http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/02/nas18.htm
Rabu, 02 Maret 2005NASIONAL

Menaruh Harap pada Sistem Satu Pintu (1)

Berpeluh-peluh demi Seratus Ringgit

SETIAP tahun, ribuan tenaga kerja Indonesia (TKI) mengadu nasib ke Malaysia. 
Setiap tahun pula, ribuan ringgit mengalir dari Negeri Jiran itu. Sejak tiga 
tahun lalu, ratusan ribu TKI dipulangkan dari Malaysia karena tidak memiliki 
dokumen resmi. Pemerintah pun tak tinggal diam. Menjelang berakhirnya masa 
pengampunan dari Malaysia, sistem keimigrasian satu pintu diterapkan. 
Inilah, saatnya Indonesia dan Malaysia duduk bersama, mengawasi arus 
pergerakan buruh keluar-masuk perbatasan. Wartawan Suara Merdeka, Ninik 
Damiyati melaporkan masalah itu dari Nunukan, Kalimantan Timur.

SECARIK kertas yang ditempel di papan informasi Kantor Balai Pelayanan dan 
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) Kabupaten Nu-nukan, tampak lusuh. 
Sekilas, kertas berisi alur penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke 
Malaysia itu terlihat tidak berarti. Beberapa kata terpenggal, karena 
huruf-hurufnya mulai luntur.

Di kantor yang penuh sesak oleh TKI itu, pengumuman lusuh tersebut nyaris 
tak dihiraukan. Tak ada satu pun calon TKI yang menyempatkan diri membaca 
informasi itu.

Siang itu, sistem pengurusan dokumen keimigrasian satu pintu mulai 
diberlakukan di Nunukan. Mereka yang memanfaatkan pengampunan Pemerintah 
Malaysia tinggal mendaftar di Kantor BP2TKI dan Kantor Imigrasi. Tinggal 
mengurus surat-surat di kantor imigrasi, mereka sudah mendapatkan pengesahan 
dari Pemerintah Indonesia dan Malaysia.

Namun, puluhan calon TKI yang hendak diberangkatkan ke Malaysia itu rupanya 
sudah punya dokumen lain. Jauh hari setelah dipulangkan, pengurus Perusahaan 
Jasa Tenaga Kerja (PJTKI) rupanya sudah menguruskan paspor biasa dan Pass 
Lawatan Kerja Sementara (PLKS).

"Kalau pakai pass seperti itu, tiap bulan kami harus pulang ke Nunukan untuk 
cop (meminta cap) ke Imigrasi. Biar begitu tak apa, kami tak mau menunggu 
lama-lama di Nunukan ," tutur Alamsyah.

Kepergian Alamsyah ke Malaysia kali ini, bukanlah kali pertama. Dua tahun 
silam, dia berangkat ke Negeri Jiran.

Jangankan soal surat-surat yang harus dimiliki, Alamsyah bahkan tidak tahu 
persis pekerjaan dan gaji yang akan dia terima. Dari agen yang merekrutnya 
di kampung, dia hanya dijanjikan bekerja di PT Felda Plantation, sebuah 
perusahaan perkebunan kelapa sawit di Lahad Datu, Sabah. Gaji yang akan dia 
terima, konon sebesar 600 ringgit Malaysia (RM) per bulan atau setara hampir 
Rp 1,5 juta.

Upah 600 RM, tentu bukan uang yang sedikit bagi Alamsyah. Di kampungnya nun 
jauh di ujung Sulawesi, gaji 600 RM terbilang besar. Apalagi, ia hanya 
lulusan SMA.

"Tapi, berbulan-bulan kami tidak terima gaji. Kata mandor, uang sudah habis 
untuk bayar utang makanan," timpal rekannya, Rusli.

Tidak tahukah, bahwa pekerja asing di Malaysia dibebani pajak besar? "Dulu, 
kami orang tak mengerti," jawab Rusli sembari menggeleng.

Jika Alamsyah berniat kembali ke Malaysia, Rusli berpikir lain. Dulu, Rusli 
hanya mengerti akan mendapatkan pekerjaan dan gaji di Malaysia. Semua tampak 
indah, setahun lalu. Tetapi, jangankan ringgit terkirim ke kampung, setiap 
bulan tak banyak ringgit yang tersisa di sakunya. Padahal, setiap hari dia 
dan puluhan teman lain bermandi peluh demi memetik tandan kelapa sawit.

"Kata kontraktor, uang kami hanya tersisa seratus ringgit. Padahal, utang 
biaya paspor dan ongkos semasa di penampungan belum lunas pula," keluhnya.

Karena paspor yang dibawa bukan paspor TKI, setiap bulan Rusli seharusnya 
kembali ke Nunukan untuk mendapatkan cap dari Kantor Imigrasi. Paspor 
Lawatan Sementara memang harus diperbarui setiap bulan. Malang, Rusli tak 
punya uang untuk mengurus cap paspor ke Nunukan.

"Naik kapal dari Tawau ongkosnya 25 ringgit, bolak-balik 50 ringgit. Tak ada 
uang," elaknya.

Seandainya Rusli sempat membaca pengumuman di kantor BP2TKI, kenyataan 
mungkin berkata lain. Kertas lusuh yang tampak tak berarti itu, senyatanya 
telah memberi pandangan kepada TKI.

Andai kata sebelum memutuskan berangkat ke Sabah, Rusli membaca informasi 
itu, barangkali dia berpikir dua kali. Dia akan tahu, bahwa gaji yang 
dijanjikan sebesar 600 RM akan dipotong sehingga hanya tersisa 100 RM.

Simak saja penggalan informasi seperti dikutip berikut ini. "....Sekitar 90% 
dari jenis pekerjaan yang ditawarkan Malaysia berada di perkebunan kelapa 
sawit. Lapangan pekerjaan lain adalah jasa rumah tangga dan industri 
plywood. Gambaran gaji kotor sekitar 400 RM atau setara Rp 750 ribu per 
bulan, dengan catatan harus turun bekerja setiap hari.

Potongan gaji per bulan sekitar 300 RM untuk membayar pajak orang asing, 
visa, simpanan pekerja, dan membayar bahan makanan yang diambil dari kedai. 
Selama satu tahun, uang yang tersisa hanya Rp

http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/03/nas10.htm

Kamis, 03 Maret 2005NASIONAL

Menaruh Harap pada Sistem Satu Pintu (2)
Ampunan untuk TKI atau Pengusaha?

RIBUAN tenaga kerja Indonesia (TKI) tanpa dokumen yang dipulangkan dari 
Malaysia, saat ini masih berada di Nunukan, Kalimantan Timur. Sebagian besar 
TKI yang masih menghuni barak-barak penampungan itu berharap dapat kembali 
ke Malaysia. Jamal bin Rafeli (32), misalnya, sudah tiga minggu menghuni 
sebuah penampungan di sekitar Pelabuhan Baru, Nunukan.

Bersama 200-an kawan senasibnya, Jamal menunggu pemberangkatan ke Malaysia. 
Jamal sesungguhnya bukan pendatang gelap. Pria asal Pare-pare yang semula 
bekerja di kilang Playwood Sabah itu datang dengan dokumen resmi. Namun, 
seperti ribuan TKI lain yang tak cukup paham seluk-beluk ketenagakerjaan, 
Jamal berangkat tidak dengan paspor kerja. Dia hanya berbekal paspor lawatan 
biasa. ''Begitu ada razia polis Diraja Malaysia, kami tertangkap. Paspor 
sudah lama mati ternyata,'' tuturnya.

Lebih dari 400.000 TKI tanpa dokumen memanfaatkan pengampunan dari 
Pemerintah Malaysia itu. Pejabat Timbalan Penolong, Pengarah Kanan Imigresen 
Malaysia, Abdul Razak Bin Abdul Ghani tak berani menyebutkan angka pasti, 
berapa jumlah pekerja gelap dari Indonesia yang datang setiap tahun. Dia 
hanya mengatakan, setidaknya 400.000 tenaga kerja asing memanfaatkan masa 
pengampunan tersebut. ''Sekitar 90 persen di antaranya adalah pekerja asal 
Indonesia,'' ungkapnya saat berkunjung ke Nunukan.

Jumlah itu kemungkinan akan terus bertambah. Sebab masa pengampunan yang 
semula ditetapkan berakhir Desember tahun lalu diperpanjang hingga akhir 
Februari 2005. Atas desakan berbagai pihak, masa pengampunan bagi TKI ilegal 
di Malaysia diperpanjang hingga tiga tahap. Mengapa pemerintah Malaysia 
sampai mengundur batas waktu amnesti hingga tiga kali?

Sejumlah kalangan menyebutkan bahwa pengunduran masa amnesti bukan 
semata-mata keberhasilan lobi Pemerintah Indonesia pada Malaysia. Ketua 
Himpunan Pengusaha Penempatan Tenaga Kerja (HP2TK) Kabupaten Nunukan H 
Arsyad Kopong menengarai kebijakan itu demi menyelamatkan perkebunan kelapa 
sawit Malaysia. Pendapat serupa pun dilontarkan sejumlah aktivis LSM lokal 
di Nunukan. ''Hampir 90 persen tenaga kerja perkebunan kelapa sawit Malaysia 
mempekerjakan orang Indonesia. Kalau semua dipulangkan, produksi mereka akan 
berkurang,'' ujar Arsyad.

Satu Pintu

Pejabat Timbalan Penolong, Pengarah Kanan Imigresen Malaysia, Abdul Razak 
Bin Abdul Ghani membenarkan bahwa perkebunan dan industri di Malaysia 
membutuhkan tenaga-tenaga asing. Razak bahkan mengatakan, keberlanjutan 
sistem itu bergantung pada permintaan pengusaha-pengusaha Malaysia.

Sejak 23 Februari 2005, lima titik perbatasan Indonesia-Malaysia menerapkan 
sistem keimigrasian satu pintu. Departemen Dalam Negeri (Depdagri), 
Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), Departemen Luar Negeri (Deplu), 
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), dan Jawatan 
Imigresen Malaysia duduk bersama dalam satu pintu. Kelima instansi itu akan 
mengawasi arus pergerakan TKI dari Nunukan, Entikong, Dumai, Tanjunguban, 
dan Belawan menuju Malaysia.

''Tugas kami hanya memberikan cop (cap) visa kepada calon pekerja yang 
hendak berangkat ke Malaysia. Lewat one roof center system ini, TKI tak 
perlu lagi datang ke Kedutaan Malaysia di Jakarta atau Konsulat di 
Malaysia,'' lanjut Razak.

Sementara seluruh data keimigrasian dan ketenagakerjaan calon pekerja 
menjadi tanggung jawab Kantor Imigrasi serta Balai Pelayanan dan Penempatan 
TKI (BP2TKI) Indonesia. Calon TKI yang hendak bekerja ke luar negeri harus 
mendapatkan pengesahan dari Depdagri sebelum mendapatkan paspor dari Kantor 
Imigrasi.

''Setelah paspor diperoleh, dikirim ke kantor BP2TKI untuk dicocokkan job 
ordernya, kontrak kerja dari perusahaan di Malaysia,'' papar Ade E Dachlan, 
Kepala Kantor Imigrasi Nunukan. (Ninik Damiyati-69t)

http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/04/nas16.htm

Jumat, 04 Maret 2005NASIONAL

Menaruh Harap pada Sistem Satu Pintu (3-Habis)
Bea Murah untuk TKI, Harga Mahal bagi PJTKI

BAGI ribuan calon tenaga kerja Indonesia (TKI), mengurus dokumen 
ketenagakerjaan bukanlah pekerjaan mudah. Simak saja penuturan Charles, 
warga Flores yang dideportasi dari Malaysia pertengahan bulan lalu. Untuk 
bisa berangkat ke Sabah lewat Nunukan, pria berkulit legam itu harus 
"beralih" menjadi warga Nunukan. Kartu tanda penduduk (KTP) yang dibawa dari 
Flores pun menjadi tak berarti. Hanya dalam waktu dua hari Charles menjadi 
"warga" Nunukan.

Tidak hanya itu, agar bisa memperoleh KTP, pria itu juga harus menunjukkan 
akta kelahiran, kartu keluarga, rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja dan 
Transmigrasi (Disnakertrans), serta Balai Pelayanan Penempatan TKI (BP2TKI).

Pengetahuannya yang tak seberapa membuat Charles memilih menyerahkan semua 
urusan itu kepada perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang 
menyalurkannya. "Kami dikutip 250 ringgit untuk pengurusan semua itu. Tapi 
kami berutang dulu, nanti dibayar dengan potong gaji," katanya.

Panjangnya rantai pengurusan dokumen itu diakui membebani TKI. Kepala Kantor 
Imigrasi Nunukan Drs Ade Endang Dachlan menyebut sistem pengurusan seperti 
itu terlalu mahal. Pos yang harus dilewati, kata dia, terlalu banyak.

Sistem satu pintu menawarkan mata rantai lebih singkat. Calon TKI tak perlu 
lagi tiba-tiba berubah menjadi warga Nunukan. Pos-pos seperti kartu keluarga 
dan akta lahir pun tak lagi diperlukan. Bahkan, penduduk yang tak punya KTP 
pun dapat dilayani asal memberikan data yang benar mengenai asal-usulnya.

Dalam hal sistem satu pintu, Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yang menjadi 
benteng penyaringan pertama. Perangkat komputer Depdagri yang ditempatkan di 
Nunukan telah diisi data kependudukan warga Indonesia. Mereka yang hendak 
berangkat menjadi TKI, tinggal dicocokkan dengan data yang sudah ada.

Formulir yang dimaksud Ade adalah permohonan dokumen terpadu penempatan 
kembali eks TKI amnesti Malaysia. Formulir yang telah diisi kemudian 
diverifikasi oleh Depdagri, pihak Imigrasi, dan BP2TKI. Calon pekerja yang 
belum mendapatkan job order dari Malaysia, tidak akan mendapatkan paspor.

"Sistem ini jauh lebih murah. Biaya-biaya yang dulu digunakan untuk banyak 
pos akhirnya terkurangi," lanjut Ade.

Biaya pengurusan paspor bagi TKI semula Rp 115 ribu/orang. Namun para TKI 
masih harus mengeluarkan biaya untuk pengurusan dokumen lain. Melalui sistem 
satu atap, TKI hanya perlu membayar Rp 120 ribu/orang. Pihak pemerintah 
berharap, sistem ini dapat meringankan beban TKI.

Sebaliknya, Pemerintah Malaysia berharap sistem satu pintu meminimalkan 
konflik majikan-pekerja. Seperti dikatakan pejabat Timbalan Penolong, 
Pengarah Kanan Imigresen Malaysia, Abdul Razak bin Abdul Ghani, Malaysia tak 
ingin lagi ada pekerja lari dari majikan. "Kami pun tak ingin ada majikan 
tak bayar pekerja," katanya.

Karena itu, Kementerian Hal Ihwal Dalam Negeri Malaysia mengharuskan 
pengusaha memohon izin sebelum mendatangkan pekerja. Mereka diseleksi 
melalui sebuah konsorsium yang diawasi pula oleh Kedutaan Besar RI (KBRI) di 
Malaysia.

Perusahaan yang mendapatkan pengesahan akan memperoleh pass lawatan kerja 
sementara (PLKS) yang dikirimkan kepada PJTKI di Indonesia.

Tetapi di balik semua kemudahan bagi TKI itu masih ada celah di sana-sini. 
Ketua Himpunan Pengusaha Penempatan Tenaga Kerja (HP2TK) Kabupaten Nunukan H 
Arsyad Kopong mengatakan, pemerintah tidak cukup siap melakukan sistem satu 
atap.

Arsyad menyoroti belum terbentuknya konsorsium PJTKI yang menentukan kontrak 
kerja dan job order bagi TKI. Belum lagi soal tempat training dan tempat cek 
kesehatan yang belum mendapatkan akreditasi Malaysia dan Indonesia. Arsyad 
tidak yakin, selama tiga bulan ke depan sistem satu pintu dapat berjalan 
mulus.

Sejumlah pengurus PJTKI juga mengeluhkan sistem ini. Bukan saja karena mata 
rantai akses mereka dipangkas oleh pihak Imigrasi. Lebih dari itu, Depdagri 
meminta PJTKI membawa setiap TKI yang akan dikirimkan ke Malaysia. Tujuannya 
untuk memverifikasi kebenaran data yang ditulis pada formulir . (Ninik 
Damiyati-78t) 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke