Saat Pewarna Buatan Datang

PADA mulanya para pengusaha batik menggunakan pewarna alami untuk
mewarnai kain batik mereka, yang terbesar berasal dari warna tarum.
Lalu, zat pewarna buatan didatangkan dan diperkenalkan kepada para
pengusaha batik.

Di luar dugaan, pengusaha batik lebih memilih untuk menggunakan
pewarna buatan. Ketika pemerintah kolonial Belanda menghentikan impor
pewarna buatan pada tahun 1914, reaksi keras datang dari pengusaha
batik.

Sejak tahun 1914/1915 itulah, pamor tarum terus merosot dan tidak ada
yang berusaha mengolah tarum secara lebih mudah. Bahkan kini, di bumi
tarum sendiri, di Pataruman, di kawasan eks Tarumanagara, tak ada lagi
tumbuhan tarum sehingga masyarakatnya tak mengenalinya lagi.

Tarum tinggal nama. Perlu membangkitkan kembali budi daya tarum,
kalaupun tidak untuk zat pewarna, tumbuhan ini sangat baik karena
menyuburkan tanah dan dapat menahan erosi.

Budi daya tarum

Masyarakat di Tatar Sunda membudidayakan tarum di tegalan atau di
sawah. Setelah dicangkul lalu ditanam steknya. Stek yang digunakan
diambil dari cabang yang paling kuat pertumbuhannya, dipotong
sepanjang 30 cm dengan pisau yang tajam agar tidak sobek.

Setelah dipotong, disimpan di tempat yang dingin dengan ujung stek
diletakkan di bagian atas, dibiarkan selama 1-3 hari sampai permukaan
potongan stek kering. Setelah itu, barulah 2-3 stek ditaman dalam satu
lubang. Tunas tampak setelah 2 minggu.

Jika yang ditanam bijinya, tiap lubang ditanami 3-4 butir, atau
disemai terlebih dahulu. Semaian baru dipindahkan pada umur 1-1,5
bulan. Setelah itu, mulai disiangi dan barisan tanahnya dibentuk
menjadi semacam pematang. Satu bulan kemudian disiangi dan ditinggikan
lagi. Baru pada usia 4-5 bulan, tarum dapat dipotong.

Menentukan waktu panen yang tepat memang agak sulit karena sulit
berharap daun merata hijaunya. Sementara itu, bila daunnya yang
berwarna hijau tua itu mulai layu dan menguning, hasil indigo menjadi
kurang.

Petani yang berpengalaman cukup meremas daunnya dengan jari, ia dapat
menentukan waktu panen dengan melihat warna daun yang diremas dan
aroma bau daunnya. Pengumpulan daun tarum dilakukan pagi hari dengan
cara memotong cabang dekat batang.

Pengolahan

Cabang-cabang tarum yang telah dipotong dimasukkan ke bejana atau bak
tembok, lalu dicampur kapur dan air. Daun tarum itu ditekan dengan
papan dan ditindih dengan kayu hingga terendam secara baik. Setelah
beberapa jam cairan tersebut mengalami peragian. Ekstrak bahan
tersebut kemudian dialirkan karena fermentasi akan memengaruhi
kualitas dan jumlah hasilnya.

Lambat laun kekuatan proses ini menurun, dan permukaan air tertutup
dengan lapisan tipis. Cairan itu akan berubah warnanya menjadi hijau
tua. Kalau airnya telah berbau manis dan warnanya tidak lagi berubah,
cairannya dipindahkan ke bejana lain dan daunnya dapat digunakan untuk
membudidayakan jamur.

Cairan yang telah dipindahkan mengandung bahan uraian indoxyl,
dibentuk karena pengaruh enzim yang ada dalam daun. Karena oksidasi
dari indoxyl terjadi indigoblauw yang tidak larut. Pemberian oksigen
dilakukan dengan menggerak-gerakkan cairan, sampai cairan tidak
berbuih lagi, pada waktu tersebut warna menjadi kecoklat-coklatan,
kemudian selama 12 jam digerak-gerakkan lagi sampai cairan tidak
berbuih.

Kemudian bahan ini disimpan selama 3 atau 4 jam atau lebih, indigonya
mulai mengendap. Cairan yang berwarna kuning dan baunya tidak enak
yang ada di lapisan atas umumnya dibuang. Namun, terkadang cairan ini
diberi air kapur untuk menghasilkan indigo. Indigo yang mengendap
direbus untuk mendapatkan lapisan-lapisan indigo, tetapi ada juga yang
dijual dalam bentuk pasta.

Indigo tersebut masih tidak larut sehingga kurang baik untuk bahan
cat. Oleh karena itu, pengusaha cat Cina mencampur bubur indigo dengan
tapai ketan, sedikit kapur. Kemudian air campuran tersebut dimasukkan
dalam tong, diaduk-aduk dan dibiarkan selama beberapa hari. Saat
itulah terjadi peragian, yang dicirikan dengan adanya buih warna biru.

Sementara itu, para pengusaha cat pribumi mengerjakan reduksi indigo
dengan menggunakan gula jawa dan kapur. Ada juga yang menambahkan ke
dalam cairan tadi bahan tambahan seperti pisang kelutuk, air kelapa,
daun jambu biji, atau buah mengkudu.

Kain yang telah diwarnai perlu dicelup sebentar dalam air asam agar
warnanya lebih hidup. (T. Bachtiar)***

Citation: 
http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&kd_sup=1&id=27993

Kirim email ke