--- "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:

> To: <[EMAIL PROTECTED]>
> From: "[EMAIL PROTECTED]"
> <[EMAIL PROTECTED]>
> Date: Tue, 2 Aug 2005 08:39:53 +0700 (WIT)
> Subject: {forsimpta} Merit Dulu, Pacaran Kemudian
> 
> Wahai sekalian pemuda... barangsiapa di antara
> kalian berkesanggupan (sudah 
> mampu) maka hendaklah menikah. Karena sesungguhnya
> ia (menikah) dapat memejamkan 
> mata dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa belum
> mampu, maka berpuasalah. 
> Maka sesungguhnya puasa itu benteng baginya.
> [HR Bukhari dan Muslim]
> 
> Seorang kakak kelas saya waktu sekolah dulu, punya
> pacar yang kalo dari segi 
> fisik cukup bagus. Mereka pasangan yang serasi
> banget. Ibarat panci dengan 
> tutupnya. Klop. Maklum, yang cowok selain pandai di
> bidang akademik, ia 
> juga terampil berorganisasi dan yang wanitanya
> cerdas. Dua sejoli ini setahu 
> saya, cukup akrab dan akur. Sampe-sampe banyak teman
> yang meramalkan bahwa 
> pasangan ini bakalan terus langgeng sampe ke
> pelaminan.
> 
> Ternyata, ramalan tinggal ramalan, mereka berpisah
> alias putus ketika sama-
> sama lulus sekolah dan masing-masing menikah dengan
> pasangan lain. Yah, 
> kita emang nggak bisa meramal. Dukun sekali pun
> nggak bisa meramal, mereka 
> cuma nebak. Buktinya, waktu zamannya judi nomer
> buntut (atau sekarang togel), 
> banyak orang sampe bertanya ke dukun. Hmm... kalo
> dukun tersebut tahu nomor 
> buntut, pasti bakalan masang sendiri, nggak bakal
> ngasih tahu. Tul nggak? 
> Eh, kok jadi ngomongin dukun sih? Hehehe... iya saya
> cuma ingin membuat 
> alur logika aja. Bahwa kita nggak bisa memprediksi.
> Intinya begitu. Jadi 
> kalo pun sekarang semangat pacaran dengan tujuan
> ingin menikahinya, itu 
> pun tetap masih gelap. Nah, pelajaran yang bisa
> diambil adalah kita harus 
> pandai memilih jalur dan tentunya kudu akur bin klop
> dengan panduan hidup 
> kita, yakni ajaran Islam. Setuju kan?
> Ada juga sih memang, teman saya yang pacaran sejak
> bangku SMP sampe lulus 
> SMU (karena kebetulan bareng terus dua sejoli itu),
> bahkan sampe masing-
> masing bekerja mereka tetap awet menjalin hubungan.
> Hingga akhirnya mengucap 
> ijab-kabul di depan wali dan petugas pencatat
> pernikahan dari KUA. Mereka 
> pasangan yang cukup bahagia. Model yang seperti ini
> juga nggak sedikit di 
> lapangan. Mereka berhasil membina keluarga, yang
> saling dikenalnya sejak 
> SMP melalui pacaran.
> 
> Tapi kenapa saya tetep ngotot ingin membahas masalah
> ini? Kenapa pula ingin 
> mempersoalkan pacaran sebelum menikah? Ya, karena
> saya punya tanggung jawab 
> untuk menyampaikan kebenaran. Memangnya pacaran
> sebelum menikah nggak benar? 
> Memang pacaran nggak boleh? Memangnya kita bisa
> langsung menikah tanpa pacaran 
> dulu? Memang lidah tak bertulang...(eh, malah
> nyanyi!).
> 
> Coba deh SMART!
> Dalam ilmu manajemen dikenal istilah SMART. Apa tuh?
> Itu rumusan dari Specific, 
> Measurable, Achievable, Reasonable, Time-phased.
> Walah, masa’ sih untuk 
> menentukan apakah memilih pacaran atau menikah aja
> kudu pake istilah-istilah 
> yang bikin ribet kayak gini? 
> Tenang sobat, saya mencoba mengenalkan rumusan ini
> karena menurut saya 
> ini berlaku umum. Untuk tujuan apa saja. Tapi
> biasanya ini akan memberikan 
> dampak yang cukup bagus untuk membuat komitmen bagi
> diri sendiri dan juga 
> orang yang kita ajak membuat sebuah komitmen. Yuk,
> kita bahas satu per satu 
> formula SMART ini.
> Spesifik artinya tertentu atau khusus. Boleh
> dibilang tujuan kita harus 
> tertentu, khusus, dan bila perlu jelas dan khas.
> Misalnya untuk apa kita 
> pacaran? Tanamkan baik-baik pertanyaan itu dalam
> diri kamu. Sama seperti 
> halnya untuk apa kita belajar. Tiap orang mestinya
> akan berbeda-beda menjawabnya 
> karena sesuai tujuan. Ada yang pacaran mungkin
> sebatas ikutan tren, ada 
> yang menjawab sekadar iseng, ada pula yang menjawab
> sebagai sarana mengenal 
> pasangan yang akan dinikahi. Eh, saya kok malah ragu
> kalo pada usia yang 
> masih ABG ini kita berkomitmen bahwa pacaran untuk
> mengenal pasangan yang 
> akan dinikahi. Tul nggak? Menurut kamu gimana?
> Jujur saja. Saya nggak nuduh, cuma saya sendiri
> sampe usia sekarang masih 
> merasakan masa-masa ABG dulu, bahwa tuntutan untuk
> memiliki kekasih (pacar) 
> lebih karena panas akibat dikomporin teman yang udah
> punya gandengan atau 
> karena kebutuhan untuk berbagi rasa dengan lawan
> jenis. Tapi sejatinya, 
> kalo ditanya tentang nikah, pasti bingung dan
> langsung kehilangan kata-kata. 
> Bahkan nggak memikirkan sedikit pun, kecuali mungkin
> kalo yang ditanya udah 
> dewasa ada yang langsung mantap menjawab sebagai
> upaya mengenal pasangan 
> untuk menikah. Jadi intinya, kalo sekadar iseng
> percuma aja. Nggak punya 
> tujuan yang jelas dan khas serta tertentu bisa
> berabe nantinya.
> 
> Nah, rumus yang kedua sebuah tujuan itu harus
> Measurable alias bisa terukur. Kalo 
> tujuan belajar adalah untuk ibadah dan ingin
> mendapat wawasan, maka itu 
> pun harus terukur. Misalnya, apa yang bisa
> didapatkan dari belajar. Kira-
> kira memuaskan nggak kalo sudah dapat sampe level
> tertentu yang sudah direncanakan. 
> Ada tingkat keberhasilan yang bisa terukur. Begitu
> pun dengan membina hubungan 
> seperti pacaran, bisa nggak terukur kegiatan itu.
> Jangan asal aja. Hubungan 
> seperti apa yang bisa dijalin, dan tolong dinilai
> apakah dengan mengetahui 
> karakter dia sudah dianggap terukur dari tujuan
> semula atau belum, apakah 
> pertemuan dan kualitas curhat dianggap sebagai
> bentuk hasil hubungan yang 
> bisa terukur untuk menentukan kelayakan hubungan
> tersebut bisa dilanjutkan 
> atau tidak. Jadi, kalo cuma main-main dan sekadar
> iseng, enaknya lakukan 
> kegiatan lain aja yang tak berisiko tinggi. Karena
> ujungnya mesti nggak 
> bisa dipertanggungjawabkan.
> Ketiga, soal Achievable alias dapat dicapai.
> Tentukan pencapaiannya. Misalnya, 
> kalo belajar sekian minggu kita bisa apa. Kalo
> pacaran selama dua tahun 
> sudah tahu apa aja dari pasangan kita. Masalah apa
> aja yang bisa diketahui 
> dan kita kenal dari pasangan yang kita pacari.
> Tentukan target pencapaiannya. 
> Nggak asal melakukan aja. Nah, kalo kira-kira proyek
> pacaran itu nggak bisa 
> dicapai hasil-hasilnya, buat apa dilakukan. Betul
> ndak?
> Terus tentang Reasonable itu bisa diartikan layak,
> pantas, dan masuk akal. 
> Oke jika pacaran dianggap layak, pantas, dan masuk
> akal, tentu harus ada 
> ukurannya dong. Apa yang membuat pacaran itu pantas,
> apa yang membuat pacaran 
> itu masuk akal. Jika memang ada, coba tunjukkan
> kepada orang-orang. Soalnya, 
> kalo pacaran itu dianggap sebuah proyek yang bisa
> memuluskan proses mengenal 
> pasangan untuk dinikahi, maka harus jelas juga
> apakah ini termasuk proyek 
> padat karya atau padat modal (idih, kayak usaha
> aja?). Iya, maksudnya kita 
> kudu merinci dengan detail sebelum melakukan pacaran
> apakah masuk akal atau 
> cuma proyek fiktif dan bahkan termasuk ekonomi
> berbiaya tinggi? Silakan 
> dipikirin.
> 
> Nah, yang terakhir adalah Time-phased, ini artinya
> kita kudu menentukan tahapan-
> tahapan waktunya. Kapan memulai, kapan mencapai
> klimaks, dan kapan mengakhiri. 
> Ini kudu jelas, bila perlu dibuat grafik supaya
> jelas tergambar semua urutan 
> waktunya. Kayak kalo kerja di bidang penerbitan
> media massa, pasti ada urutan 
> waktu: mulai dari rapat redaksi, membagi tugas
> kepada para reporter, para 
> jabrik menulis hasil kerja koresponden dan reporter,
> editing oleh tim editor 
> bahasa, kapan setting, tanggal berapa naik cetak,
> sampe hari apa harus edar 
> ke pembaca. Semua urutan waktu itu punya makna. 
> Bagaimana dengan pacaran, mungkin bisa dirinci: pada
> usia berapa saya berani 
> pacaran, kapan kenalannya, dengan siapa, orang yang
> kayak gimana, tujuannya 
> apa, kapan bisa mengetahui isi hati dan perilakunya,
> kapan bisa mengenal 
> keluarganya, tahun berapa punya modal, kapan serius
> memikirkan nikah, dan 
> kapan waktu harus menikah. Semua itu harus jelas
> urutannya. Jangan sampe 
> pas ditanya sama calon mertua, “Kapan bisa menikah
> dengan anak saya?”, kamu 
> jawabnya, “Ya, sekarang mah mau main-main dulu
> aja, Pak. Saya juga masih 
> kuliah. Belum kerja!” Waduh, belum siap kok nekat?
> 
> Main-main terus, atau mulai serius?
> Oke deh, semoga kamu paham dengan paparan formula
> yang saya tulis. Ini 
> sekadar ingin ngajak kamu merenung aja. Apakah
> selama ini apa yang kamu 
> lakukan dengan memilih pacaran dulu sebelum merit
> menguntungkan atau tidak 
> secara ekonomi, sosial, dan juga politik (eh, secara
> politis orang tua itu 
> suka kepada anak-anak yang mandiri dan bertanggung
> jawab, kalo cuma iseng 
> aja atau masih perlu milih-milih dan apalagi tanpa
> ikatan jelas dan kuat, 
> maka bisa meruntuhkan keyakinan dan kepercayaan
> mereka kepada kita. Suer!). 
> Sobat muda muslim, kalo dalam proyek pacaran kamu
> nggak bisa mempertanggungjawabkan 
> formula SMART ini, jangan harap bisa benar
> pacarannya. Ini baru dilihat 
> dari sudut pandang manajemen lho. Belum hukum Islam.
> Karena kalo bicara 
> hukum, meskipun terpenuhi unsur lain, misalnya sudah
> sesuai formula SMART, 
> tapi dalam hubungannya melanggar batasan-batasan
> yang ditetapkan Islam, 
> maka tetap tertolak dan diberi label dosa.
> Gimana, masih tetep pengen pacaran dulu? Saran saya
> sih, jangan dikalahkan 
> oleh nafsu, jangan rela akal sehat dijajah
> gerombolan setan yang menutup 
> mata dan hati kita dari kebenaran. Oke deh, lanjutin
> ke bagian berikutnya. 
> Insya Allah soal nyari pasangan yang pas dengan
> formula SMART dan sekaligus 
> sesuai syariat akan kita bahas juga. Tetep
> semangat![]
> 
> Di sadur dari buku: Loving You, Merit Yuk
> Penulis : O.Solihin & G.Hafidz
> Penerbit : Gema Insani
> 
> 



                
__________________________________ 
Do you Yahoo!? 
Yahoo! Mail - Find what you need with new enhanced search. 
http://info.mail.yahoo.com/mail_250


Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke