ÇáÓáÇã Úáíßã æÑÍãÉ Çááå æÈÑßÇÊå
   Sementara kriteria belum disepakati secara international oleh ummat
Islam, saya usul agar disosialisasikan bahwa Lebaran berbeda itu tidak
apa-apa. Saat ini orang-orang harap-harap-cemas karena berfikir mesti
lebaran bersama. Ini ada artikel cukup baik. Klik saja. ==
Muhammadiyah-NU Samakan Persepsi Penentuan 1 Syawal 1428 H
<http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id\
=609&Itemid=2&lang=id>   (situs Muhammadiyah)  NU dan Muhammadiyah
Rayakan Idul Fitri Berbeda
<http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=10347> 
(situs NU) Astronom Lapan: Lebaran Berbeda karena Kriteria Beda
<http://www.menkokesra.go.id/content/view/5315/39/>  (situs menkokesra)
KESRA--26 SEPTEMBER:  Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)
memastikan ormas-ormas Islam akan merayakan Lebaran 1 Syawal 1428 H,
tidak bersamaan. Apalagi, belum ada kesepakatan diantara ormas Islam.
  Penegasan itu disampaikan Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika
LAPAN T Jamaludin, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (26/9/2007). "Titik
pangkal masalahnya ada pada kriteria. Sesama ahli hisab di Muhammadiyah
dan Persis (Persatuan Islam) misalnya, keputusannya bisa beda karena
kriterianya beda. Walaupun hitungannya sama, ketinggian dan umur bulan
sekian derajat itu sama," jelas T Jamaludin.

Ia menjelaskan, Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilal dan prinsip
wilayatul hukmi menetapkan 1 Syawal 1428 H pada 12 Oktober 2007. Persis
dengan wujudul hilal di seluruh Indonesia menetapkan pada 13 Oktober
2007.

Sementara, Nahdhatul Ulama (NU) dalam hisabnya menentukan kriteria
posisi hilal 2 derajat akan menunggu keputusan rukyatul hilal,
kemungkinan besar akan menentukan tanggal 13 Oktober 2007. Karena,
kalaupun hilal terlihat pada 11 Oktober itu masih di bawah kriteria
kurang dari 1 derajat sehingga tidak mungkin untuk di-rukyat (terlihat).

"Memang nanti akan terjadi perbedaan, karena beberapa kalangan di NU ada
yang menggunakan perhitungan yang berdasarkan pada pendekatan atau
taqribi silamunairih yang menyatakan hilal tinggi sebesar 3 derajat,"
papar astronomialumnus ITB itu.

Kemungkinan beberapa pengamat rukyat di daerah Cakung dan Jawa Timur
akan melaporkan rukyatul hilal tanggal 11 Oktober. Sehingga, bagi
sebagian kalangan mungkin akan menetapkan Hari Raya pada 12 Oktober.
Karena itu, sesama ahli rukyat di kalangan NU juga dimungkinkan akan
beda seperti tahun 2006, 1999 dan 1998 lalu.

"Karena satu sisi ada yang menerima kesaksian hilal, tapi ada juga yang
menolaknya karena masih di bawah kriteria," ungkap pakar astronom muda
itu.

Beda Lebaran itu biasa:

  Pengurus Wilayah Nahdaltul Ulama (PW NU) dan Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur meminta perbedaan penentuan tanggal untuk
lebaran atau hari raya Idul Fitri dianggap sebagai hal yang biasa
seperti perbedaan jumlah rakaat salat tarawih, doa qunut, dan
sebagainya.

"Perbedaan hari raya sudah lama terjadi, bahkan di zaman Ibnu Abbas juga
sudah terjadi, karena itu kita harus menghargai perbedaan yang terjadi
tanpa sikap yang terlalu berlebihan, apalagi demonstratif," kata
Sekretaris PWM Jatim, H Nadjib Hamid SSos, di sela-sela seminar di IAIN
Sunan Ampel Surabaya, Selasa (25/9).

Di hadapan peserta seminar bertajuk "Fenomena Perbedaan Hari Raya,
Kajian dan Solusi" yang menghadirkan pembicara dari NU, Muhammadiyah,
MUI, HTI, dan pakar astronomi itu, ia mengatakan perbedaan di Indonesia
juga sudah pernah terjadi seperti dalam masalah doa qunut. "Dulu, qunut
dianggap masalah besar, tapi sekarang sudah biasa," katanya.

Oleh karena itu, katanya, perbedaan hari raya yang sebenarnya sudah lama
terjadi itu harus semakin membuat umat Islam semakin belajar untuk
menghargai perbedaan, karena yang terpenting adalah menjalankan ibadah
tanpa mencederai orang lain.

"Muhammadiyah menggunakan hisab untuk konsistensi, karena kita dalam
salat juga sudah pakai jam atau kalender, bukan pakai melihat
bayang-bayang matahari lagi. Selain itu, rukyat (melihat) hilal juga
merupakan sarana, bukan hal pokok seperti ibadah. Kalau sarana tentu
dapat dikembangkan sesuai zamannya," katanya.

Senada dengan itu, fungsionaris PWNU Jatim, KH Azis Masyhuri, mengatakan
umat Islam sebenarnya sudah sering berbeda dalam menentukan hari raya
Idul Fitri, karena itu perbedaan harus dilihat sebagai hal yang biasa
disertai dengan mengembangkan toleransi antar muslim.

"Rujukan ilmu yang sama saja bisa berbeda, apalagi rujukan ilmu yang
berbeda seperti rukyat dan hisab, maka tentu saja bisa terjadi
perbedaan. Perbedaan hisab dan rukyat sebenarnya sudah terjadi sejak
tahun ke-300 hijriyah dan seterusnya," katanya.

Menurut KH Azis Masyhuri yang juga A'wan PBNU itu, NU sendiri
menggunakan rukyat, karena Nabi Muhammad SAW memang memerintahkan umat
Islam untuk mengawali dan mengakhiri dalam berpuasa dengan rukyatul
hilal (melihat hilal).

"Yang namanya perintah tentu wajib, sedangkan salat yang dikaitkan
dengan matahari tergelincir itu bukan perintah melihat matahari
tergelincir, tapi perintah salat magrib-lah saat matahari tergelincir,
sehingga cara-nya pun terserah kita, apakah pakai jam, pakai kalender,
pakai teropong, atau apa saja," katanya.

Oleh karena itu, katanya, NU menentukan tanggal 1 Syawal 1428 H atau
hari raya Idul Fitri 2007 tidak dapat ditentukan sekarang, melainkan
menunggu rukyat pada 28 Ramadan 1428 H mendatang. "Bagi NU, hisab hanya
alat bantu," katanya.

Namun, kata pengasuh Pesantren Aziziyah, Denanyar, Jombang itu, rukyat
bagi NU bukan bersifat global, melainkan "wilayah hukum" seperti satu
kawasan, sebab salat juga berbeda dalam waktu untuk setiap wilayah,
bahkan qoshor (memperpendek rokaat salat) juga ditentukan jarak.

Sementara itu, Ketua Lajnah Tsaqofiyah (Keilmuan) DPP Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) ust Rohmat S Labib MEI (Magister Ekonomi Islam)
mengatakan HTI merujuk kepada perintah Nabi Muhammad SAW untuk melakukan
rukyat dalam berpuasa.

"Tapi, rukyat yang kami lakukan bukan bersifat lokal, melainkan rukyat
global, karena perintah Nabi Muhammad SAW dalam soal rukyat itu tidak
merinci jarak tertentu, melainkan untuk seluruh umat Islam. Jadi, kami
menunggu hasil rukyat di seluruh dunia," katanya.  (ro/oz/pd)

http://www.menkokesra.go.id/content/view/5315/39/
<http://www.menkokesra.go.id/content/view/5315/39/>

Kirim email ke