sedikit sharing untuk kakak2 semua mengenai EMOSI lalu apa hubungannya dgn
EKSPRESI, agar tidak ada salah persepsi mengenai EMOSI.... Melejitkan
Kecerdasan Emosi

Qana`ah tak sekadar sikap pasif menerima apa adanya, tapi ada proses
evaluasi pembelajaran. Juga, berpotensi meningkatkan kecerdasan emosi.

Moncong senapan yang sewaktu-waktu bisa memuntahkan timah panas tak sedikit
pun membuat gentar Mahatma Gandhi. Tokoh pejuang kemerdekaan India itu tetap
tenang dengan tangan kosong. Modalnya kesabaran, anti kekerasan. Bahkan
hingga ia meregang nyawa, 30 Januari penghujung era 40-an.

Seseorang memberondongnya dengan peluru senapan. Dada pria yang hanya
berbalut kain putih itu berlubang. Tubuhnya terkapar. Para pengikutnya
panik, tapi dengan sergap menolong sang pemimpin yang sudah ambruk. Saat itu
amarah mereka mungkin mendidih di ujun ubun-ubun. Tapi pesan pria yang
bernama asli Mohandas Karamchand Gandhi ini meredam mereka. Di ujung
usianya, pria berkepala plontos itu berpesan, agar orang-orang yang
menolongnya mau membebaskan dan mengampuni sang penembak gelap.

Gandhi dikenal sebagai pembela hak-hak warga India yang masih berada di
bawah koloni Inggris. Pria kelahiran 2 Oktober 1869 itu adalah pelopor
perjuangan swadesi, perjuangan berlandaskan spirit cinta dan kasih.

Prinsip perjuangan tanpa kekerasan yang ia gagas, berhasil meledakkan
semangat perlawanan rakyat untuk memboikot industri-industri Inggris di
India. Konsistensi perjuangan yang tanpa pamrih membuat rakyat Sungai Gangga
patuh, lalu membangkang penjajah.

Gandhi bukanlah seorang sufi. Ia pemeluk Hindu yang punya prinsip anti
kekerasan, tak mudah mengumbar amarah. Komitmen itu dalam agama Islam
layaknya sikap seorang sufi. Amarah, rakus, dan takabur, adalah pantangan
besar bagi seorang sufi. Rasulullah saw pernah berpesan, siapapun yang
mempunyai tiga karakter berikut, maka Allah akan memelihara dan melindungi
dengan rahmat-Nya, serta memasukkan dalam kecintaan-Nya. Apa itu? "Jika
diberi ia bersyukur, jika mampu membalas ia memaafkan, dan jika marah ia
bersikap tenang," sabdanya seperti diriwayatkan al-Hakim.

Sufi besar dari Naisabur, Iran, Abul Qasim al-Qusyairi (986-l073 M),
menyebut ciri-ciri orang dalam hadis tersebut sebagai karakter qana`ah.
Begitu pula dalam firman Allah ayat 13 Surat al-Infithar: sesungguhnya orang
yang berbakti itu pasti berada dalam surga yang penuh kenikmatan. "Kata
kenikmatan yang dimaksud adalah qana`ah di dunia," tegasnya dalam al-Risalah
al-Qusyairiyah fi Ilm al-Tashawwuf, kitab al-Qusyairi dalam ilmu tasawuf.
Apakah qana`ah itu, kok sampai diumpamakan sebagai al-na`îm, surga penuh
kenikmatan.

Menerima apa adanya, itulah definisi umum qana`ah. Biasa juga dipahami
sebagai sikap pasrah dengan kondisi yang dialami. Pasif, lembek, tak
berdaya, dan mudah menyerah adalah persepsi kebanyakan orang terhadap
karakter sifat ini. Pemaknaan qana`ah sejatinya tak sesederhana itu. Seorang
sufi biasanya mempraktikkan sikap "menerima apa adanya" dengan dua cermin.

**

*Yang Lalu Biarlah Berlalu*

Pertama, orang yang qana`ah tak akan menyesali apapun yang telah terjadi.
"Ambillah tiap kejadian itu untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang
mempunyai pengertian," firman Tuhan. Ayat kedua dalam surat al-Hasyr inilah
yang dijadikan patokan para sufi dalam menyikapi peristiwa menyedihkan atau
sebuah kesalahan yang telah berlalu. Nasi sudah menjadi bubur, yang lalu
biarlah berlalu. Begitu kata pepatah.

Tidak menyesali bukan berarti tidak peduli. Kejadian yang tak diinginkan
yang telah terjadi itu tak perlu ditangisi. Tapi, dievaluasi. Mengapa sampai
terjadi? Apa penyebabnya? Bagaimana agar tak terjadi lagi? Itulah antara
lain pertanyaan yang harus dipecahkan.

Untuk melatih sikap ini kepada muridnya, seorang guru sekolah dasar membawa
segelas susu manis ke dalam kelas dan menaruhnya di atas meja.
"Siapa yang doyan susu?" tanya guru itu.
"Saya... saya… saya Pak…," suara itu terdengar sahut menyahut.
"Kalau begitu, yang mau susu ambil sendiri ke depan."

Anak-anak langsung berhamburan maju ke depan berebut segelas susu di meja
pak guru. Dan… "Pyar…!" gelas itu pecah. Semuanya terdiam, bahkan ada yang
menangis, gara-gara tak jadi kebagian susu kesukaannya itu.

Kejadian ini sengaja didesain guru tersebut untuk memberikan pelajaran
kepada anak didiknya. Ia kemudian menjelaskan. Gelas yang pecah dan susu
yang tumpah ke tanah tidak akan kembali lagi. Semua telah terjadi. Karena
itu, tidak perlu ditangisi dan disesali. Guru tersebut lalu memancing dengan
pertanyaan: mengapa susu tadi bisa tumpah? Apakah penyebabnya? Bagaimana
agar tidak terjadi lagi?

Setelah itu, anak-anak mengerti dan dapat menyimpulkan. Lain kali kalau mau
mengambil sesuatu mereka mesti hati-hati dan tak berebut. Harus bersabar dan
bergiliran. Qana`ah, dalam kasus ini, berarti tak hanya menerima kenyataan
secara pasif, tapi ada proses evaluasi sebagai pembelajaran yang berharga.

**

*Amarah Membawa Petaka
*
Kedua, orang yang qana`ah tak terbesit sedikit pun niat balas dendam. Amarah
timbul karena perasaan 'tidak puas' dan 'tidak terima', lalu berubah menjadi
dendam membara. Dendam tak akan menyelesaikan masalah, justru akan menambah
masalah baru. "Siapapun yang mampu menahan amarah, Allah akan menahan siksa
kepadanya, dan siapapun yang mampu menjaga lisannya, Allah akan menutupi
kekurangannya," tegas Nabi seperti diriwayatkan Thabrani.

Ihwal ini, orang-orang sufi juga meneladani kisah dalam riwayat al-Turmudzi.
Ada seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. Ia bertanya, ya Rasulullah
pelayanku telah berbuat kesalahan kepadaku, apakah boleh saya memukulnya?
"Maafkanlah dia sehari semalam tujuh puluh kali," jawab Nabi.

Hadis ini menandaskan, amarah itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Harus
ada kontrol. Orang yang tak bisa menahan amarah biasanya lepas kontrol dan
berujung petaka. Jadi, meredakan amarah dengan memaafkan bukan berarti
membiarkan kesalahan, tapi berstrategi lebih matang menghindar dari petaka.

Ilmu kedokteran juga memandang, amarah justru membawa petaka bagi kesehatan.
Gara-gara amarah yang tak terkontrol, tubuh manusia akan kehilangan energi.
Lesu, gugup, letih, dan kesal adalah efek negatif yang ditimbulkan amarah.
Peredaran darah berjalan cepat, denyut jantung pun bertambah cepat.
Akibatnya jantung menjadi lemah.

Selain alasan medis, orang yang bersikap qana`ah lebih hati-hati dalam
berfikir dan lebih matang dalam berstrategi. Ini tercermin dalam kisah Umar
dan Yusuf, sebut saja begitu. Mereka dua sahabat karib. Saat usia remaja,
Umar jatuh cinta pada Aminah. Begitupun Yusuf. Laki-laku itu juga menaruh
hati pada dara yang jadi bunga desa di kampungnya itu. Lantaran adanya
persaingan kedua perjaka ini persahabatan mereka agak berjarak. Singkat
cerita, sang dara yang jadi rebutan lebih memilih Yusuf sebagai teman hidup.


Ini pukulan berat buat Umar. Ia naik pitam. Ingin sekali ia meninju muka
yang dulu jadi sahabatnya sejak kecil itu. Untung ia mengurungkan niat. Ia
tak meneruskan hasrat yang menjurus ke arah dendam kesumat itu. Haluan
hidupnya diputar seratus delapan puluh derajat. Ia rela melepas Aminah.

Umar bertekad memacu dirinya dengan berbagai keahlian dan kemampuan. Ia
kembali melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hingga akhirnya ia
menjadi seorang doktor. Tidak hanya itu tentunya, teman hidup pun ia peroleh
melebihi segala-galanya jika dibanding Aminah.

Dua cermin di atas, tidak dendam dan tidak menyesal, merupakan ciri khas
seorang sufi yang qana`ah, seperti digambarkan ulama dari Universitas Azhar
Mesir Muhammad Al-Ghazali Al-Saqa dalam Jaddid Hayâtak, perbaruilah
kehidupanmu. "Jika tamak adalah kezaliman, maka qana`ah adalah sebuah
kemuliaan," tegas ulama yang wafat tanggal 9 Maret 1996 itu.

**

*Melatih Kecerdasan Emosi*

Qana`ah dalam lelakon sufi menduduki tempat yang begitu mendasar. Saking
pentingnya Nabi pernah mengatakan, "Qana`ah itu laksana harta yang tak
pernah sirna," katanya dalam riwayat Thabrani. Salah seorang sufi pernah
ditanya, Siapakah orang yang paling qana`ah di antara umat manusia? Ia
menjawab, yaitu orang yang paling berguna bagi umat manusia dan tidak rakus.


Abu Yazid al-Bistami juga pernah di tanya seseorang, "Bagaimana anda bisa
sampai pada kedudukan sekarang ini? "Aku mengumpulkan harta kekayaan dan
mengikatnya dengan tali qana`ah. Lalu aku menempatkannya dalam ketepil
keikhlasan, dan setelah itu aku lontarkan ke samudera yang berlimpah maaf
dan kasih sayang," jawabnya. Berarti, putus asa dan dendam jelas-jelas sirna
dalam diri seseorang yang mampu bersikap qana`ah. Bisa juga dikatakan,
qana`ah adalah menghadapi emosi dengan "kepala dingin".

Jika dikaji lebih dalam, menurut ilmu psikologi, ekspresi seperti *marah,
sebal, frustasi, cemburu, iri hati, sedih, gembira, sayang adalah
macam-macam emosi.* Mengenali dan mampu mengendalikan emosi, adalah salah
satu ciri manusia dewasa dan berkepribadian matang. Anak-anak belum punya
kecakapan ini. Karena itu, wajar saja jika ada anak yang menunjukkan
emosinya dengan meletup-letup, seperti menangis meraung-raung di tengah
keramaian jika keinginannya tak terpenuhi.

Menurut Peter Salovey dan John Mayer, psikolog dari Universitas Harvard dan
New Hampshire di AS, kemampuan mengenali dan mengendalikan emosi itulah yang
dinamakan kecerdasan emosi atau emotional intelligence (EI).

Jadi, orang dewasa yang tidak dapat mengenali dan mengendalikan emosinya
sendiri adalah orang-orang dengan *EI rendah*. Untuk pemetaan lebih jelas,
ada lima wilayah kecerdasan emosi, yaitu: (1) mengenali emosi sendiri, (2)
mampu mengelola emosi itu sesuai situasi dan kondisi, (3) bisa memotivasi
diri dengan emosinya, (4) bisa mengenali emosi orang lain, dan (5) mampu
membina hubungan baik dengan orang lain.

Emosi adalah sesuatu yang liar dalam diri manusia, karena itu harus
dikendalikan. Pengendalian emosi dalam konteks ini bukan berarti menekan
bahkan menghilangkan emosi, tapi bagaimana memenej emosi dengan baik.
Caranya yaitu, pertama, dengan belajar menghadapi sesuatu dengan
pertimbangan matang. Setiap kejadian harus dipikirkan plus minusnya. Jangan
sekali-kali bertindak dengan asal-asalan tanpa landasan yang kokoh.

Kedua, memberikan respons terhadap situasi yang dihadapi dengan pikiran
maupun emosi yang proporsional. Emosi itu harus sesuai dengan situasi dan
diekspesikan dengan cara yang dapat diterima lingkungan sosial. Jangan
seenaknya sendiri. Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena kita
kurang mau bersusah payah menimbang sesuatu dengan "kepala dingin".
-- 
Life for Success
Regards,
*HENDRY RISJAWAN *
Mind Motivator & Trainer
Certified Trainer Emotional Intelligence


[Non-text portions of this message have been removed]



---------------------
Be Prepared
Sekali Pramuka tetap Pramuka
---------------------

Pramuka email addresses:
  Post message: Pramuka@yahoogroups.com
  Subscribe:    [EMAIL PROTECTED]
  Unsubscribe:  [EMAIL PROTECTED]

--------------------- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/pramuka/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/pramuka/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke