".... dewasa ini ada orang Muslim yang belajar di negara tertentu berupaya menunjukkan jati dirinya sebagai orang cerdik pandai. Cara yang dilakukan oleh yang bersangkutan adalah memberikan argumentasi yang seolah-olah rasional terhadap hal hal yang sudah menjadi kesepakatan para ulama."
Rekan2 di WM, ngga usah ge-er disindir oleh Menag :-) hehehe. http://www.antara.co.id/arc/2008/8/5/menag-akui-keimanan-umat-islam-hadapi-penggembosan-dari-dalam 05/08/08 09:24 Menag Akui Keimanan Umat Islam Hadapi Penggembosan dari Dalam Kendari (ANTARA News) - Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengakui kualitas keimanan umat Muslim di tanah air sedang menghadapi penggembosan dari dalam sendiri, sehingga perlu dihadapi dengan serius. Perlawanan harus dilakukan dengan serius, kata Maftuh di Kendari, Selasa. Sebelumnya, Senin malam, ia yang mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka utsawa dharma gita atau lomba menyanyikan lagu-lagu suci agama Hindu tingkat nasional di kota itu. Maftuh mengatakan, umat Muslim harus meningkatkan kualitas keimanan. Pasalnya dewasa ini ada orang Muslim yang belajar di negara tertentu berupaya menunjukkan jati dirinya sebagai orang cerdik pandai. Cara yang dilakukan oleh yang bersangkutan adalah memberikan argumentasi yang seolah-olah rasional terhadap hal hal yang sudah menjadi kesepakatan para ulama. Ia memberi contoh pendapat yang di luar kesepakatan itu berupa pelaksanaan ibadah haji yang dapat dilakukan setiap bulan. Padahal soal ibadah haji itu hanya dapat dilakukan setahun sekali dan waktunya pun sudah ditentukan, antara 1 Syawal sampai 9 Zulhijah. Contoh lain yang disuarakan kelompok orang yang disebutnya sudah "keblinger "itu adalah soal membolehkan adanya perkawinan sejenis. Menurut Menteri Agama, pendapat tersebut jelas tak bisa diterima oleh penganut agama Islam kendati mereka juga menjunjung Hak Azasi Manusia. Pendapat menyimpang ini sangat disayangkan berasal dari umat Islam sendiri, yang ketika kecil belajar di pondok pesantren di kampung namun ketika di luar negeri ingin tampil beda dengan membuat pernyataan menyimpang. Orang semacam itu juga ada dan pernah menduduki jabatan tinggi di salah satu instansi pemerintah, kata Maftuh. *Jadi besar* Sebelumnya, atas nama Pesiden Susilo Bambang Yudhoyo , Maftuh membuka utsawa dharma gita tingkat nasional ke 10. Ia menegaskan bahwa keragaman budaya dapat dijadikan modal dasar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju dan unggul. Untuk menjadi bangsa yang maju diperlukan tiga hal, yaitu memperkuat kemandirian bangsa, punya daya saing tinggi dan mampu membangun dan memiliki peradaban bangsa yang mulia, kata Presiden dalam sambutan tertulisnya itu. Untuk mewujudkan itu diperlukan kerja keras, kebersamaan dan pengabdian yang tulus dari semua komponen bangsa, terutama dari kalangan umat beragama, katanya. Pada acara yang berlangsung meriah dan diselingi kesenian Bali, nampak hadir Gubernur Sultra Nur Alam dan para kakanwil Depag seluruh tanah air . Dalam hal memajukan bangsa itu, Maftuh mengajak umat beragama mampu melakukan transformasi budaya, mengadaptasi ilmu pengetahuan dan teknologi global yang bermutu dan tetap mengukuhkan diri bangsa yang berbasis pada kebhinekaan sebagai akar budaya sendiri. Manifestasi kebudayaan, kata Presiden Yudhoyono , tidak sebatas ekspresi seni. karena manifestasi kebudayaan merupakan keseluruhan warisan materiil dan nonmateriil yang merefleksikan sistem nilai, cara pandang dan tradisi yang hidup sebagai identitas masyarakat pendukungnya. Dalam memelihara identitas budaya, tentu ada tantangan seperti intervensi budaya asing, globalisasi, benturan peradaban dan krisis identitas. termasuk perdebatan budaya di dalamnya, katanya. Semua tantangan itu perlu keseriusan dan sikap bijak dalam menghadapinya. sebuah sikap yang memungkinkan martabat budaya bangsa tetap terjaga, namun tanpa harus tersingkir dari komunitas budaya dunia, ia menjelaskan. Sebelumnya ditegaskan bahwa utsawa dharma gita atau lomba nyanyian suci keagamaan Hindu merupakan bagian tak terpisahkan dari tradisi keagamaan Hindu. Tradisi ini punya peran penting dalam meningkatkan kemampuan membaca teks suci, sekaligus meningkatkan pengamalan ajaran agama dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam dimensi lain, pembacaan kitab suci juga punya nilai pengembangan kebudayaan. kebudayaan yang dilandasi nilai spiritual yang kukuh, bagian fundamental dari kehidupan setiap orang dan setiap kelompok masyarakat, demikian Menag Maftuh menjelaskan. (*)