan. Malah ketika Bung Karno mulai mengenal dingin dan pengapnya sel penjara kolonial Belanda Suka Miskin di Bandung tahun 1930, dia hanya ditemani tiga kawan, yakni Maskun Sumadiredja, Soepriadinata dan Gatot Mangkupradja. Meskipun didampingi empat pengacara, namun dalam membela keyakinan dan ideologi perjuangannya, Bung Karno membela dirinya sendiri di pengadilan Hindia Belanda. Dari pledoi yang diberi judul asli "Indonesie klaagt aan" yang kemudian dikenal dengan "Indonesia Menggugat" itu, bisa diketahui bahwa Bung Karno tidak gentar menghadapi risiko. Justru setelah mendapat vonis empat tahun penjara, sebelum serdadu Jepang menyerbu Indonesia tahun 1942, Bung Karno sempat diasingkan ke tempat "jin buang anak" di Ende Flores dan Bengkulu. Ironisnya, bukan hanya penguasa kolonial Belanda, banyak orang Indonesia yang mengejek perjuangan Bung Karno sebagai sia-sia seperti menggantang asap, malah ada yang menuduhnya ekstrem dan pengacau liar. Tatkala merdeka, 17 Agustus 1945, tuduhan dan ejekan menyakitkan masih belum mereda, karena para gandek atau penjilat Belanda, masih merindukan nikmatnya keju dan roti dan mengharap serdadu Belanda kembali ke Indonesia mengganti serdadi Dai Nippon yang menyerah tanpa syarat. Namun setelah Indonesia resmi menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950, barulah ejekan serta tuduhan terhadap Bung Karno sebagai ekstremis dan pengacau liar mereda. Lucunya, orang-orang yang tadinya sinis serta menjelek-jelekkan Bung Karno, serta merta menyebut diri patriotik, militan dan pejuang paling berani. Berbagai kisah heroik dikarang dan untuk memperoleh kepercayaan serta kedudukan, semua pidato dan tulisan Bung Karno dikumpulkan dan dihafal, lalu menepuk dada paling Soekarnois. *** Dari sejarah Rubag mencatat, manusia-manusia gandek lahir dalam setiap zaman. Di era Orde Baru, orang-orang yang tadinya gigih menyebut diri Soekarnois, tiba-tiba dengan kecepatan melebihi bunglon mengaku Soehartois dan paling Orde Baru. Semua buku yang mengandung ajaran Bung Karno dibakar atau ditanam. Ke mana pun pergi, selalu bicara soal ideologi pembangunan dengan semboyan "ekonomi yes, politik no!". Setiap orang yang berani mempersoalkan Garis-Garis Besar Haluan negara (GBHN) dan Pancasila, serta merta dituduhnya komunis. Malah mereka bersyukur ketika Marsinah dan Udin dibunuh serta Wiji Thukul menghilang bagai ditelan bumi. Lucunya, ketika Soeharto tumbang 21 Mei 1998, untuk menunjukkan dirinya paling reformis, manusia-manusia gandek siang malam menghafal bait terakhir wasiat Thukul, "Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata; LAWAN!" * aridus [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/