http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=3767

     
     

      Membaca Fenomena Pers Kita 
      By redaksi 
            Thursday, 25-November-2004, 08:31:54 11 clicks   
     
     
            Oleh: Uba Ingan Sigalingging S Sn 
     
     
      "Ingatlah, saudara-saudara yang tertjinta, bahwa besarlah pengaroehnya 
journalistiek itoe bagi pergerakan oemoem. Akan tetapi hendaklah djoega kita 
mengetahoei bila pengaroeh itoe ada jang memoeliakan, poen ada joega yang 
membinasakan. Djika kita kaoem journalist koerang ati-ati, artinja koerang 
berdasar iman atas perboeatan kita, maka moedahlah kita mendjatoehkan 
kemadjoean kita bangsa Hindia. Akan tetapi djikalau kita berboeat soetji dengan 
alasan yang sempoerna maka njatalah kita akan menang dalam perang kehidoepan 
kita di doenia ini" (Suardy Suryaningrat, ' s-Gravenhage, Nederland-Belanda, 25 
Juli 1914). 

      Surat yang merupakan dukugan moral, ditulis oleh Suardy Suryaningrat 
(atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara) ditujukan untuk Marco 
Kartodikromo, seorang wartawan, pemimpin majalah Doenia Bergerak (terbit tahun 
1914 sampai 1915), dan pendiri Inlandse Journalisten Bond. Usianya sendiri 
masih sangat mudah (23 tahun) ketika ia dibuang oleh pemerintah Belanda ke 
Boven Digul. Ia meninggal di tempat pembuangan sebelum sempat melihat 
kemerdekaan bangsa yang ikut diperjuangkannya (Soebagijo I.N,"Jagat Wartawan 
Indonesia", 1981). 

      Membicarakan Pers adalah membicarakan masyarakat, keduanya memiliki 
hubungan mutualisme-simbiosis. Pada prinsipnya, tidak akan ada pers yang 
bermutu tanpa masyarakat yang cerdas, demikian sebaliknya, tak ada masyarakat 
cerdas tanpa pers yang bermutu dan bermartabat. Peranan pers sangat menentukan 
bagi masyarakat karena keberadaannya membantu kita untuk mengetahui beragam 
informasi dan perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia (melalui berbagai macam 
bentuk media). Tidak berlebihan jika pers ditempatkan secara terhormat di dalam 
sistem atau tatanan masyarakat dunia, yaitu sebagai pilar ke empat demokrasi 
(tiga lainnya adalah lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif). 

      Setidaknya ada tiga tulisan tentang dunia kewartawanan di harian ini, 
yang ditulis oleh pekerja pers. Pertama adalah tulisan Hasan Aspahani, "Pers 
Perkakas Bangsa yang Demokratis" (Batam Pos,19 Oktober 2004); Kedua, tulisan 
Erwan Buntaro, "Menuju Wartawan Profesional": Sebuah Tinjauan Perspektif (Batam 
Pos, 30 dan 1 November 2004); Ketiga tulisan Socrates, "Wartawan Profesional: 
Sebuah Harga Mati" (Batam Pos, 2 November 2004). Ketiga tulisan tersebut 
membuka wacana dan cakrawala pemikiran kita tentang kehidupan dunia pers, 
khususnya kewartawanan di Batam dan sekitarnya. 
      Tulisan Hasan Aspahani, berbicara mengenai eksistensi pers sebagai motor 
penggerak nilai-nilai demokrasi. 

      Pers adalah salah satu pondasi yang sangat menentukan mati-hidupnya 
demokrasi. Hasan Aspahani melihat bahwa peranan wartawan sangat menentukan 
mati-hidupnya pers. Ia mengatakan, "Tanpa wartawan yang bermartabat, rasanya 
tak akan mungkin diciptakan pers yang berkualitas". Penulis setuju saja dengan 
pendapat di atas, karena wartawan memang harus bermartabat. Namun penulis ingin 
menambahkan bahwa tanpa pemilik modal yang bermartabat, tak akan ada pers yang 
bermutu. Memang benar, bahwa sikap pragmatis dan kompromistis yang berlebihan 
dari seorang wartawan dapat merusak sistem kerja pers. 

      Namun menempatkan wartawan "seolah-olah" menjadi penentu mati-hidupnya 
pers adalah naif; karena, sehebat apa pun kerja seorang wartawan, ia hanyalah 
salah satu bagian dari sistem kerja pers secara keseluruhan. Menurut hemat 
penulis, pemilik modal dan top menejer adalah bagian terpenting karena mereka 
menentukan arah dan tujuan kebijakan pers tersebut. Mereka adalah penentu 
apakah pers itu bermutu dan bermartabat, atau sebaliknya, hidup tanpa 
kehormatan. 

      Sudah menjadi rahasia umum bahwa kepentingan perusahaan pers menjadi 
prioritas utama daripada mencari kebenaran dan keadilan. Idealisme jurnalistik 
menjadi pertimbangan ke sekian di banding kepentingan bisnis persuahaan pers, 
yang justru sering tidak berhubungan dengan tanggungjawab pers sebagai pilar ke 
empat demokrasi. Wartawan hanya menjadi pelengkap, atau meminjam istilah Hasan 
Aspahani- perkakas pers. Hanya beberapa perusahaan pers yang memperlakukan 
pekerjanya secara profesional- dua diantaranya adalah Harian Kompas dan Berita 
Mingguan Tempo. 

      Dalam perspektif ekonomi, siapa yang bertanggungjawab untuk mengarahkan 
pemilik modal pers agar para wartawannya bermartabat? Undang-Undang Pers No.40 
Tahun 1999 tentang Pers secara tegas berbicara mengenai kesejahteraan wartawan. 
Lengkapnya terdapat pada Bab IV, Pasal 10, berbunyi: "Perusahaan pers 
memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk 
kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan 
lainnya." Di bagian penjelasan tentang pasal 10 dikatakan: "Yang dimaksud 
dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji, bonus, pemberian 
asuransi dan lain-lain. Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan 
berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan wartawan dan 
karyawan pers." 

      Namun prakteknya, hanya sedikit perusahaan pers yang menjalankan 
ketentuan Undang-Undang tersebut sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara 
tanggungjawab dan hak pekerja pers. Kondisi ini membuka peluang terjadinya 
"perselingkuhan" dengan "sponsor gelap" dan berimplikasi atas hilangnya 
kebebasan pers. 

      Ketidakberanian pers mengungkap kebenaran substantif menimbulkan kesan 
bahwa sebagian besar pemilik modal dan pekerja pers memang mengadakan "hubungan 
gelap atau perselingkuhan" dengan sumber-sumber pemberitaan, terutama dengan 
aparat pemerintahan dan pengusaha yang bermental korup. Inilah yang membuat 
Pers tidak berkembang dan akibatnya, masyarakat sangat dirugikan karena tidak 
mendapatkan berita bermutu, baik yang informatif maupun investigatif. E.B. 
White (penulis esai dan negarawan terkemuka dalam sastra Amerika) pernah 
mengkritik majalah Esquire yang terkenal itu dengan mengatakan bahwa," Sponsor 
(gelap, pen) di dalam pers adalah undangan untuk korupsi dan penyalahgunaan. 
Godaannya sangat besar dan selalu ada oportunis di balik setiap belukar". 

      Tanggung jawab Profesional 
      Pada bagian lainnya, Erwan Buntaro secara tegas dan gamblang menyatakan 
bahwa, "Wartawan profesional, adalah orang yang hidup dan matinya melakukan 
tugas jurnalistik secara benar dan tepat. Lalu ia hidup dari hasil kerjanya 
itu. Orang-orang macam ini, tak pernah menyerah, meski dihadapkan dengan 
segepok uang. Mereka bekerja untuk panggilan jurnalistiknya. Dia mengemas 
berita apa adanya". 

      Pendapat ini kembali dipertegas lagi oleh Socrates melalui tulisannya 
yang berjudul:"Wartawan Profesional: Sebuah harga mati". Inti dari kedua 
tulisan tersebut -sepanjang yang penulis pahami- mengatakan bahwa wartawan 
profesional adalah mereka yang bertempur di garis kebenaran. Mereka adalah 
wartawan yang memiliki independensi, integritas, idealisme , tanggung jawab 
moral dengan kemampuan intelektualitas yang memadai. Kata kuncinya adalah 
totalitas. Preferensi tersebut menjadi penting karena menyangkut tugas wartawan 
mencari kebenaran. 

      Ini sejalan dengan salah satu dari empat belas Deklarasi Talloires yang 
berbunyi: "Tanggungjawab Profesional pers adalah mencari kebenaran". 
Sebagaimana kita ketahui bahwa, pada bulan Mei 1981, 62 anggota media swasta 
dari 21 negara maju dan yang sedang berkembang yang bertemu di Talloires, 
Prancis, untuk membicarkan arus informasi di seluruh dunia dan membuktikan 
tekad mereka untuk menentang setiap campur-tangan terhadap kebebasan 
jurnalistik. Persoalan bagi kita, khususnya yang menyangkut isu-isu lokal 
adalah: Apa definisi kebenaran yang akan di usung pers ke tengah-tengah 
masyarakat? Pertanyaan ini mengacu kepada realitas "jual beli kebenaran" yang 
mewarnai kehidupan dan sekaligus mempengaruhi cara berfikir kita dewasa ini. 
Istilah-istilah seperti : Maju tak gentar membela yang bayar, atau maju gentar 
karena ada yang bayar, sangat sering kita dengar. 

      Paradox Pers Kita 
      "Sejak skandal Watergate, bisnis berita telah menuntut pengungkapan penuh 
dari para pemimpin kita. Tak seorang pun boleh atau akan mencemarkan peran 
penting yang dimainkan pers dalam mengungkapkan kebobrokan. Namun, sekarang 
telah diciptakan ilusi bahwa kabut rahasia ditebarkan di atas setiap tindakan 
pemeintah untuk menutupi alasan-alasan buruk" ( Walter B. Wriston, mantan ketua 
Citibank, bank komersial terbesar kedua di AS). 

      Sering kita dengar ungkapan yang mengatakan, "wartawan boleh berbicara 
tentang yang hal-hal yang benar tetapi jangan memberitakan kebenaran". Pers 
cenderung bersikap setengah hati menjalankan fungsi kontrolnya, terutama jika 
berhadapan dengan pusat kekuasaan. Pers hanya "bermain-main" di wilayah 
kebenaran abstrak yang terlepas dari realitas sosial masyarakat. 

      Misalnya, berita yang mengatakan bahwa aparat Bea dan Cukai atau pun 
aparat Kejaksaan Negeri tidak menggunakan seragam Pramuka. Berita ini tentunya 
benar karena pada prinsipnya tak ada yang perlu dibuktikan dengan kebenaran 
tersebut. Namun jika berhadapan dengan pertanyaan : Apakah aparat dari kedua 
instansi tersebut benar menjalankan tugas profesionalnya? Maka jawabannya 
adalah: Yaitu. Penulis yakin bahwa wartawan kita memiliki integritas di dalam 
menjalan tugas jurnalistiknya, khususnya yang berkaitan dengan pencarian 
substansi kebenaran. Namun, benturan yang melatarbelakangi kepentingan bisnis 
pers sering menghambat tugas profesional wartawan di dalam mencari kebenaran. 

      Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pers cenderung mengeliminir 
berita-berita penyimpangan yang dilakukan oleh kalangan atas. Padahal 
penyimpangan yang terjadi jelas bertentangan dengan kepentingan publik. Kita 
lihat misalnya, kasus Mark-up pembangunan gedung DPRD Batam; pengalokasian 
lahan Hutan Lindung Baloi Dam yang dilakukan oleh Badan Otorita Batam; masuknya 
limbah B3 ke Pulau Galang melalui PT. APEL yang ditengarai melibatkan pejabat 
Bea dan Cukai serta Pemkot Batam. Kasus ini berawal dengan fakta dan berakhir 
dengan fiksi. 

      Masyarakat pembaca berharap bahwa pers melakukan investigasi untuk 
mencari kebenaran di balik kasus-kasus tersebut. Peranan pers sangat strategis 
untuk menyampaikan kebenaran yang ada dibalik peristiwa karena didukung oleh 
Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999. Khusus untuk Pasal 6 (d) berbunyi: 
melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang 
berkaitan dengan kepentingan umum; (e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran. 
      Sebagai pilar ke empat demokrasi, sudah seharusnya pers kita memperbaiki 
dan memperbaharui sikapnya. Keterbukaan di dalam melakukan dan menerima koreksi 
adalah sebuah langkap positf dan cerdas. Ketiga tulisan dari kalangan pers yang 
disebut diatas menunjukkan kepada masyarakat bahwa, pers memiliki komitmen 
memperbaiki kekurangannya.*** 

      *) Uba Ingan Sigalingging, S.Sn. Ketua Forum Kerja Budaya dan Anggota 
Forum Kecil Batam 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke