http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/04/opini/1599813.htm

      Jumat, 04 Maret 2005  
     
     
     

      Soal Buruh Migran Tak Berdokumen 

      Oleh Wahyu Susilo



      SEJAK 1 Maret 2005 Pemerintah Malaysia secara resmi memulai langkah 
koersif dalam penegakan Akta Imigresen 1154A Tahun 2002 untuk mengusir ratusan 
ribu buruh migran tak berdokumen yang masih ada di Malaysia.

      Langkah koersif ini diimplementasikan dalam Ops Tegas dengan tahapan 
operasi pemeriksaan (razia), penangkapan, dan penahanan untuk mereka yang 
terbukti tidak memiliki kelengkapan dokumen.

      Menurut catatan Kedutaan Besar RI (KBRI) Kuala Lumpur, dari sekitar 1,1 
juta buruh migran Indonesia tak berdokumen, sekitar 385.000 yang telah pulang 
memanfaatkan masa amnesti. Artinya, mereka yang kini menjadi "warga buron" 
sekitar 750.000 orang Indonesia yang menjadi buron RELA (ujung tombak Ops 
Tegas). Kenyataan ini menunjukkan, masih banyak buruh migran Indonesia bersikap 
bertahan di Malaysia karena problem upah yang belum dibayarkan. Bahkan, mereka 
berani "pasang badan" untuk ditangkap RELA dengan tetap berdiam di 
kongsi-kongsi. Hingga hari ketiga Ops Tegas berlangsung Pemerintah Malaysia 
mengidentifikasi sekitar 200 point akumulasi buruh migran tak berdokumen, 
mayoritas area adalah kampung- kampung orang Indonesia.

      SEKADAR menengok ke belakang (sebulan lalu) dan membandingkan dengan 
kenyataan yang terjadi, pendekatan bilateral (Indonesia-Malaysia) untuk 
penyelesaian buruh migran mendekati titik "antiklimaks". Sebulan lalu ada 
sedikit optimisme saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan "ada 
persoalan serius buruh migran Indonesia di Malaysia, yaitu upah yang belum 
dibayar dan majikan yang tak pernah mendapat sanksi hukum" (Kompas, 6/2).

      Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris pun mem-follow-up 
pernyataan itu dengan mengupayakan legal action untuk penyelesaian masalah 
buruh migran Indonesia di Damansara Damai yang gajinya belum dibayar. Langkah 
konkretnya adalah menyewa 10 pengacara ternama di Malaysia. Sikap keras 
Pemerintah Indonesia ini mendapat reaksi keras dari Pemerintah Malaysia.

      Publik Indonesia amat berharap adanya solusi nyata saat pertemuan 
bilateral 14 Februari 2005, di mana dirancang pertemuan tingkat tinggi antara 
SBY dan Abdullah Badawi. Ternyata tidak ada hasil signifikan, bahkan meluruhkan 
harapan adanya tekanan politik kepada Pemerintah Malaysia untuk bersikap tegas 
dan nondiskriminasi dalam penerapan Akta Imigresen 1154/2002, di mana masih 
didapati sejumlah perusahaan yang leluasa merekrut buruh migran tak berdokumen, 
bahkan secara sengaja tidak membayarkan gajinya. Sikap SBY yang "menyerahkan 
sepenuhnya" kepada Pemerintah Malaysia untuk penyelesaian masalah gaji yang 
belum dibayarkan majikan kepada buruh migran mementahkan upaya yang sebenarnya 
telah mampu membongkar kebobrokan sejumlah perusahaan Malaysia yang selama ini 
terbukti mempekerjakan ribuan buruh migran tak berdokumen.

      Tak terselesaikannya masalah ini menyebabkan ratusan ribu buruh migran 
asal Indonesia tetap bertahan dengan risiko ditangkap, dipenjara, dicambuk, dan 
dilarang masuk kembali ke Malaysia seumur hidup. Dari situasi ini, kita tidak 
layak jika menyalahkan sepenuhnya pada buruh migran Indonesia tak berdokumen 
yang kini masih tetap bertahan.

      Masalah lain yang menambah ruwet deportasi massal buruh migran Indonesia 
dari Malaysia adalah rencana pengiriman kembali para buruh yang ikut program 
amnesti untuk bekerja secara resmi ke Malaysia. Pemerintah Indonesia berencana 
mengirim kembali buruh migran deportan ke Malaysia dengan menerapkan sistem 
pelayanan satu atap untuk memproses pengurusan dokumen. Yang berhak mengikuti 
program ini adalah buruh migran yang pulang kembali ke Malaysia sebelum 1 Maret 
2005. Pemerintah Malaysia pun bersedia memberi kuota 300.000 buruh migran. 
Diharapkan dengan program satu atap sekitar 300.000 buruh migran dapat dikirim 
lagi ke Malaysia.

      Sepintas program ini menunjukkan "kebaikan hati" Pemerintah Malaysia yang 
"mau menerima kembali" buruh migran Indonesia. Namun jika dikritisi, program 
ini menunjukkan ketakutan Pemerintah Malaysia akan kosongnya tenaga kerja upah 
murah di sektor perkebunan dan konstruksi dalam dua bulan ini. Dikhawatirkan 
kekosongan akan memengaruhi perekonomian Malaysia.

      Dari konstelasi itu, seharusnya Pemerintah Indonesia tidak serta-merta 
manut dalam skema pemenuhan kebutuhan tenaga kerja Malaysia. Realitas itu 
sebenarnya bisa menjadi point crucial untuk political bargain dalam diplomasi 
ketenagakerjaan. Pemerintah Indonesia mestinya berani mengajukan opsi, 
pengiriman kembali tenaga kerja ke Malaysia bisa dilakukan jika Malaysia benar 
memenuhi komitmennya untuk menindak tegas berbagai perusahaan yang selama ini 
ngemplang gaji dan secara sengaja mempekerjakan buruh migran tak berdokumen.

      POIN lain yang juga menyisakan masalah adalah besaran biaya yang harus 
dikeluarkan buruh migran yang akan ikut program penempatan kembali buruh migran 
ke Malaysia. Berdasarkan Keputusan Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja 
Luar Negeri Depnakertrans RI Nomor 79 Tahun 2005, 7 Februari 2005, biaya yang 
harus dikeluarkan buruh migran minimal Rp 2.990.000, belum termasuk biaya 
transportasi dan lain-lain. Jika dicermati, pos terbesar dalam struktur 
pembiayaan yang ditetapkan adalah untuk jasa perusahaan sebesar Rp 1.500.000. 
Sisanya untuk pengurusan paspor, medical test, visa kerja, asuransi, dan pos 
pembiayaan lain yang belum jelas juntrungnya.

      Format pembiayaan ini memperlihatkan, yang untung dari program ini adalah 
perusahaan-perusahaan jasa tenaga kerja yang juga tidak jelas dasar 
penunjukannya. Menurut para pelaku usaha penempatan tenaga kerja, mereka juga 
memprotes ketidaktransparan penunjukan PJTKI yang ikut Konsorsium Penempatan 
Kembali TKI Amnesti (KPA).

      Bagi buruh migran, biaya ini juga memberatkan, apalagi mereka yang pulang 
semasa amnesti adalah buruh migran bermasalah. Sebagian besar di antara mereka 
juga mengalami masalah gaji yang dikemplang majikan dan perusahaan.

      Sebenarnya masih ada peluang untuk memasalahkan buruh migran Indonesia 
tak berdokumen di Malaysia, terutama untuk memastikan agar dalam Ops Tegas 
berlangsung tanpa ada pelanggaran HAM.

      Beberapa organisasi HAM internasional, seperti Amnesty International dan 
Human Rights Watch, mengingatkan Pemerintah Malaysia untuk tidak menggunakan 
kekerasan dalam proses deportasi buruh migran. Kekhawatiran ini didasarkan pada 
penggunaan milisi RELA sebagai ujung tombak operasi koersif itu. Dalam kerangka 
ini Pemerintah Indonesia harus menggunakan momentum Sidang Komisi HAM PBB yang 
akan dimulai pertengahan Maret 2005.

      Pemerintah Indonesia dalam forum internasional ini harus berani 
menggalang kekuatan bersama Filipina, Banglades, Sri Lanka, dan India (sebagai 
negara-negara asal buruh migran deportan) untuk mengajukan masalah deportasi 
buruh migran di Malaysia sebagai agenda krusial HAM yang harus diperhatikan 
Pemerintah Malaysia. Langkah ini akan bersinergi dengan agenda ornop-ornop 
Indonesia, Asia Pasifik, dan internasional yang juga akan mempersoalkan 
deportasi buruh migran di Malaysia sebagai aktivitas yang berpotensi terjadinya 
pelanggaran HAM.


      Wahyu Susilo Labor Policy Analyst di Migrant CARE (Perhimpunan Indonesia 
untuk Buruh Migran Berdaulat)
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke