SURAT KA DURANG TAWELA, DURANG HARAPAN: 


PILKADA [PEMILIHAN LANGSUNG KEPALA DAERAH]TANPA ILUSI



MENJELANG pemilihan langsung kepala daerah [Pilkada] di Kalimantan Tengah 
[Kalteng] yang menurut rencana [kalau tidak salah informasi] akan berlangsung 
Juni tahun ini, masing-masing calon sedang sibuk dan sudah membentuk Tim Sukses 
masing-masing. Tim sukses dengan tugas pokok memenangkan sang calon. 
Memenangkan sang calon sering dijadi sentral masalah karena dengan menang maka 
segala kemungkinan terbuka, terutama [maaf] penyalahgunaan kekuasaan politik. 
Sedangkan untuk apa dan apa  sesungguhnya kekuasaan politik secara teoritis 
dalam konteks Republik dan Indonesia serta artian politis filosofis sering 
diabaikan. Akibatnya calon mana pun yang akan menang tidak membawa perobahan 
kulitas yang hakiki, kecuali penyalahgunaan kekuasaan politik  [abusing of 
power]yang berada di tangan pemenang. Dengan demikian nasib mayoritas penduduk 
yang diperintah tidak mengalami perobahan berarti apalagi hakiki. Pemilu pun 
berarti tidak lain dari rebutan kesempatan memperkaya diri dan kroni serta 
mengangkat tim suksesnya ke tingkat elite kekuasaan. 

Berdasarkan keadaan dan konsep demikian, tidak heran dalam kampanye pemilu 
termasuk pilkada, masalah program yang didasari oleh pandangan filosofis 
manusiawi, tidak pernah atau sangat langka dijadikan bahan perdebatan. Debat 
program sekaligus menganalisa keadaan yang sudah berlangsung pun berada di luar 
acara serta asing dari perhatian Tim Sukses. Program adalah suatu grand design 
[lukisan garis besar] masyarakat yang ditawarkan oleh sang calon. 

Mengamati sejarah Kalteng, khususnya sejarah yang disebut "pemilu", terutama 
pemilu kepala daerah, boleh dikatakan, kita tidak pernah mendapatkan adanya 
"grand design" ini. Apalagi sebelumnya, gubernur/kepala daerah tidak dipilih 
langsung tapi dipilih oleh DPRD dan pada masa Orde Baru [Orba] Soeharto, 
gubernur/kepala daerah termasuk pos-pos kunci di propinsi, hanyalah kepanjangan 
tangan kepentingan Jakarta untuk menguras daerah. Pada masa Orba, daerah 
hanyalah vazal dari suatu imperium, koloni baru dari penjajahan tipe baru. 
Tanpa persetujuan Jakarta, tidak mungkin seseorang menjadi gubernur/kepala 
daerah. Sampai pada "pemilihan gubernur" terakhir bahkan hingga pemilihan 
bupati di Katingan, pemilihan walikota Palangka Raya, misalnya, memainkan 
peranan sangat menentukan dan partai politik menjadi bunker kepentingan belaka 
golongan. Kepentingan mayoritas penduduk menduduki tempat kelas kambing tapi 
dijadikan label "kecap nomor satu". Hebatnya lagi, politik uang sering 
dibarengi oleh ancaman kekerasan fisik bahkan pada pelenyapan fisik pada semua 
pembangkangan.Barangkali grand design Kalteng, hanya ada pada masa Tjilik Riwut 
menjadi gubernur --gubernur pertama Kalteng. Dan grand design Kalteng Tjilik 
Riwut ini dihancurkan bersama dengan penyingkirannya ke atas, ke Kementerian 
Dalam Negeri. Menurut keterangan yang saya dengar, Tjilik Riwut pun bisa 
menjadi gubernur pertama Kalteng setelah ada lobbie pribadi dengan "pejabat 
gubernur" Kalteng  yang Jawa [Wawancara dengan Tiyel Djelau di Palangka 
Raya,2002]. Saya sangat heran mengapa masalah suku dan agama menjadi pola 
penting dalam penunjukkan gubernur. Bukannya masalah kadar nilai republiken dan 
keindonesiaan. Akibatnya Republik dan Indonesia tidak lain rumusan lain dari 
penjajahan tipe baru oleh bangsa kita sendiri. Saya khawatir dengan penyisihan 
nilai-nilai republiken dan keindonesiaan ini bukan hanya grand design daerah 
akan selalu tidak dihadirkan, tapi orang-orang daerah sendiri, termasuk 
orang-orang Dayak sendiri yang muncul akan menjadi bagian dari sistem 
penjajahan dan penindasan tipe baru sehingga bisa terjadi Dayak menindas Dayak. 
 Ketiadaan lukisan garis besar masyarakat [society grand design] pada pemilihan 
entah langsung atau tidak, menunjukkan minimnya pemahaman akan nilai republiken 
dan keindonesia, minimnya atau sudah bergesernya pemahaman kita akan arti 
Republik, Indonesia dan pemerintah serta berbangsa dan bernegara. Ia juga 
mencerminkan imbangan kekuatan politik dalam masyarakat, menggambarkan nilai 
apa yang berdominasi dalam masyarakat kita, merosotnya fungsi dan peranan 
partai-partai politik sebagai alat memperjuangkan nilai menjadi bunker-bunker 
kepentingan sempit. Berdominasinya nilai-nilai merosot ini di kalangan 
masyarakat, serta merosotnya partai-partai politik menjadi bunker-bunker 
kepentingan golongan membuat agama dan etnik menjadi salah satu kendaraan 
politik yang riuh ditumpangi. Otonomi daerah menjurus ke lahirnya 
"rajaperang-rajaperang baru" [warlord] yang korup, pemilihan langsung kepala 
daerah pun tidak akan memberikan perobahan apa pun yang berarti. Bayangkan 
saja, dalam menyiapkan pilkada, di kabupaten Kapuas, orang dari propinsi 
tetangga secara tergesa-gesa dikerahkan untuk menjadi warga Kalteng agar 
memilih calon tertentu. Dari gejala ini saya hanya mendapatkan bukti bahwa 
pilkada tidak menjanjikan apa-apa, kecuali perjudian politik baru dengan konsep 
lama yang egosentris dari para calon termasuk dari "bintang-bintang baru". 
Harapan baru apa gerangan yang dijanjikan oleh pilkada kepada mayoritas 
masyarakat daerah apabila imbangan kekuatan dan nilai-nilai dominan yang vulger 
masih menandai masyarakat kita? 

Yang bisa dilakukan paling-paling mendesak adanya grand dessign sebagai kontrak 
terbuka antara calon dengan dengan masyarakat dengan kontrak mana kemudian 
masyarakat menuntut dan menilai mereka sebagai ujud dari suatu kontrol 
masyarakat. Debat langsung terbuka merata atas grand design itu. Dengan cara 
ini kita melakukan pendidik penyadaran setahap demi setahap. Pada saat kontrak 
pemilu ini diingkari maka kepada masyarakat ditunjukkan betapa kebohongan dan 
penipuan dijadikan dasar pemilu termasuk pilkada yang bisa dijadikan dasar 
pengorganisasian masyarakat selanjutnya untuk menjadi aktor pemberdayaan diri 
sebagai tuan atas nasib diri sendiri, untuk memanusiawikan diri mereka sendiri. 
Dengan syarat imbangan kekuatan dan nilai dominan seperti sekarang yang penting 
adalah kita tidak perlu terlalu mengembangkan ilusi pada pilkada dan 
selanjutnya memperkokoh sikap siap berjuang. "Buang ilusi  siap berjuang" 
barangkali sikap yang padan menghadapi pilkada yang didasarkan pada kebohongan 
dan manipulasi semata. Kecuali itu barangkali yang perlu juga adalah 
"Berorganisasilah!".

Mengapa berorganisasi? 

Imbangan dan tatatan nilai dominan sekarang, saya kira hanya bisa dirobah 
dengan penegakan nilai dominan baru yang tanggap dan aspiratif serta merobah 
imbangan kekuatan, mengobah partai politik dari bunker kepentingan golongan 
menjadi bastion kepentingan rakyat. Dari mana mulai? Berdasarkan pengalaman 
kerja tiga-empat tahun waktu yang pendek jika memulai sesuatu dari modal nol, 
saya berkeyakinan bahwa revitalisasi Masyarakat Adat [MA], pemberdayaan 
dipadukan dengan memecahkan masalah mendesak [immediate] serta pendidikan 
penyadaran barangkali menjadi hal menentukan dan strategis. Pekerjaan raksasa 
ini tidak mungkin dilaksanakan jika kita tinggal di menara gading, di 
kantor-kantor ber AC. Revitalisasi MA membuat kita mungkin memberdayakan diri 
dan memiliki daya tawar kuat menghadapi siapapun, mampu mengadakan pengawasan 
masyarakat dari bawah,  memberi daya paksa pada kata-kata. Revitalisasi MA 
memungkinkan kita mengefektifkan pilkada sesuai dengan kepentingan mayoritas 
sendiri. Adanya kontrol sosial dari bawah melalui MA yang direvitalisasi, 
memberikan kita kemungkinan untuk memerangi politik uang, menegakkan masyarakat 
sipil yang tanggap dan aspiratif, adanya kekuasaan politik rakyat. Jalan MA 
adalah Jalan Kalimantan, jika menggunakan istilah Prof. Sajogyo. Tanpa Jalan 
Kalimantan, pilkada Kalteng tidak mempunyai arti apa-apa. 

"Berorganisasilah, Buang Ilusi Siap Bertempur" barangkali jalan lain yang 
merentang di hadapan kita sebagai alternatif meraih mewujudkan harapan menjadi 
manusia yang manusiawi di tanah kelahiran sendiri. Jalan menarung kebohongan 
dan manipulasi.

Paris, Februari 2005.

JJ.KUSNI










[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke