SIKAP ISLAM TERHADAP PERBUDAKAN

Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam
sumber http://www.almanhaj.or.id

Sebenarnya perbudakan dahulu telah tersebar ke seluruh penjuru dunia, tidak 
hanya pada zaman Islam. Bangsa Romawi, Persia, Babilonia dan Yunani 
seluruhnya mengenal perbudakan. Dan para tokoh Yunani, seperti Plato dan 
Aristoteles juga mengakuinya. Bahkan mereka memiliki banyak sebab untuk 
memperbudak seseorang , seperti adanya perang, tawanan, penculikan atau 
karena menjadi pencuri. Tidak hanya itu, merekapun menjual anak-anak yang 
menjadi tanggungan mereka untuk dijadikan budak, bahkan sebagian mereka 
menganggap para petani sebagai budak belian.

Mereka memandang hina terhadap para budak, karena itu para budak 
dipekerjakan untuk mengurusi pekerjaan-pekerjaan kotor dan berat. Dan karena 
itu pula Aristoteles menganggap para budak hidupnya tidak kekal di akhirat, 
baik mereka di surga atau di neraka, jadi para budak tidak bedanya dengan 
hewan. Fir'aun pun memperbudak Bani Israil dengan perlakuan yang paling 
keji, sehingga dengan tega ia membunuh anak laki-laki Bani Israil dan 
membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.

Orang-orang Eropa pun ketika menemukan benua Amerika, mereka memberikan 
sikap yang paling buruk terhadap penduduk asli.

Begitulah perbudakan dengan sebab dan pengaruh-pengaruhnya yang sudah 
menyebar luas di luar Islam. Kami hanya bisa menyajikan sedikit gambaran 
dari keburukan dan kebiadaban sikap mereka terahadap para budak.

Sekarang marilah kita perhatikan pandangan Islam terhadap perbudakan.

[1]. Islam Mempersempit Sebab-Sebab Perbudakan
Islam menyatakan bahwa seluruh manusia adalah merdeka dan tidak bisa menjadi 
budak kecuali dengan satu sebab saja, yaitu orang kafir yang menjadi tawanan 
dalam peperangan. Dan panglima perang memiliki kewajiban memberikan 
perlakuan yang tepat terhadap para tawanan, bisa dijadikan budak, meminta 
tebusan atau melepaskan mereka tanpa tebusan. Itu semua dipilih dengan tetap 
melihat kemaslahatan umum.

Inilah satu-satunya sebab perbudakan di dalam Islam berdasarkan dalil naqli 
yang shahih yang sesuai dengan dalil aqli yang shahih. Karena sesungguhnya 
orang yang berdiri menghalangi aqidah dan jalan dakwah, ingin mengikat dan 
membatasi kemerdekaan serta ingin memerangi maka balasan yang tepat adalah 
ia harus ditahan dan dijadikan budak supaya memperoleh kesempatan mendengar 
dan mengetahui dakwah.

Inilah satu-satunya sebab perbudakan dalam Islam, bukan dengan cara 
perampasan manusia, ataupun menjual orang merdeka dan memperbudak mereka 
sebagaimana bangsa-bangsa yang lain.

[2]. Islam Menyikapi Para Budak Dengan Lemah Lembut Dan Penuh Kasih Sayang.
Karena itu Islam mengancam orang yang memberikan beban berlebihan kepada 
para budak, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Bertaqwalah kalian kepada Allah dan perhatikanlah budak-budak 
yang kalian miliki".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Budak memiliki hak makan/lauk dan makanan pokok, dan tidak boleh 
dibebani pekerjaan yang diluar kemampuannya"

Bahkan Islam mengangkat derajat mereka dari sekedar budak menjadi saudara 
bagi tuan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam.

"Artinya : Mereka (para budak) adalah saudara dan pembantu kalian yang Allah 
jadikan di bawah kekuasaan kalian, maka barangsiapa yang memiliki saudara 
yang ada dibawah kekuasannya, hendaklah dia memberikan kepada saudaranya 
makanan seperti yang ia makan, pakaian seperti yang ia pakai. Dan janganlah 
kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang memberatkan mereka. Jika kamu 
membebani mereka dengan pekerjaan yang berat, hendaklah kamu membantu 
mereka"

Islam tidak hanya meninggikan derajat mereka dalam masalah sikap yang harus 
diberikan, akan tetapi juga di dalam berbicara dengan mereka, sehingga 
mereka tidak merasa rendah diri, karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam bersabda.

"Artinya : Janganlah salah seorang diantara kalian mengatakan : "Hai hamba 
laki-lakiku, hai hamba perempuanku", akan tetapi katakanlah, "Hai pembantu 
laki-lakiku, hai pembantu perempuanku"

Bukan hanya itu, Islam bahkan tidak menjadikan nasab atau atau jasad/tubuh 
sebagai standard kemuliaan seseorang di dunia dan di akhirat, namun 
kecakapan dan nilai maknawilah standard kemulian manusia.

"Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah 
adalah orang-orang yang paling bertaqwa" [Al-Hujurat : 13]

Karena itu, berbekal ilmu dan kemampuan yang dimiliki, beberapa bekas budak 
dapat menyamai kedudukan tuannya, baik dengan menjadi panglima perang, 
pemimpin umat, hakim atau jabatan-jabatan agung yang lainnya. Ini semua 
karena kemampuan mereka yang merupakan sumber kemuliaan.

Disamping mengangkat derajat mereka, syari'at juga mengawasi dan 
memperhatikan pembebasan budak dengan cara mendorong perbuatan tersebut dan 
menjanjikan keselamatan dari api neraka serta keberuntungan dengan masuk 
surga bagi seorang yang membebaskan budak. Seperti hadits yang diriwayatkan 
oleh Imam Bukhari dan Muslim.

"Artinya : Barangsiapa membebaskan budak yang muslim niscaya Allah akan 
membebaskan setiap anggota badanya dengan sebab anggota badan budak 
tersebut, sehingga kemaluan dengan kemaluannya"

Cukuplah didalam keutamaan membebaskan budak, hadits shahih diatas dan 
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Umamah dan sahabat 
yang lain.

"Artinya : Siapa saja seorang muslim yang membebaskan seorang budak yang 
muslim, maka perbuatannya itu akan menjadi pembebas dirinya dari api neraka"

Hadits dan atsar yang mendorong untuk mebebaskan budak banyak sekali, dan 
tidak ada perbuatan baik yang lebih besar daripada membebaskan seorang 
muslim dari perbudakan. Karena dengan kemerdekaan dirinya sempurnalah 
derajat kemanusiaan yang ia miliki setelah dahulunya bersetatus seperti 
hewan.

Kemudian Islam memiliki beberapa sebab kemerdekaan seorang budak, baik 
merdeka secara terpaksa atau merdeka secara ikhtiari.

Jalan merdeka secara paksa adalah.
[a]. Barangsiapa melukai tubuh budaknya maka ia wajib membebaskan budaknya 
tersebut. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang mengisahkan adanya seorang 
tuan yang memotong hidung budaknya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam bersabda kepada budak itu.

"Artinya : Pergilah engkau karena sekarang engkau orang yang merdeka", maka 
budak itu berkata, "Ya Rasulullah saya ini maula (budak) siapa?" Beliau 
menjawab ; "Maula Allah dan RasulNya

[b]. Seorang budak dimiliki oleh beberapa orang, lalu salah seorang pemilik 
membebaskan bagiannya, maka pemilik tadi harus membebaskan bagian sekutunya 
secara paksa. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam 
Bukhari.

"Artinya : Barangsiapa membebaskan bagiannya dari seorang budak, maka ia 
wajib membebaskan seluruhnya"

Dalam hal ini perlu ada rincian yang memerlukan pembahasan tersendiri.

[c]. Barangsiapa memiliki budak yang ternyata masih kerabat dekatnya maka 
wajib atas pemiliknya untuk membebaskan secara terpaksa. Berdasarkan hadits.

"Artinya : Barangsiapa memiliki budak yang termasuk kerabatnya bahkan 
mahramnya maka budak itu merdeka"

Inilah sebab-sebab secara terpaksa yang menghilangkan hak milik tuan 
terhadap budaknya. Sebab-sebab terpaksa ini di syari'atkan karena adanya 
rahasia syar'iyah dan pengaruh khusus sehingga syari'at tidak menjadikannya 
sebagai sebab pilihan atau sebab yang bisa dirujuk/ di batalkan

Disamping mendorong untuk mebebaskan budak, syari'at juga menjadikan 
pembebasan budak sebagai kafarah pertama untuk selamat dari dosa-dosa, 
pembebasan budak sebagai alternatif pertama untuk kafarah bersetubuh di 
siang bulan Ramadhan, zhihar (seorang suami mengatakan kepada istrinya bahwa 
punggungnya seperti punggung ibunya, yakni suami tidak mau menggauli 
istrinya, -red) dan membunuh secara tidak sengaja

ISLAM AGAMA KEMULIAAN KEAGUNGAN DAN KEADILAN
Setelah keterangan diatas, bagaimana mungkin orang-orang Barat atau orang 
yang ke barat-baratan mencela sikap Islam terhadap masalah perbudakan. 
Kemudian mereka membuka mulut lebar-lebar serta meneriakan kemerdekaan dan 
hak asasi manusia, sedangkan merekalah yang memperbudak rakyat dan 
menghinakan banyak bangsa. Mereka memperbudak bangsa lain di tengah-tengah 
bangsa itu sendiri, merampas harta benda dan menghalalkan negeri untuk di 
jajah. Mereka mengangkat kepala untuk meneriakan HAM (hak asasi manusia) 
sedangkan mereka sendiri menyikapi golongan masyarakat di dalam negeri 
mereka lebih rendah dari pada cara bergaul dengan budak.

Dimanakah keadilan Islam dibandingkan dengan sikap orang-orang Amerika 
terhadap orang-orang Negro dengan adanya larangan masuk sekolah, menjabat 
atau bekerja sebagai pegawai negeri. Seolah-olah mereka menganggap 
orang-orang Negro sama dengan hewan.

Dan dimanakah "Ihsan" dan rasa santun Islam dibandingkan dengan tindakan 
orang-orang Barat kepada para tahanan yang kini masih terdapat di dalam 
penjara yang gelap, padang belantara dan tempat-tempat yang tidak dikenal 
(di daerah pembuangan).

Dimanakah negeri Islam yang penuh cinta kasih sayang yang memberikan 
keadilan kepada seluruh penduduknya dari berbagai jenis strata sosial, agama 
dan ras sebagai bangsa dalam hak dan kewajiban, bila dibandingkan dengan 
perbuatan kriminal orang-orang Prancis terhadap manusia - manusia merdeka di 
Aljazair, di tengah-tengah negeri mereka sendiri dan di tengah-tengah bangsa 
mereka sendiri. Nyatalah sudah bahwa tuduhan yang mereka kumandangkan adalah 
tuduhan palsu/bathil

Setelah keterangan ini, apakah belum tiba saatnya bagi para reformis dan 
pecinta perdamaian untuk membuka mata mereka kemudian kembali kepada ajaran 
Islam dengan penuh perenungan dan kesadaran, sehingga mereka menjadi sadar 
akan kebahagian manusia dalam ajaran Islam, baik untuk saat ini atau masa 
yang datang.

TAMBAHAN
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam Syarh Al-Aqidah 
Al-Washitiyah juz 1 hal. 229-230 takhrij Sa'ad bin Fawwaz Ash-Shomil cet II 
Dar Ibnu Jauzi : "Disini kamu wajib mengingatkan perbuatan sebagian orang 
yang menggantikan (istilah) keadilan dengan persamaan. Ini merupakan 
kesalahan, keadilan tidak boleh dikatakan persamaan, karena kata persamaan 
terkadang menuntut adanya persamaan antara dua hal yang seharusnya 
dibedakan.

Karena seruan yang tidak adil ini (ajakan kepada persamaan) mereka berkata : 
"Apakah perbedaan laki-laki dengan perempuan? Samakanlah laki-laki dengan 
perempuan?". Sampai-sampai orang -orang Komunis mengatakan : "Apakah 
perbedaan antara pemerintah dengan rakyat, tidak mungkin orang bisa 
menguasai orang lain meskipun orang tua dengan anak, orang tua tidak mungkin 
mempunyai kekuasaan terhadap anak". Demikian seterusnya !.

Akan tetapi jika kita mengatakan "Keadilan" yang maknanya memberikan hak 
kepada setiap orang yang memiliki hak tersebut, niscaya hilanglah bahaya 
(dari istilah persamaan) ini dan (kalimat yang ) diungkapkan akan menjadi 
selamat dari makna yang batil. Karena itu selamanya tidak ada di dalam 
Al-Qur'an ayat yang berbunyi. "Sesungguhnya Allah memerintahkan persamaan". 
Tetapi yang ada adalah.

"Artinya : Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan" [An-Nahl : 90]

"Artinya : Dan jika engkau menghukumi manusia maka hukumilah dengan adil" 
[An-Nisa : 58]

Maka orang yang mengatakan "Islam adalah agama persamaan" telah salah, akan 
tetapi yang benar adalah 'Islam adalah agama keadilan", yang bermakna 
menyamakan perkara yang sama dan memisahkan perkara-perkara yang berbeda. 
Jika yang dia maksudkan dengan persamaan adalah makna keadilan di atas 
tetapi dia menggunakan istilah persamaan, maka orang ini salah dalam memilih 
kata/istilah walaupun yang dimaksud benar.

Karena itu mayoritas ayat Al-Qur'an meniadakan persamaan seperti :

"Artinya : Katakanlah : Adakah orang yang mengetahui sama dengan orang yang 
tidak mengetahui?" [Az-Zumar : 9]

"Artinya : Adakah orang yang buta sama dengan orang yang melihat? Ataukah 
kegelapan-kegelapan sama dengan sebuah cahaya ?" [Ar-Rad : 16]

"Artinya : Tidaklah sama orang yang berinfaq dan berperang sebelum datangnya 
kemenangan (Fathu Makkah), mereka lebih besar derajatnya dari pada orang 
yang berinfaq dan berperang sesudah kemenangan-kemenangan (Fathu Makkah)" 
[Al-Hadid : 10]

"Artinya : Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (tidak turut berperang) 
yang tidak memiliki udzur dengan orang yang berjihad di jalan Allah" 
[An-Nisa : 95]

Dan selamanya tidak ada satu huruf pun dalam Al-Qur'an yang memerintahkan 
persamaan, yang ada hanyalah ayat yang memerintahkan keadilan, dan kata 
keadilan lebih diterima oleh jiwa.

Saya mengingatkan hal ini, supaya omongan kita tidak seperti ocehan burung 
beo, karena sebagian manusia meniru ucapan orang lain tanpa perenungan, 
tanpa dipikirkan apa isinya, siapa yang membuatnya dan apa maksud kata 
tersebut menurut orang yang membuatnya".

Syaikh Abu Bakar Al-Jazairy berkata dalam Minhajul Muslim hal. 459 : "Jika 
ada orang yang bertanya : "Mengapa Islam tidak mewajibkan pembebasan budak, 
sehingga seorang muslim tidak memiliki alternatif lain dalam hal ini?

Jawaban
Sesungguhnya Islam datang pada saat perbudakan telah tersebar dimana-mana, 
karena itu tidaklah pantas bagi syari'at Islam yang adil, yang menjaga jiwa, 
harta dan kehormatan seseorang manusia untuk mewajibkan kepada manusia agar 
membuang harta mereka secara sekaligus. Sebagaimana juga, banyak budak yang 
tidak layak untuk dimerdekakan, seperti anak-anak kecil, para wanita, dan 
sebagian kaum laki-laki yang belum mampu mengurusi diri mereka sendiri 
dikarenakan ketidak mampuan mereka untuk bekerja dan dikarenakan ketidak 
tahuan mereka tentang cara mencari penghidupan.

Maka (lebih baik) mereka tetap tinggal bersama tuannya yang Muslim yang 
memberi mereka makanan seperti yang dimakan tuannya, memberi mereka pakaian 
seperti yang dipakai tuannya, dan tidak membebani mereka pekerjaan yang 
tidak sanggup mereka kerjakan. Ini semua adalah beribu-ribu derajat lebih 
baik dari pada hidup merdeka, jauh dari rumah yang memberi mereka kasih 
sayang dan jauh dari perbuatan baik kepada mereka untuk kemudian menuju 
tempat yang menyengsarakan laksana neraka jahim.

KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas penerjemah menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
[1]. Perbudakan saat ini masih diakui oleh Islam
[2]. Syarat untuk diperbudaknya seseorang manusia adalah :
(a). Kafir (non Muslim)
(b). Menjadi tawanan kaum muslimin
(c). Ditawan karena peperangan
(d). Panglima perang muslim tidak memberikan alternatif lain kepada
orang tersebut.
[3]. Islam menilai sorang budak sebagai saudara bagi lainnya.
[4]. Disisi lain, Islam mengusahakan kemerdekaan seorang budak dengan 
beberapa jalan, baik secara paksa maupun sukarela atau sebagai kafarat 
(penebus) dosa

[Diterjemahkan oleh Aris Munandar bin S Ahmadi Al-Lampunji]
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2048&bagian=0
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/V/1421H-2001M Diterbitkan oleh 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo - Purwodadi Km 8 Selokaton 
Gondangrejo - Solo 57183]



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke