Orang-orang Terkaya Indonesia dan Masa Depan
Kita<http://nofieiman.com/2007/07/orang-orang-terkaya-indonesia-dan-masa-depan-kita/>July
12th, 2007 *|* Investment <http://nofieiman.com/category/investment/> Siapa
saja sih orang-orang terkaya di negeri ini? Dari angkatan lama ada Sukanto
Tanoto, Putera Sampoerna, Eka Tjipta Widjaja, Rachman Halim, Robert Budi
Hartono, dan Liem Sioe Liong yang selalu jadi langganan Forbes. Ada juga
pengusaha lokal seperti Aburizal Bakrie dan Arifin Panigoro dan yang baru
seperti Eddie William Katuari, Trihatma Haliman, atau Chairul Tanjung.
Ada juga beberapa junior seperti Sandiaga Salahuddin Uno dan Patrick S
Walujo yang kelak berpotensi menjadi yang terkaya di Indonesia. Sandi adalah
Ketua HIPMI dan mantan *credit officer* Bank Summa. Tahun 1998 Sandi dan
Edwin Soeryadjaya mendirikan Saratoga Capital. Mereka mengantongi US$ 1
miliar dan investasinya masuk kemana-mana. Sandi kini juga mengejar proyek
Tol Cikampek-Palimanan dan tambang emas Newmont di NTB.
Sedangkan Patrick adalah mantan bankir Goldman Sachs yang kini nahkoda
Northstar Pacific. Walau baru 3 tahun, ia sudah mengantongi Alfa Retailindo
dan Alfa Mart yang dulu di bawah Sampoerna. Northstar juga memiliki
perusahaan LNG dan ladang migas di Sumatera Selatan. Dana yang dikelolanya
sekitar US$ 100 juta dan sebagian dari Texas Pacific Group. Mereka juga
sedang memburu Garuda Indonesia dan Blok Cepu.
Ada pula Rosan P Roeslani, yang bersama Sandi membangun Recapital Advisors;
dan Tom Lembong, yang mengakuisisi BCA lewat Farindo. Recapital mengantongi
Bank BTPN dan memenangi tender Dipasena, tambak udang terbesar Asia
Tenggara. Sedangkan Tom adalah jebolan Morgan Stanley dan mantan Kadiv *Asset
Management Investment* BPPN yang kini mendirikan Principia (Quvat). Quvat
punya US$ 150 juta dan memegang Adaro serta Blitz Megaplex Cinema. Dalam
pembelian Adaro; Sandi, Patrick, dan Tom tergabung dalam konsorsium dibantu
Edwin dan Teddy; plus Erick Tohir, pemilik Grup Mahaka.
Mahaka sendiri pemegang sahamnya adalah M Lutfi, bekas ketua HIPMI yang jadi
Kepala BKPM. Lutfi adalah putra Gunadarma yang sebelumnya adalah menantu
Hartarto (Menperin Orde Baru). Bekas istrinya punya sekolah desain, ESMOD,
dan istri Lutfi kini adalah Bianca Adinegoro. Ada juga Erick Tohir dan Boy
Garibaldi Tohir. Erick sedang menggenjot JakTV bersama Artha Graha Group,
sambil memosisikan Republika di 3 besar. Sedang Boy Garibaldi adalah salah
satu direktur Adaro. Erick pernah mengatakan bahwa Lutfi dan Wisnu Wardhana
tak aktif di Mahaka. Barangkali Wisnu sekarang sibuk mengurus perusahan
sekuritas dan pembangunan apartemen di depan BEJ.
Nama lain yang cukup berkibar adalah Hary Tanoesoedibjo dari Bhakti Asset
Management dan Global Mediacom. Bhakti pernah sukses membeli Salim
Oleochemical dari BPPN. Hary Tanoe pernah mendirikan Indonesia Recovery
Company Limited bersama Asia Debt Management. Ia juga dikenal dekat dengan
George Soros dan sering dititipi dana investasi para konglomerat papan atas,
termasuk Salim. Belakangan Harry dikenal sebagai raja media dengan bendera
MNC.
Ada juga *rising star* grup Axton yang baru memulai bisnis. Pemiliknya konon
anak muda berusia 25 tahun yang merangkak dari nol. Mereka mengelola dana
investor dengan menerapkan *value investing* ala Warren Buffett. Sayang saya
kurang informasi mengenai mereka. Ada yang bisa menambahkan? Yang jelas,
mereka semua adalah anak-anak muda brilian, berlimpah harta, lulusan luar
negeri, punya pengalaman segudang, dan *closely-related each other*.
Bagaimana Mereka Membangun Kekayaan Keberadaan orang-orang terkaya di sebuah
negara penting untuk menggerakkan ekonomi secara agregat dan memberi efek *
multiplier*. Mereka juga bisa menghitamputihkan bangsa, dan bahkan, sampai
jadi bahan gosip tak berkesudahan. Mereka jualah yang sebenarnya menggambar
cerita masa depan bangsa.
Di Amerika, banyak pengusaha kecil yang kemudian jadi besar. Tengok Google.
Mereka punya kapitalisasi di atas Coca Cola (US$ 137 milyar) dan hanya
sedikit di bawah Intel. Jaringan ritel Wal-Mart yang dimulai Sam Walton dari
nol, kini kapitalisasi pasarnya hampir US$ 200 milyar. Dan yang fenomenal
tentu Microsoft dengan kapitalisasi hampir US$ 300 milyar. Kalau tahun 1991
lalu saham MSFT dihargai cuma US$ 5, kini sudah lebih dari US$ 80 per
lembar. Angka ini cuma bisa dilampaui Exxon Mobil yang memang sudah mapan
lebih dari seabad dengan kapitalisasi US$ 473 milyar.
Iklim investasi di Amerika memang sudah terbangun sedemikian rupa dan
tersedia berbagai insentif bagi (calon) wirausahawan yang bermaksud
membangun bisnis baru. Berbagai peraturan dan *rule of the game* juga jelas
ditegakkan dan menjamin kelangsungan usaha mereka. Dan memang bisa dikatakan
bahwa cukup banyak orang-orang terkaya di Amerika yang memulai usahanya dari
nol karena memang dikondisikan demikian. Berbeda 180 derajat dengan di
Indonesia.
Di Indonesia, orang-orang terkaya cenderung (maaf) masih *rent seeking* dan
kurang kreatif. Calon orang-orang terkaya masa depan itu berangkat bukan
dari bawah. Mereka jago *finance*, punya *linkage* dengan *funding body* di
luar negeri -- namun tak punya fondasi industri yang kokoh. Mereka "cuma"
pinjam uang ke luar, membeli perusahaan yang dihajar krisis moneter 1997,
lalu tinggal menuai panen. Mereka membentuk semacam *private equity*
atau *hedge
fund* untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. BPPN atau PPA-lah yang jadi *mak
comblang* tender jual-beli ini.
Namun naluri su'udzon saya bilang bahwa mereka juga berinvestasi di politik.
Misalnya, ingat kasus BLBI. Seperti kita tahu, tender biasa dilakukan di
Gedung Bidakara, milik BI. Kita juga tahu bahwa petinggi BPPN kebanyakan
merupakan keluarga BI. Lucunya, ada salah satu parpol yang juga dekat dengan
BPPN dan sering mengadakan hajatan di Gedung Bidakara. Partai tersebut juga
mencak-mencak ketika namanya disangkutkan dengan kasus DKP dan mengancam
siapapun yang mengungkit dana DKP dengan alasan *character assasination*.
Kalau tidak salah, partai tersebut juga yang meloloskan Anwar Nasution
sebagai ketua BPK. Anwar adalah mantan Deputi Gubernur BI dan BPK adalah
lembaga superior satu-satunya yang bisa "mengaudit" kinerja BPPN dan BI.
Nah, pertanyaan su'udzon saya, apakah perusahaan-perusaha an murah tersebut
memang dijual kepada *bidder* terbaik dengan harga tertinggi; atau
orang-orang terkaya masa depan Indonesia tersebut mendapatkannya lewat cara
lain? Silakan simpulkan sendiri.
Tentang Temasek dan Singapura Yuk beralih sebentar ke Singapura.
Temasek<http://www.temasekholdings.com.sg/>,
bagi saya, adalah model bisnis yang sangat bagus. Temasek adalah ramuan
antara talenta bisnis, visi strategik, dan kekuatan politik yang rancak.
Mereka mengumpulkan aset yang nilai intrinsiknya di bawah nilai pasar, lalu
dibeli dan dipoles, sampai harganya membumbung
tinggi<http://nofieiman.com/2006/09/how-to-create-shareholder-value/>
.
Kendati mengendalikan portofolio senilai lebih dari $80 milyar, sejak
ditangani Ho Ching tahun 2002, organisasi Temasek bisa dibilang *plain* dan
simpel. Sangat efisien. Temasek cuma punya tiga *senior managing
director*dan delapan
*managing director*. Mereka inilah yang berburu aset-aset strategis untuk
dibeli -- terutama di luar negeri. Mereka membeli perusahaan-perusaha an yang
"nampak" kurang sehat dan mengambil dengan proporsi yang sangat besar
sehingga memegang kontrol pengambilan keputusan.
Direksi Temasek juga merupakan tokoh terkemuka dari kalangan pemerintahan
dan politik, seperti S Dhanabalan, Kua Hong Pak, Koh Boon Hwee dan Kwa Chong
Seng, Lim Siong Guan, Sim Kee Boon, yang sangat berpengaruh dan dipercaya
oleh pemerintah. Mereka juga menjadi direktur di perusahaan pemerintah
lainnya. Di Temasek, seorang direktur diangkat dan diturunkan atas
persetujuan Presiden Singapura. Jelas, operasional Temasek sangat terbantu
oleh kekuatan politis ini.
Talenta bisnis orang-orang Temasek juga jempolan. Sebutlah Kua Hong Pak,
direktur PSA sekaligus orang dekat Lee Hsien Loong; Goh Yew Lim, direktur
Direktur CIMB-GK Pte Ltd; dan tak kalah penting, Ho Ching, mantan dirut
SingTel, *executive director* Temasek, dan istri Lee Hsien Loong. Temasek
juga punya eksekutif dengan latar belakang mumpuni, misalnya Simon Israel
(Sara Lee Corporation/ Danone), Manish Kejriwal (McKinsey), Frank Tang
(Goldman Sachs), Francis Rozario (Citibank). Wajar kalau Temasek selalu
dapat yang terbaik: BII, Danamon,
Telkomsel<http://papafariz.wordpress.com/2007/05/24/monopoli-temasek-di-telkom-kita-digugat-kppu/>,
Indosat, atau Astra.
Sayangnya Temasek tak melakukan *assessment *terhadap risiko politik yang
mungkin dihadapi. Temasek terlalu naif berinvestasi hanya dengan melihat
aspek finansial -- apalagi masuk di negara berkembang yang sarat dengan
gonjang-ganjing politik. Mereka mungkin lupa bahwa jaminan hukum dan iklim
bisnis yang kondusif tak selalu ada dan terjaga. Ho Ching juga punya
reputasi tukang bikin bangkrut saat membeli produsen harddisk Micropolis
sampai nyaris dipecat dari SingTel. Beliau juga membuat blunder terkait
dengan pembelian Shin Corp di Thailand baru-baru ini. Ho juga orang yang
tertutup, tak bersahabat, dan sulit dimengerti.
Manuver Temasek dan Singapura Sekarang Temasek kini juga mencengkeram
Astra<http://www.majalahtrust.com/fokus/fokus/1301.php>.
BusinessWeek menyebut Astra perusahaan terbaik 94 di Asia dan terbaik kedua
di Indonesia (setelah Telkom). Lini bisnis Astra juga berkibar di berbagai
sektor <http://nofieiman.com/2005/03/bagaimana-menjadi-konglomerat-2/>,
sebutlah Astra Agro Lestari, Astra Graphia, Astra CMG Life, Asuransi Astra
Buana, Federal International Finance, Astra Credit Company, sampai Bank
Permata<http://indrariawan.wordpress.com/2007/04/29/efisiensi-di-teller-bank-permata/>
.
Proses akuisisi ini sebenarnya sudah dilakukan sejak krisis. Tapi puncaknya
mungkin tahun 2003 ketika 39,5% saham Astra dijual BPPN ke konsorsium Cycle
& Carriage Mauritius yang dimodali DBS. Mereka kemudian terus menambah
kepemilikannya di Astra. Sekarang, 50,11% saham Astra dikuasai Temasek lewat
Jardine Cycle & Carriage (JCC) -- perusahaan yang sebenarnya dulu pernah akan
dibeli Astra Otoparts. Dengan pendapatan Rp 55 triliun, Astra jadi mesin
uang buat Temasek.
[image: Competitive Countries]
Yang paling saya "suka" dari Temasek, ia bisa memasuki bisnis agro,
otomotif, alat berat, infrastruktur, telekomunikasi, keuangan dan menguasai
pangsa pasar yang disentuhnya. Tapi hebatnya, manuver Temasek begitu rapi,
bertahap, dan *low-profile*. Nyaris tak terdengar. Ironisnya, pelaku pasar
kebanyakan kurang "*ngeh*" dengan manuver Temasek. Repotnya lagi, kita
lantas terbuai bahwa kalau perusahaan dikuasai imperium Temasek, dijamin pasti
bawa untung.
Sejak 2004 Temasek memang banyak berburu di luar Singapura, dan hampir
seluruhnya di sektor jasa keuangan dan telekomunikasi. Investasi terbesarnya
antara lain BII, Danamon, Bank of China, Stanchart, dan Shin Corp. *Silent
expansion* ini menyiratkan ambisi Singapura untuk menjadi *financial hub* di
kawasan Asia: menguasai perbankan, mengendalikan telekomunikasi. Ke
depannya, sektor apa sih yang bisa lebih "*hot*" dari dua industri itu?
Dan yang tak boleh diabaikan, ingat kasus transaksi derivatif
Indosat<http://ihedge.wordpress.com/2007/06/10/menilik-transaksi-derivatif-indosat/>?
Temasek sampai mendatangkan mantan wakil Menteri Pertahanan Amerika untuk
melobi pejabat-pejabat Indonesia. Tangan-tangan Temasek juga menggerayangi
wartawan untuk mempengaruhi pemberitaan di media. Beberapa kasus yang
membuat nama Temasek negatif seperti ini membuat mereka memasang Myrna
Thomas sebagai *managing director for corporate affairs* untuk menetralisir
persepsi orang. Belakangan fungsi kehumasan ini dianggap lebih strategis
karena mereka memang banyak berekspansi ke luar negeri.
Nama "temasek" sebenarnya mengacu pada "*sea town*" atau nama purba
Singapura. Lucunya, gara-gara sumpah Mahapatih Gajah
Mada<http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Palapa>,
Singapura (Tumasik) dulu pernah berada di bawah kekuasaan Nusantara.
Sekarang, terlalu naif membandingkan negeri ini dengan
Singapura<http://nofieiman.com/2005/12/singapura-dan-kita/>.
Walau cuma sebesar Jakarta, Singapura merupakan negara ke-17 terkaya di
dunia. Repotnya, kendati mengeruk duit di Indonesia, Singapura terkenal kurang
ramah <http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0611/02/opini/3066058.htm>terhadap
negara kita.
Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat (Singapura) Teorinya, membangun
negara harus bertumpu pada infrastruktur untuk kemaslahatan umat. Di
Amerika, mereka justru pertama-tama membangun rel kereta agar mobilitas
rakyat (terutama menengah ke bawah) lancar dan menggerakkan kegiatan
perekonomian serta pertumbuhan. Walau dicap kapitalis, mereka sebetulnya
sangat berorientasi pada rakyat kecil. Jepang dan Eropa juga demikian. Di
Indonesia justru terbalik keadaannya. Kita malah memprogram jalan tol 1000
km dan mengabaikan kereta api. Yang diuntungkan jelas para penggede, bukan
rakyat kecil.
Saat sekarang, makroekonomi sudah beranjak pulih. Namun perusahaan-perusaha
an bagus milik bangsa ini sudah *kadung* diambil (mayoritas) oleh Singapura.
Sementara pembangunan, seperti tersebut di atas, tak berorientasi ke rakyat
kecil. Jadi, lengkaplah sudah kesialan kita. Sementara kita tak sadar malah
ber-haha-hihi mengikuti Tukul mengolok-olok diri
sendiri.<http://nofieiman.com/2007/03/vega-dian-tukul-arwana-empat-mata/>
Lihat ilustrasi berikut.
[image: Di Bawah Ketiak Singapura]
Kembali ke orang-orang terkaya tersebut di atas, hubungan Sandi dengan
keluarga Soeryadjaya memang sudah sejak lama. Sandi pernah menangani
perusahaan Edward (kakak Edwin) di Canada. Sandi dan Edwin pernah membangun
situs *e-marketing* rumah123.com. Boleh jadi Sandi ada di bawah
bayang-bayang Edwin. Sedangkan Patrick adalah menantu Teddy Rachmat, mantan
petinggi Astra. Rosan P Roeslani adalah teman dekat Sandi. Mereka sangat
dekat dengan Astra dan keluarga Soeryadjaya, anak pendiri Astra.
Sementara Astra, kita tahu, sudah dikuasai Temasek. Keluarga orang-orang
terkaya lainnya -- baik angkatan lama atau angkatan muda -- juga dekat dengan
lingkaran ini. Pendek kata, pemilik aset-aset strategis negeri ini kalau
bukan Singapura ya orang-orang Indonesia yang dekat dengan Singapura.
Jadi, salahkah saya kalau berteori bahwa masa depan negeri ini sebenarnya
ada di tangan Singapura?
Mudah-mudahan sedikit coretan ini bisa memotivasi pembaca sekalian -- agar
tak cuma berpacu mengejar kekayaan, tetapi juga memperjuangkan *nation pride
*. Saya, Anda, siapa pun juga pasti pengen jadi kaya. Masalahnya siapa yang
ingin memulai dan siapa yang cuma ingin mengamati, atau *ngrasani* saja?
Jujur saja, saya lebih senang bertransaksi dengan orang kita sendiri; yang
jelas-jelas mengembalikan sebagian keuntungannya buat fakir miskin dan anak
yatim. Tapi mau gimana lagi?
Ada komentar?

Sumber:
http://nofieiman. com/2007/ 07/orang- orang-terkaya- indonesia- dan-masa-
depan-kita/<http://nofieiman.com/2007/07/orang-orang-terkaya-indonesia-dan-masa-depan-kita/>

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, bulan Juni 2008.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Harap memperhatikan urgensi posting email, yang besar dari >300KB.
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email attachment, tidak dianjurkan! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim 
melalui jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di:
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id&cd=US&service=groups2.
==========================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke