Belajar pada Pohon Empat Musim
Nothing ever becomes real 
till it is experienced, 
even a proverb is no proverb to you 
till your life has illustrated it. 
-- John Keats.
Suatu hari saya mendapat cerita dari seorang sahabat
dekat. Dia tinggal di kota lain di sebuah negeri empat
musim. Jangan pernah tanya siapa, karena dia tidak mau
disebut-sebut namanya. Ini cerita tentang pergulatan
batinnya dalam mengenal Tuhan. Mungkin ada pelajaran
yang bisa kita ambil. 
Dia punya seorang guru spiritual yang juga masih muda,
namun memiliki ilmu dan hikmah yang sangat dalam. Dia
bertemu dengan gurunya, kira-kira sekali dalam
sebulan. Setiap pertemuan berikutnya, sang guru selalu
bertanya : bagaimana perkembangan dan pengalaman
selama sebulan ini? Ada bahan apa yang bisa diambil
hikmahnya sekarang? Selalu begitu. 
Nah, terakhir sebelum berpisah lama dengan gurunya,
dia juga sempat bertemu dan sang guru memberi tugas
baru. Tugasnya adalah agar dia belajar menjadi
manusia. Manusia dalam arti sebenarnya, yaitu manusia
sebagai wakil Tuhan, sebagai khalifah di muka bumi.
Dan untuk menjadi khalifah dia harus mengenal yang
diwakilinya, mengenal Tuhannya. "Kenali sifat-sifat
Tuhan. Jagalah hatimu, ucapanmu, dan akhlakmu sehingga
mencerminkan sifat-sifat Tuhan. Tuhan Maha Suci, Maha
Pengasih, Maha Penyayang... Tidak usah pusing-pusing
memikirkan caranya, cukup jalani saja hidupmu apa
adanya. Tidak usah banyak meminta. Nanti kau akan
menemukan sendiri." 
Alkisah, sahabat saya ini harus pergi ke negara lain
karena urusan pekerjaan. Sebelumnya dia memulai
investasi, bisnis. Teman-temannya sudah sukses, dan
dia lihat sendiri buktinya. Ada sedikit uang, beberapa
belas juta, dia investasikan. Kemudian dia berniat
untuk menambah investasi. Dalam hatinya, jika
investasi sukses, dia bisa mencapai kebebasan
finansial, sehingga bisa beramal dan membantu orang
lain dengan lebih banyak. 
Dia memohon petunjuk dulu kepada Allah. Apakah
diperbolehkan investasi ini. Jika boleh, mohon
dimudahkan. Jika tidak, mohon dijauhkan. Ternyata
proposalnya ke bank disetujui, dengan jaminan mobil
hasil usahanya selama ini. Investasi pun bertambah.
Lalu dia berangkat. 
Namun tidak lama setelah dia bekerja di kota baru,
datang kabar buruk kalau bisnis yang diikutinya
kolaps. Dia kaget, dan mulai khawatir. Dia ingat
hal-hal yang diajarkan oleh gurunya. Lalu dia
berdzikir dan berdoa. Maklum hanya itu yang bisa dia
lakukan dari jauh. Tidak mungkin dia pulang dan
menyelesaikannya. Dia mengadukan semua pada Tuhan, dan
berharap semoga kondisi menjadi lebih baik. Rajin
sekali dia berdoa, sehingga dia rasakan kenikmatan
dalam hatinya yang jarang dirasakan sebelumnya. Hati
yang terasa sejuk, seperti disiram es ketika
berdzikir. Kekhawatirannya hilang, berubah menjadi
syukur. Syukur karena diberi cobaan dan diberi
kenikmatan iman dalam dzikirnya. 
Beberapa hari kemudian berita baru datang. Kondisi
tidak menjadi lebih baik, tetapi lebih buruk. Modal
yang diinvestasikannya terancam tidak bisa kembali.
Boro-boro untung, yang mungkin terjadi adalah
kerugian. Dia yang tadinya sudah tenang, kembali
menjadi khawatir. Kemudian dalam kesempatan dzikir
setelah sholat, dia pun kembali memasrahkan diri
kepada Tuhan. Dia yakin, pertolongan Tuhan sangat
dekat. Di balik ujian, pasti ada kemudahan. Dia yakin,
ujian ini tidak akan lama, dan pada akhirnya pasti
Tuhan akan menyelamatkan investasinya. 
Hari berikutnya, berita datang lagi, bahwa kondisi
benar-benar semakin tidak bisa diharapkan. Hilangnya
modal sudah di depan mata. Dia pun tidak bisa
membohongi diri, kalau hatinya benar-benar khawatir
dan putus asa. Belum pernah dia rasakan keputusasaan
yang sedemikian dalam. Terbayang dalam pikirannya,
bahwa di bulan-bulan selanjutnya dia harus membayar
hutang ke bank puluhan juta, atas sesuatu yang dia
tidak pernah rasakan manfaat dan keuntungannya. Dia
tidak tahu dari mana bisa menulasi. Dia mulai
berprasangka buruk kepada Tuhan. Dia merasa malas
mengerjakan shalat dan dzikir, karena ternyata
kenyataan yang terjadi lain dengan yang diyakininya. 
(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu 
dari atas dan dari bawahmu, 
dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) 
dan hatimu naik menyesak sampai ke 
tenggorokan dan kamu menyangka terhadap 
Allah dengan bermacam-macam purbasangka. 
Di situlah diuji orang-orang mukmin dan 
digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. 
-- Al Ahzab 10-11. 
Bukankah sebelumnya aku sudah mohon petunjuk kepada-Mu
ya Tuhan? Bukankah kesejukan dan ketenangan dalam
diriku berasal dari-Mu ya Tuhan? Tapi kenapa jadi
seperti ini? Dia menjadi ragu, apakah Tuhan masih akan
menolongnya. Benar-benar kacau kondisi hati dan
pikirannya saat itu. 
Namun tidak lama, hanya kurang dari setengah jam dia
merasakan seperti itu. Dia pun ingat yang diajarkan
gurunya, "Segala rasa siksa, itu datangnya dari
setan." Lalu ia pun sadar, bahwa setan dalam dirinya
sedang mengelabuhi dan menutup hatinya. Mencoba agar
dia berputus asa dan berpaling dari Tuhan. Melalui
pikiran dan nafsu, setan menampilkan gambaran yang
buruk-buruk tentang apa yang akan terjadi kemudian.
Dan setan itu bukan siapa-siapa, tetapi bagian negatif
dari keduanya, dari dirinya sendiri. 
Dia pun berteriak kepada nafsu dan pikirannya, "Wahai
nafsu dan pikiranku. Diam kau sekarang. Kalian mau
diselamatkan atau tidak. Kalau mau, mari bersamaku
berwudlu dan menghadap Tuhan." Keyakinannya kepada
Tuhan tumbuh lagi. 
Dalam dzikir dia bertanya kepada Tuhan tentang hikmah
semua ini. Kesalahan apa yang telah dilakukannya. Apa
yang dimaui Tuhan atas dirinya. "Jika kau hanya mau
kenikmatan, dan menolak penderitaan, maka bukan sifat
Tuhan yang kau pelihara dalam hatimu. Jika kau mau
menjadi khalifah, menjadi wakilKu, maka kau harus mau
menerima kedua-duanya dengan ikhlas." Sahabatku pun
menangis di hadapan Tuhan. Menyesali kebodohan yang
baru saja dia lakukan. Menyesali dirinya yang
hampir-hampir masuk dalam golongan orang fasik,
orang-orang yang berputus asa terhadap rahmat Allah.
"Belum disebut beriman kamu, jika belum pernah diuji
dan belum lulus ujian penderitaan." Tangisnya pun
semakin dalam. Bukan kesedihan, tetapi rasa syukur
yang dalam karena telah diuji oleh Tuhan. Diberi
kesempatan untuk menjadi orang beriman. Ada harapan
untuk masuk golongan orang beriman. 
"Ya Tuhanku, dulu aku tiada, sekarang aku tumbuh
dengan lengkap sempurna. Dulu aku tidak punya harta,
lalu Engkau anugerahi aku, dan sekarang Kau ambil lagi
milik-Mu. Kenapa aku sedih dan khawatir ya Tuhan, atas
hilangnya sesuatu yang bukan milikku. Betapa bodohnya
aku ini. Betapa aku lupa siapa aku ini. Sungguh jika
Engkau tidak ingatkan aku dengan ujian ini, pasti aku
termasuk orang yang lupa diri selamanya. Ampuni aku ya
Tuhan, atas kebodohanku ini.." 
Dalam tangis dan dzikirnya, dia membuka surat Alam
Nasyrah. "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu. Dan
Kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu, yang
memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu
sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada
Tuhanmu lah hendaknya kamu berharap." Tiada terkira
syukur nikmat yang dia rasakan. Nikmat iman dan
kedekatan dengan Tuhan. Serasa seperti dalam pelukan
kekasihnya. Teringat bagaimana kekhawatiran dalam
hatinya dihilangkan, dan diganti dengan syukur.
Terbayang saat-saat yang penuh beban kemudian menjadi
seringan kapas. 
Dan sahabatku pun menjadi tidak lagi peduli dengan
kerugian, kehilangan, dan kegagalan. Semua dari Allah,
dan sekarang kembali kepada-Nya lagi. Dia pun segera
kembali bekerja, seolah tiada masalah yang terjadi.
Dia teringat perintah Tuhan agar tidak banyak
berangan-angan, khawatir, memikirkan
kemungkinan-kemungkinan buruk yang bakal terjadi, dan
besarnya nilai kerugian yang dialami. Tidak ada waktu
lagi untuk itu, yang ada adalah "mengerjakan dengan
sungguh-sungguh urusan yang lain," yaitu pekerjaannya.

Beberapa hari kemudian berlalu dengan normal. Apapun
berita tentang investasinya sudah tidak lagi menarik
hatinya. Namun sebenarnya masalah masih ada. Utang
tetap hutang, dan harus dibayar! 
Suatu hari, datang berita lagi, setidaknya untuk saat
itu modal dia benar-benar tidak bisa diharapkan
kembali. Bisnis yang diikutinya sudah gulung tikar.
Mereka yang mengurus bisnis tersebut sedang dalam
penyelidikan polisi dan hukum. Dia pun teringat
kembali, dari mana harus membayar hutangnya. Minggu
depan sudah harus membayar cicilan. Kalau tidak bisa,
akan dimasukkan daftar hitam oleh bank dan mobil
disita. Dia memang sudah tidak peduli dengan modal
yang hilang. Tetapi tetap saja jika tidak bisa
melunasi hutang bank, akan timbul masalah. 

Kamu sungguh-sungguh akan diuji 
terhadap hartamu dan dirimu. 
-- Ali Imran 186. 
Seperti biasa, sahabat saya yang menjadi rajin
mendekatkan diri kepada Allah sejak ujian ini,
merenung dengan hatinya dan berdzikir. Dia sudah
ikhlas dan memasrahkan semua urusan kepada Tuhan. Dia
sudah tidak pernah memohon agar diringankan atau
dikembalikan modalnya. Dia yakin, semua memang sudah
diatur oleh Allah untuknya. Kenapa kok malah meminta
aneh-aneh yang mungkin di luar skenario Allah? Oleh
karena itu, doanya hanyalah "agar diberi penerang
dalam ujian ini, dan diberi akhir yang terbaik." 
Dalam dzikirnya dia mendapat penjelasan. Ada beberapa
kesalahan yang dia lakukan dalam bisnis itu. Pertama,
adanya niatan dalam hati untuk "bebas finansial".
Berharap memperoleh pendapatan pasif sehingga
kecukupan secara materi dan tidak perlu lagi khawatir
soal finansial. Ternyata, hal ini bisa menggelincirkan
hatinya pada kemusyrikan yang lembut. Kemusyrikan yang
ditimbulkan oleh harta. Bagi Tuhan, jika dia merasa
tenang karena kecukupan materi atau "bebas finansial",
maka itu sama saja dengan kemusyrikan. Sebab dia
merasa tenang bukan karena Allah. Dia tenang karena
sesuatu selain Allah. Belum saatnya bagi dia untuk
mengalami "bebas finansial" ini, karena pasti akan
terjerumus. Suatu saat jika sudah tiba waktunya, pasti
akan dianugerahi oleh Allah kebebasan ini. Namun saat
itu dia sudah siap, sehingga tidak tertipu oleh
materi. Ujian ini untuk mempersiapkan dirinya. 
Kedua, adanya keinginan untuk bisa membantu lebih
banyak orang dengan banyaknya harta yang dia miliki
nanti. Bukankah ini niat yang baik? Benar, tetapi
ternyata keinginan ini bisa sangat menipu dengan
halusnya. Ada kesalahan dalam keinginan tersebut,
yaitu sesungguhnya bukan dia yang membantu manusia
lain, tetapi Tuhan. Jika benar terjadi dia bisa
membantu banyak orang, pasti dia akan tertipu oleh
rasa dirinya, oleh pengakuan dirinya. Pengakuan bahwa
"aku telah beramal sholeh dengan membantu banyak
orang." Lalu muncul kepuasan dan kebanggaan spiritual
yang tidak dia sadari. 
Tidak seharusnya dia memiliki rasa seperti itu, karena
semua harus dikembalikan kepada Tuhan. Dirinya dipakai
oleh Tuhan untuk menolong orang lain, tetapi bukan dia
yang menolong. Kesadaran ini harus tumbuh terlebih
dahulu, sebelum dia benar-benar menolong orang lain
nanti. Dan ujian ini yang mengajarinya. Mengajarkan
makna "Bismillah", "Atas nama Allah", "dengan nama
Allah". Artinya ketika dia membantu orang lain, saat
itu dalam hatinya harus disadari bahwa yang membantu
adalah Tuhan, bukan dirinya. Tuhan sedang menggunakan
wadahnya untuk membantu orang lain. Dan tidak
sepatutnya dia mengakui itu sebagai amal perbuatannya.

"Ya Tuhan, betapa Mulianya Engkau. Aku membeli ujian
ini dengan modal yang tidak seberapa, dan itupun
dari-Mu, harta milik-Mu. Namun manfaat yang kudapatkan
sungguh tiada ternilai dengan apapun. Betapa bodoh
jika aku masih menyesali hilangnya harta itu ya
Tuhan." Demikian katanya lirih dalam hati. 
Happy ending? Belum... 
Hutang tetap hutang, dan harus dibayar. Dia pun harus
kembali ke alam nyata. Harus tersadar lagi dari
perenungan dan zikirnya, dan menghadapi bulan-bulan
berikutnya dengan tekanan dan mungkin penderitaan. Apa
yang telah dia dapatkan, sekali lagi, harus dibuktikan
dengan kenyataan. "Ya Tuhan, ini adalah minggu-minggu
yang berat bagiku. Seperti ditiup angin dan badai
kencang. Aku sudah hampir tumbang, tapi Engkau
selamatkan aku. Dan sekarang pun belum usai ujian ini
ya Tuhan. Aku yakin Kau pasti menolong. Aku tidak
minta apapun bahkan untuk kau ringankan beban ini.
Engkau Maha Tahu akan kemampuanku dan keterbatasanku
lebih dari pengetahuanku sendiri. Berilah aku
petunjuk-Mu, agar aku tidak khawatir lagi menghadapi
hari-hari di depanku dalan mengarungi ujian-Mu ini." 
Lihatlah pohon di luar jendela itu. Bukankah kau
beberapa minggu ini tertarik memperhatikannya? Kau
sudah lihat pohon itu dulu berdaun lebat. Lalu datang
musim gugur. Daunnya menjadi kuning, rapuh, kemudian
berjatuhan ditiup angin kencang. Musim dingin sudah
berlalu, dan sekarang musim semi. Kau lihat daunnya
bersemi, dari hari ke hari semakin lebat, dan sekarang
seluruh cabangnya telah hijau kembali. 
Dari tahun ke tahun seperti itu. Sejak pohon itu
kecil, hingga sekarang menjadi besar. Kau lihat,
meskipun daunnya berjatuhan dan bersemi lagi, bukan
berarti pohon itu semakin kecil. Tetapi semakin besar,
semakin tinggi, semakin rindang. 
Seperti itulah manusia yang beriman. Mereka tidak akan
pernah lepas dari ujian, dari tiupan angin badai
penderitaan. Karena itulah makanan bagi keimanannya
agar tumbuh subur. Namun selalu "sesudah kesulitan itu
ada kemudahan", selalu ada yang bersemi, selalu ada
kebahagiaan baru. Seperti pohon yang makin tinggi,
iman mereka pun semakin meningkat. 
Kadang-kadang ada pohon yang tumbang karena badai
dahsyat. Namun selama akar pohon itu masih masuk ke
dalam tanah, sumber bahan kehidupan, pohon itu tidak
akan mati. Daun dan dahannya akan selalu tumbuh. Oleh
karena itu, tancapkan hatimu, akarmu, kepada Sumber
Kehidupan, kepada Dzatullah. Maka kau akan selamat. 

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu 
dengan merendahkan diri dan rasa takut, 
dan dengan tidak mengeraskan suara, 
di waktu pagi dan petang, dan janganlah 
kamu termasuk orang-orang yang lalai. 
-- Al A'raaf 205. 
Pohon tidak pernah khawatir akan kehilangan daun untuk
selamanya ketika daunnya berguguran. Apakah kamu tidak
malu pada pohon itu? Belajarlah darinya. 
By Amal from Serambi de'Gromiest

Salam,
http://yartati.multiply.com

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke