http://www.gatra.com/artikel.php?id=118598
Insiden Monas Membuktikan Peran Munarman dan Rizieq Perempuan bernama Suci Suesti Sabariah itu berurai air mata. "Mereka menyerang seperti menyerang binatang. Tanpa peduli korbannya, wanita atau anak-anak," kata Suci sembari terisak dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin lalu. Akhirnya wanita 26 tahun yang bersaksi tentang kejadian 1 Juni 2008 di Silang Monas, Jakarta Pusat, itu tak mampu melanjutkan kesaksiannya. Suci adalah korban sekaligus saksi kunci kasus penyerangan itu. Pelakunya, sekelompok massa yang diduga anggota Front Pembela Islam (FPI) dan Komando Laskar Islam (KLI). Sedangkan korbannya sebanyak 20 orang dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Buntutnya, aksi penyerangan itu dikecam banyak pihak. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengecam aksi penyerangan yang dinilai brutal itu. Mungkin, karena itulah, polisi bertindak cepat. Pimpinan FPI, Habib Rizieq Syihab, dan Komandan LKI, Munarman, ditangkap dan dijadikan tersangka. Keduanya diseret ke meja hijau dan duduk sebagai pesakitan sejak akhir Agustus lalu. Munarman dikenai dakwaan berlapis, yakni Pasal 170 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 406 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Pasal 351 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP mengenai penganiayaan, dan Pasal 160 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Habieb Riziq dijerat dengan Pasal 170 jo Pasal 55 angka 2e dan Pasal 156 KUHP. "Ancaman hukumannya maksimal tujuh tahun penjara," kata Jaksa Sigit. Toh, upaya jaksa mengadirkan saksi koban di pengadilan diprotes tim pengacara Munarman, yang dipimpin Mohammad Assegaf. Kasaksian Suci, misalnya, dianggap membangun opini yang menohok para terdakwa. Padahal, opini itu tak berhubungan dengan fakta yang ditanyakan. Protes dan sanggahan tim pengacara Munarman bukan sekali-dua dilontarkan. Dalam persidangan yang selalu dihadiri puluhan anggota FPI dan simpatisannya itu, beberapa saksi yang diajukan jaksa sering memberikan penyataan yang ragu-ragu dan tidak tegas. Bahkan sebagian isi kesaksian bertolak belakang dengan keterangan yang terdapat dalam berita acara pemeriksaan (BAP). "Keterangan para saksi yang didatangkan jaksa tidak relevan dengan dakwaan," ujar M. Soleh Amin, salah satu pengacara Habib Rizieq. Keterangan saksi Yacobus Edy Juwono, misalnya. Dalam kesaksian di pengadilan, Senin lalu, pria kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 9 Februari 1957, itu awalnya mengaku melihat langsung pemukulan yang dilakukan Munarman. Namun, setelah dicecar dengan pertanyaan, baik oleh Munarman maupun tim pengacaranya, Yacobus yang datang di Silang Monas sebagai partisipan AKKBB akhirnya mengaku hanya menduga pelaku pemukulan terhadap dirinya adalah Munarman. Keterangan Yacobus ini berbeda dari keterangan tertulis dalam BAP. Dalam BAP, Yacobus yang diperiksa sehari setelah insiden Monas itu mengaku dengan tegas melihat langsung Munarman dan empat temannya memukuli dirinya. "Pada saat saya dipukul Munarman, SH, bersama teman-temanya, saya berhadapan dengan dia. Saya mengetahui bahwa yang memukul saya salah satunya bernama Munarman, SH," kata Yacobus, sebagaimana tertulis dalam BAP yang ditandatanganinya di depan penyidik AKP Cornelis Masudara dan Bripka Sigit Sugiarto. Dalam BAP itu, Munarman juga disebutkan sempat memiting leher Yacobus yang beragama Katolik, sebari minta Yacobus tak ikut campur dalam masalah umat Islam. Keanehan lain ditemukan pengacara Munarman ketika saksi Mohammad Guntur Romli memberi keterangan di persidangan. Aktivis Jaringan Islam Liberal yang menjadi korban pemukulan ini sempat "keseleo lidah". Dia memberi kesaksian berbeda dari yang diutarakannya di dalam BAP. Dalam kesaksiannya di BAP, Guntur mengatakan melihat massa FPI turun dari dua mobil pikap dan menyerang massa AKKBB. Tapi, ketika dicecar dengan pertanyaan oleh Munarman, ia mengubah kesaksiannya itu. Guntur mengaku hanya melihat dua mobil pikap dan tidak melihat anggota FPI turun dari mobil. "Mungkin salah ketik," kata Guntur, menjelaskan perbedaan keterangannya dalam BAP. Perbedaan keterangan ini membuat Munarman uring-uringan. Dia menuding Guntur Romli tidak kredibel sebagai saksi. Mantan Ketua YLBHI itu menilai, Guntur adalah orang fasik dan tukang bohong. "Keterangannya tidak memberatkan saya," Munarman menambahkan. Tim kuasa hukum Munarman pun mencium adanya "kecurangan" dalam penyusunan BAP oleh polisi. Menurut Mohammad Assegaf, salah satu saksi, yakni Sugiono, terlihat dituntun. Keterangan pemilik kendaraan pikap yang digunakan untuk mengangkut peralatan sound system yang disewa kelompok AKKBB itu, kata Assegaf, berbeda antara yang ada di BAP dan yang ada di persidangan. "Saya tak mau bilang itu rekayasa. Tapi, soal BAP saja, saksi bilang nggak tahu apa-apa," tutur Assegaf. Kecurigaan adanya rekayasa yang dirasakan para pengacara Munarman makin lengkap setelah anggota FPI, Sunarto bin Wagiman alias Syamsudin, mencabut keterangannya di persidangan. Pria yang tinggal di Mega Mendung, Cisarua, Bogor, ini mengaku mengalami intimidasi ketika diperiksa polisi. Di depan majelis hakim, Sunarto mengaku sempat diancam akan dipukuli jika tak mengikuti keinginan penyidik kepolisian. "Pertanyaan itu dari penyidik, ditulis, diketik, ditanya, dan dijawab sendiri oleh penyidik itu," ujar Sunarto. Dugaan "merekayasa" BAP ini tentu bukan persoalan ringan. Pengacara Munarman, M. Lutfie Hakim, yakin bahwa lemahnya kesaksian para saksi akan membebaskan kliennya dari tuduhan. Lutfie pun optimistis bisa memenangkan perkara yang menyodok kliennya. Penyidik kepolisian menolak memberi keterangan tentang BAP insiden Monas itu. Juru bicara Polda Metro Jaya Komisaris Besar I Ketut Untung Yoga Ana menyatakan, jika kasus telah masuk ke pengadilan, kepolisian tidak lagi berhak mengomentarinya. "Sebaiknya tanya pada pengadilannya saja," katanya. Hendri Firzani [Nasional, Gatra Nomor 44 Beredar Kamis, 11 September 2008] [Non-text portions of this message have been removed]