JURNAL ORANG GUNUNG KEPADA IMAM ISNAINI [1]: Tentang Manusia dan Negeri Kambé.
Saya juduli rangkaian tulisan ini dengan "Jurnal Orang Gunung" karena sejak puluhan tahun aku memang tinggal di daerah tertinggi di Paris bernama Montmartre, sebuah gunung dari mana lembah Seine dan seluruh kota yang terhampar di bawahnya bisa nampak dengan jelas. Montmartre dikenal juga sebagai situs sejarah di mana kaum proletariat membentuk Komune Paris yang kemudian dikenal dengan sebutan Kaum Komunard melancarkan pemberontakan [abad ke-IXX]. Montmartre adalah benteng pertahanan strategis mereka. Berbarengan dengan jatuhnya Montmartre, Komune Paris pun hancur dan Kaum Komunard dimasakre di Tembok Fedéré. Kecuali itu sampai sekarang, Montmartre, sampai sekarang dikenal juga sebagai kampung seniman di mana seniman dari berbagai penjuru dunia berkarya dan mengembangkan diri. Hampir seluruh waktu selama berada di Perancis, saya tinggal di daerah gunung ini yang memelihara suasana kehidupan orang kampung. Saling sapa, saling kenal, saling memperhatikan kehidupan satu dengan lainnya menandai kehidupan. Dengan latar hidup orang kampung di daerah gunung di kota besar seperti Paris, maka saya merasa diri tidak lebih dari seorang gunung belaka dalam arti harafiah. Menyebut diri sebagai orang gunung sama halnya dengan selalu mengaku diri sebagai seorang Dayak Indonesia [karena ada Dayak Malaysia] yang selama berabad-abad dilecehkan dan dipandang identik dengan segala keterbelakangan, keganasan dan kejahatan serta kejelekan [dajaker, "ndayak-ndayakan, "kanibal", "primitif", dsb..], sama sekali tidak ada rasa kompleks apa pun. Tidak ada kompleks rendah diri, apalagi kompleks unggul [superiortas]sebagai ujud "kompensasi psikhologis". Sebagai Orang Gunung dan Dayak, saya memandang tanahair merangkul bumi. Mencoba merampungkan misi hidup mati sebagai Orang Gunung dan Dayak yang "rengan tingang nyanak jata" [anak enggang putera-puteri naga]. Pelecehanan terhadap orang kampung, orang gunung dan Dayak, saya lihat tidak lebih dari keangkuhan supremasi dan kebanggaan berhegemoni yang merusak hubungan antar anak manusia, ujud dari kedunguan primer alias hewani. Bukan tanda kemanusiawian. Pelecehan dan merendahkan orang gunung, orang kampung dan desa serta Dayak, kulihat juga sebagai ujudan kemerosotan manusia ke taraf "setan" dan "hantu" [kambé, menurut istilah Dayak Kalteng] dan bentuk dari penindasan serta penghisapan sejak lampaunya tingkat masyarakat "komune awal" seperti masyarakat betang [rumah panjang]. Sejak itu menggunakan istilah Thomas Hobbes, "manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya". Sistem penindasan dan penghisapan melahirkan kambé-kambé. Tidakkah sekarang kita didominasi oleh kambé? Di kalangan orang gunung, orang kampung, desa dan Dayak di hulu-hulu sungai di kaki gunung dan pinggir-pinggir daerah riam, orang-orang berhubungan dengan menghargai sesama. Mao Zedong menyebut keadaan begini sebagai "kertas putih". Mengucapkan secara polos apa yang dirasa dan dipikirkan serta mampu mendengar ucapan orang lain tanpa curiga dan benci. Gunjing, desas-dessus [rumor] di daerah-daerah begini bukan bersifat gunjing di kota dan di kalangan elite, tapi lebih bersifat kontrol sosial dan keterbukaan. Kemanusiaan lebih banyak terdapat di daerah yang dilecehkan itu daripada di kalangan yang bangga pada gelar akademi, di kota dan apalagi elite. Orang-orang yang terakhir ini lebih banyak berwatak "serigala" jika menggunakan istilah Hobbes. "Jutagan" dan "menjutag" [istilah orang Yogayakarta. Sangat keliru memandang Yogya sebagai lambang kemanusiaan dan peradaban, apalagi Yogya feodal. Saya tidak memasuki rincian soal ini? Kebiasaaan "njutag" sangat populer di Yogya] orang saya kira ujud dari sikap yang berwatak "serigala". Jurnal? Mengapa jurnal atau semacam catatan harian? Dengan bentuk begini, saya merasa bebas mengutarakan apa yang saya rasakan dan pikirkan sebagai Orang Gunung, tanpa berpretensi bahwa saya paling benar. Mengapa Jurnal ini saya kepadakan untuk Imam Isnani [|selanjutnya saya sebut Imam]? Alasannya karena secara pribadi ia ingin berdialog dan melalui Jurnal ini saya ingin menanggap serta belajar dari permasalahan yang ia kemukakan. Sebagai sesama pencari dan penanya saya menghormati Imam Isnaini, anak muda yang memburu arti. Hanya kepada Imam ingin saya katakan secara filsafat bahasa saya menolak dipanggil "bapak" . Saya mempunyai nama dan bahasa, termasuk bahasa Indonesia, mempunyai kata ganti nama yang mengandung nilai-nilai republiken. Usia, jabatan, kekuatan, senjata apalagi tidak menjadi jaminan dan tidak sinonim kebenaran. Indonesia yang manusiawi tidak memerlukan konsep paternalistik begini. Dari segi filsafat bahasa ini maka saya menginginkan bahasa Indonesia kita menjadi bahasa anak manusia. Bukan bahasa kambé dan jangan dijadikan bahasa kambé seperti halnya saya menolak Indonesia dijadikan negeri para kambé. Penolakan ini akan saya hadapi dengan segala resiko dan sudah saya hadapi. [Saya harap terutama kepada putera-puteri Dayak Indonesia juga di Malaysia angkatan sekarang dan kapanpun, jangan mau jadi anak kambé!] Untuk mengetahui apa permasalahan yang diangkat oleh Imam maka di bawah ini saya sertakan surat pribadinya yang ia kirimkan pada 30 Nopember 2004: "Salam kenal. Saya sangat senang sekali membaca "SURAT TENTANG SASTRA KEPADA ANAS AGE" yang Bapak postingkan di milist koran-sastra. Dengan membaca surat itu menimbulkan keinginan saya untuk berkorespondensi dengan Bapak, semoga Bapak berkenan. Hari ini (SELASA, 30 NOVEMBER 2004) saya membaca artikel di Kompas yang berjudul "HAM dan Tinta Merah Media Masa". Disitu dikutib mengenai deklarasi universal HAM, "Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, media ditasbihkan sebagai pilar demokrasi yang dipercaya menginvestigasi, menulis, dan memberitakan apapun". Pada tanggal 27 November yang lalu di Surabaya diadakan penganugrahan "Surabaya Academy Award" yang salah satunya diberikan kepada Ibu Esti Susanti Budiono sebagai pelopor kesehatan masyarakat. Ibu Esti ini adalah seorang aktifis AIDS. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan keresahaannya terhadap pemberitaan salah satu media masa yang beredar di Surabaya mengenai penderita AIDS. Salah satu penderita AIDS yang didampinginya pernah diwawancarai salah satu media di Surabaya (saya tidak tahu persis yang diwawancarai dokternya atau pasiennya). Setelah wawancara tersebut kemudian muncul artikel di media tentang AIDS, yang memprihatinkan media tersebut menulis nama dan alamat penderita secara jelas. Akibat dari pemberitaan itu, penderita AIDS tersebut mengalami tekanan yang cukup berat dan akhirnya meninggal dunia. Tidak hanya itu, keluarga penderita dikucilkan masyarakat, istrinya yang kebetulan seorang guru tidak diperkenankan mengajar karena murit-muritnya tidak mau diajar oleh dia, anak-anak mereka tidak mau sekolah lagi karena malu diolok-olok teman-temannya. Sampai sejauh itukah pemaknaan tentang kebebasan pers dalam mengungkap sebuah kasus? Regards Imam Isnaini" Dari surat Imam ini, saya menangkap banyak persoalan prinsipil. Paris, Desemhber 2004 -------------------- JJ. Kusni [Bersambung....] [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/