Chae: ma'af saya cut kepanjangan saya ambil inti point nya....begini dalam budaya arab, jika ada anak yatim maka kewajiban untuk memelihara jatuh kepada kelaurga ayah, itu salah satu sebab mengapa hukum waris dalam bentuknya 2:1 dan alasan lainya adalah secara umum fungsi sosial sebagai pencari nafkah di pegang pihak suami/laki2 maka pembagian waris dalam bentuk 2:1 seimbang/adil sesuai dgn kewajiban yang ditanggung masing2.
Sedangkan dalam masyrakat kita ada perbedaan besar, pertama tidak ada satu sistem yang mengatur bahwa anak yatim akan dipelihara oleh pihak laki-laki kedua dalam masyrakat kita kewajiban mencari nafkah ditanggung oleh pihak suami dan istri. Dengan pembagian kewajiban yang demikian maka bentuk hukum waris dalam 2:1 tentu di anggap tidak adil. Perlu di ingat Mba Lina bahwa banyak perempuan menjadi tulang punggung keluarga artinya mereka menjadi pencari nafkah bukan sekedar mencari aktualisasi diri tapi memang sangat dibutuhkan dan didesak oleh kebutuhan untuk mencukupi kebutuhan "dasar" keluarganya. Lina: Oleh karena budaya arab seperti itu, kemudian Allah SWT menetapkan bentuk hukum 2:1? Seolah-olah Allah tidak tahu bahwa dibelahan dunia lainnya ada budaya lain dan ada yang bernasib lain? Ada contoh yang mudah dicerna untuk dapat mengerti keadilan makro. Seorang anak laki2 mendapat bagian waris sebesar Rp. 100.000,-, dan anak perempuan mendapat Rp. 50.000,-. Setelah dewasa anak lk2 tsb menikah dan harus memberi mahar serta menafkahkan dengan perkiraan habislah uangnya terpakai Rp. 25.000,-. Maka uangnya bersisa Rp. 75.000. Begitu juga dengan anak pere, menikah dan mendapatkan mahar dan dapat nafkah sebesar Rp. 25.000,-, maka uangnya pun menjadi Rp. 75.000,-. Akhirnya, sama saja toh ujung2nya 1:1. Kalau yang menjadi alasan `tidak adanya system yang mengatur', ya dibuatlah systemnya, bukan menggantikan ayat AlQur'annya. Berati ada yang tidak beres dengan budaya spt itu dan harus dibuat beres. Betul ada wanita menjadi tulang punggung. Tapi kan wanita itu seharusnya mendapat bagian dari suaminya. Kalau dia tak dapat dari suaminya, berarti system tsb tidak berjalan dengan baik dan harus diperbaiki. Bukan ayatnya yang diutak-atik-atuk. Wassalam,