....Saya sendiri? Ya maaf sajalah, saya terlalu mencintai istri dan
anak-anak saya. (Ade Armando)

Bagaimana dengan PP No. 10 yg mengatur poligami terhadap PNS? Bung Ade
statusnya masih PNS kan?

salam,
kinantaka


On 2/19/07, Faried F. Saenong <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Dondy,
> nih satu lagi dari Bang Ade Armando, yg pernah saya nikmati. Sekarang...?
> ga tau yah.... Kalimat terakhirnya, sangat bijak untuk kita ikuti...
> btw, ngapain ente sekarang?
>
> all the best,
> Faried
> Canberra
>
> Republika, Sabtu, 09 Agustus 2003
> Resonansi
>
> Masih Soal Poligami
>
> Acara kontroversial Poligami Award sudah dilaksanakan akhir bulan
> lalu. Saya rasa pemrakarsanya, Puspo Wardoyo, merasa tujuannya untuk
> mendorong para pelaku poligami lebih berani tampil di depan publik
> mencapai sasaran.
>
> Namun di sisi lain, acara tersebut sebenarnya juga merupakan umpan
> lezat bagi siapa pun yang berniat menjalankan propaganda anti-Islam.
> Dengan kata lain, akan ada banyak pihak yang bisa menggunakan acara
> ini sebagai bukti bahaya penegakan ajaran Islam.
>
> Yang jadi soal, para pendukung acara tersebut tampak dengan keras
> menunjukkan bahwa Poligami Award dilaksanakan dalam rangka menegakkan
> perintah Allah. Mereka yang menentang digambarkan sebagai orang-orang
> yang justru ingin menjauhkan masyarakat dari ajaran Islam.
>
> Tulisan saya di harian ini yang menentang Poligami Award (19/07),
> misalnya, mendapat sejumlah kecaman pedas. Sebuah surat pembaca (30/7)
> menganggap kritik saya sebagai mengumbar pendapat pribadi dan terkesan
> seperti ditulis kaum orientalis yang sering menghujat Islam. Yang
> bermasalah tentu saja bukan perbedaan pendapat itu sendiri.
>
> Yang sangat mengkhawatirkan bagi saya adalah pandangan bahwa yang
> sesuai dengan Islam adalah sikap mendukung poligami karena ada ayat
> Alquran mengenainya, dan karena itu kritik terhadapnya adalah
> manifestasi ketidakislaman si pengkritik.
>
> Dengan begitu, para pendukung poligami ini seperti meniadakan begitu
> saja khazanah pemikiran dunia Islam yang begitu kaya. Penolakan
> terhadap poligami sudah begitu lama disuarakan. Muhammad Rasyid Ridha,
> dalam bukunya Panggilan Islam Terhadap Wanita (Penerbit Pustaka, 1986)
> menunjukkan bagaimana ulama besar Mesir Syekh Muhammad Abduh di awal
> abad ke-20 sangat keras menentang poligami yang dituduhnya merupakan
> sumber kerusakan di Mesir. Abduh bahkan menyatakan bahwa adalah tidak
> mungkin mendidik bangsa Mesir dengan baik sepanjang poligami yang
> bobrok itu dipraktikkan secara luas.
>
> Muhammad Abduh, menurut Ridha, mengupayakan pelarangan poligami atas
> dasar kaidah ushul yang berbunyi mencegah mudharat harus didahulukan
> ketimbang mengambil manfaat (hlm 57). Ridha sendiri bersikap lebih
> lunak, dengan mengakui poligami sebagai pilihan dalam kondisi tertentu.
>
> Namun, ia pun menegaskan bahwa hanya sedikit sekali saat ini pelaku
> poligami yang bisa membebaskan diri dari kezaliman yang diharamkan
> (hlm 55). Ia juga memperingatkan bahwa di zaman modern ini poligami
> terlalu sering dimanfaatkan secara salah oleh kaum pria, sehingga
> menjadi sumber bencana kehidupan rumah tangga dan ketelantaran
> anak-anak (hlm 56). Jadi, penolakan terhadap upaya promosi poligami
> sama sekali tidak bisa dengan gampang disebut sebagai kritik tidak
> Islami. Begitu juga dengan contoh yang saya gunakan dalam tulisan
> tersebut, yang menunjukkan bagaimana Nabi Muhammad mencegah menantu
> sekaligus sahabatnya, Ali bin Abi Thalib, untuk menikah kembali. Bagi
> saya, kisah itu menunjukkan ketidaknyamanan Nabi ketika tahu putrinya
> akan dimadu.
>
> Para pendukung poligami membantah dengan mengatakan bahwa Nabi menolak
> karena yang akan menikah dengan Ali adalah putri musuh Nabi, Abu
> Jahal. Padahal, dalam Ensikplopedi Islam (Ichtiar Baru, 1994)
> dipaparkan bahwa meski Nabi memang pernah marah dengan manuver Abu
> Jahal mendekati Ali, Nabi juga pernah memperingatkan menantunya itu
> tatkala seorang tokoh Quraisy lain berniat menikahkan anak
> perempuannya dengan Ali. Jadi, tampaknya yang tidak bisa diterima Nabi
> bukan sekadar Abu Jahal, melainkan gagasan bahwa putri yang
> dicintainya akan dimadu. Saya bukan ahli agama. Tapi, insya Allah,
> saya tidak asal bicara. Seperti diberitakan Republika (28/7), Rektor
> Universitas Islam As-Syafiiyah, Tutty Alawiyah, juga mengatakan sangat
> kecewa dengan penghargaan itu. Ini melecehkan perempuan dan syariat
> Islam, katanya. Saya kira MUI harus segera mengeluarkan fatwa tentang
> hal ini. Puspo dan kawan-kawan bisa saja menganggap beristri empat
> lebih baik daripa beristri satu. Namun, orang perlu tahu bahwa yang
> berpikiran begitu tampaknya cuma sebagian kecil umat. Saya sendiri? Ya
> maaf sajalah, saya terlalu mencintai istri dan anak-anak saya. (Ade
> Armando)
>
> sumber: http://www.republik a.co.id/detail. asp?id=135402
>
> Dondy Sentya <[EMAIL PROTECTED] <dondys%40yahoo.com>> wrote:
> Benar adanya bahwa di atas pengetahuan (knowledge) dan kebijaksanaan
> (wisdom) masih ada satu tingkatan yang lebih tinggi, yaitu integritas
> (integrity) yang menentukan kredibilitas seseorang. Sayang rekan kita Ade
> belum sampai menjejakkan langkahnya ke tahapan itu, atau mungkin...kedua
> tahapan lainnya tadi?
>
> Setidak-tidaknya ke-istiqamah-annya perlu dipertanyakan. Belum lama di
> Harian Republika (3 tahun lalu) tulisannya (sepatutnya) merepresentasikan
> pandangan pribadi perihal poligami dipublikasikan dan disebarluaskan (lihat
> di bawah),
>
> Yang tertinggal menarik untuk diketahui adalah alasan atau justifikasi
> yang bersangkutan akan berikan. Tentu status (meski mantan) keanggotaan pada
> organisasi publik (statutory lagi) semacam Komisi Penyiaran Indonesia, sudah
> siap dong untuk diteropong private matter-nya. Not a big deal. Yang pasti 3
> tahun lalu yang bersangkutan nyatakan:
>
> "Bila dipelajari motivasi yang melatarbelakangi satu per satu perkawinan
> Nabi, yang mengemuka adalah motif dakwah atau kepentingan penyiaran Islam
> (Dr. Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, 1999). Melihat
> karakteristik istri-istri Nabi tersebut, sulit untuk menerima pandangan
> bahwa Nabi melakukannya karena alasan biologis.
> Jadi, poligami adalah pilihan dalam keadaan darurat. Saya meragukan bahwa
> Puspo ataupun banyak tokoh Indonesia yang berpoligami melakukannya dengan
> alasan itu. Jadi, tidakkah sebaiknya acara pekan depan itu dibatalkan saja?"
>
> Kutipan lengkap tulisan Ade (lihat di bawah).
>
> Jika Ade meragukan motivasi Puspo dkk., tentu boleh dong meragukan
> motivasi Ade sendiri. Yang pasti saya ber-prasangka baik jika mungkin
> darurat banjir atau mungkin malah KLB (kejadian luar biasa) diare di Jakarta
> mungkin yang jadi alasan...soalnya seperti terhadap Puspo sebagaimana Ade
> nyatakan 3 tahun lalu, "Saya mergaukan banyak tokoh Indonesia yang
> berpoligami melakukannya dengan alasan itu (motif dakwah atau kepentingan
> penyiaran Islam, pen.)"
>
> Salam,
>
> DS
> (Lelaki tak senang memadu)
>
> Sumber : http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=19
>
> Sabtu, 19 Juli 2003
> Piala Poligami
> Oleh : Ade Armando
>
> Pekan depan akan ada sebuah acara unik di Jakarta: pemberian Poligami
> Award 2003. Disponsori seorang pengusaha beristri empat, Puspo Wardoyo,
> acara ini akan memberi penghargaan kepada pelaku poligami terbaik. Memang
> saran ini akan terkesan terlambat: tapi apakah tidak sebaiknya
> penganugerahan itu dibatalkan saja?
>
> Puspo tentu saja punya hak penuh untuk beristri banyak dan mengeluarkan
> sebagian kekayaannya untuk sebuah acara yang, menurutnya, bertujuan
> menyosialisasikan bahwa poligami itu bukan tabu dan bisa memberi
> kebahagiaan. Namun, mengingat Puspo dan para istrinya senantiasa tampil
> dengan sosok yang merepresentasikan umat Islam, promosi semacam ini
> tampaknya hanya akan memperburuk kesalahpahaman tentang Islam.
>
> Tentu saja tidak semua keluarga yang berpoligami tidak bahagia. Namun,
> poligami jelas bukanlah tipe pernikahan ideal. Dampaknya bukan hanya pada
> istri, namun terutama pada anak-anak yang dibesarkan dengan sejumlah orang
> tua. Namun, kalaupun itu masih mau diperdebatkan, Piala Poligami tetap
> bermasalah karena satu hal: kata siapa Islam mendukung poligami?
>
> Dalam berbagai kepustakaan otoritatif, sulit untuk menerima gagasan bahwa
> poligami adalah sesuatu yang perlu dianjurkan atau dipromosikan. Ensiklopedi
> Hukum Islam (1996) maupun Ensiklopedi Islam (1994), misalnya, menunjukkan
> bahwa semangat ketentuan poligami dalam Islam justru membatasi jumlah istri.
> Dengan kata lain, Islam hendak memusnahkan praktik poligami yang sudah
> berlangsung dalam berbagai peradaban pra-Islam, yaitu sesuatu yang tanpa
> batas dan dengan alasan yang mengikuti nafsu hewani.
>
> Bahkan, kalau mau dibandingkan dengan konsep Islam tentang budak, kita
> bisa berargumen bahwa konsep ideal dalam Islam tentang pernikahan adalah
> monogami. Perbudakan, dalam Islam, juga tidak pernah dilarang secara
> eksplisit, baik dalam Alquran maupun hadis. Namun, keseluruhan ajaran Islam
> sendiri menunjukkan penolakan terhadap perbudakan, sehingga masyarakat Islam
> modern bersepakat mengharamkan praktik tersebut. Begitu pula dengan
> pernikahan.
>
> Sebelum Islam, poligami sudah menjadi kelaziman, tanpa ada aturan. Islam
> diturunkan dan mulailah dikenal pembatasan baik dalam kuantitas maupun
> kualitas. Bukan saja jumlah istri dibatasi, namun juga ada
> persyaratan-persyaratan rumit yang menyebabkan bahwa hanya dalam keadaan
> darurat saja sebenarnya pernikahan semacam ini direstui. Ayat Alquran yang
> senatiasa digunakan sebagai pembenaran atas poligami (an-Nisa ayat 3),
> misalnya, turun dalam konteks historis yang sangat spesifik, yaitu seusai
> Perang Uhud yang menewaskan banyak tentara Muslim.
>
> Catatan sejarah sendiri menunjukkan bagaimana Nabi Muhammad Saw tidak
> merasa nyaman dengan poligami. Ini terlihat dalam kasus putrinya, Fatimah
> Az-Zahra. Fatimah menikah dengan sahabat dan orang kepercayaan Nabi, Ali bin
> Abi Thalib. Ketika suatu kali sang menantu berniat menikah kembali, Nabi
> mencegahnya. Nabi berkata kepada Ali, Fatimah adalah bagian dariku, siapa
> yang menyakitinya, berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira, maka
> ia telah membahagiakannya. (Ensiklopedi Islam, Jilid 2, 1994). Nabi bahkan
> mengatakan bahwa Ali sebaiknya menceraikan dulu Fatimah bila hendak menikah
> dengan perempuan lain.
>
> Sebagian pihak menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang membenarkan poligami
> adalah kebutuhan akan keturunan atau untuk memenuhi hasrat biologis yang
> tidak tersalurkan dengan satu istri. Masalahnya, teladan Nabi tidak
> menunjukkan itu. Nabi bermonogami dengan Khadijah selama 28 tahun. Dari
> perkawinan itu ia dianugerahi enam orang anak. Baru dua tahun setelah
> Khadijah meninggal, Nabi menikah kembali dan melakukan praktik poligami.
>
> Itu berarti setelah ia berusia 54 tahun. Isti-istri barunya pun umumnya
> tidak masuk dalam kategori wanita muda dan cantik. Bila dipelajari motivasi
> yang melatarbelakangi satu per satu perkawinan Nabi, yang mengemuka adalah
> motif dakwah atau kepentingan penyiaran Islam (Dr. Musdah Mulia, Pandangan
> Islam Tentang Poligami, 1999). Melihat karakteristik istri-istri Nabi
> tersebut, sulit untuk menerima pandangan bahwa Nabi melakukannya karena
> alasan biologis.
>
> Jadi, poligami adalah pilihan dalam keadaan darurat. Saya meragukan bahwa
> Puspo ataupun banyak tokoh Indonesia yang berpoligami melakukannya dengan
> alasan itu. Jadi, tidakkah sebaiknya acara pekan depan itu dibatalkan saja?
>
> Kinantaka <[EMAIL PROTECTED] <kinantaka%40gmail.com>> wrote:
> http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=perspektif%7C-49%7CX
>
> Berpoligami di Hari Kasih Sayang
>
> Oleh: Adriana Venny
>
> Berikut adalah sms saya terakhir kepada Ade Armando, Dosen FISIP UI, salah
> satu anggota Komisi Penyiaran Indonesia, penulis Jurnal Perempuan,
> narasumber dalam sosialisasi YJP tentang "Remaja Perempuan Melek Media"
> dan
> narasumber kampanye 16 hari "Anti Kekerasan terhadap Perempuan":
>
> Selasa, 13 Februari 2007: sms ke No. HP Ade Armando: 0818-1794�
>
> *Halo Mas Ade, ini Venny dari YJP, maaf saya mau nanya apa benar Mas Ade
> berpoligami?*
>
> *Dijawab dari No. HP Ade Armando:*
>
> *Benar.*
>
> Sms saya selanjutnya:
>
> *Sejak kapan? Kok Mas Ade tega banget sih? Apa itu berarti anda tidak akan
> memperjuangkan lagi isu perempuan di KPI?*
>
> �.
>
> Rabu pagi, 14 Februari 2007
>
> *Jawaban dari No.HP Ade Armando:*
>
> *Maaf baru baca. Kalau anda menganggap saya jahat, tentu saya nggak bisa
> bilang apa2. Masing2 orang punya jalan hidup masing2. Oh ya saya dalam
> waktu
> dekat nggak di KPI lagi.*
>
> Sms saya selanjutnya:
>
> *Bukan salah anda Mas. Ini salah UU Perkawinan di Indonesia yang tidak
> seperti di negara2 lain melarang poligami untuk melindungi hak perempuan.
> Doakan perjuangan kami Mas. Salam untuk Mbak Nina.*
>
> *Jawaban dari No.HP Ade Armando:*
>
> *Terimakasih. Saya doakan anda semua.*
>
> Sms saya selanjutnya:
>
> *Mudah-mudahan amandemen UU Perkawinan berhasil dan kami tidak perlu lagi
> kehilangan penulis JP yang bagus seperti anda.*
>
> �.
>
> Nampaknya itulah salam perpisahan kami dengan seorang ex feminis
> laki-laki,
> meski itu bukan perpisahan yang pertama. Beberapa tahun lalu kami juga
> terpaksa mengucap selamat jalan kepada Masdar Mar'soedi, seorang *public
> figure* laki-laki yang memahami gerakan perempuan, namun lalu memutuskan
> untuk berpoligami.
> Kenapa kami terpaksa harus mengucapkan selamat tinggal adalah karena
> kepercayaan gerakan perempuan bahwa praktek poligami melanggar hak-hak
> perempuan dan hak asasi manusia secara universal. Yakni bahwa:
>
> *Negara harus membuat peraturan-peraturan yang tepat termasuk pembuatan
> undang-undang untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang,
> peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan, dan praktek-praktek yang
> diskriminatif terhadap wanita.*
>
> (Pasal 2f UU RI No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai
> Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita-CEDAW)
>
> *Negara peserta wajib membuat peraturan yang tepat untuk mengubah pola
> tingkah laku social dan budaya pria dan wanita dengan maksud untuk
> mencapai
> penghapusan prasangka-prasangka, kebiasaan-kebiasaan dan segala praktek
> lainnya yang berdasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu
> jenis kelamin atau berdasarkan peranan stereotip bagi pria dan wanita.*
>
> (Pasal 5a UU RI No.7 tahun 1984)
>
> *Setiap manusia dilahirkan bebas dan sama kedudukannya dalam martabat dan
> hak.*
>
> (Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia)
>
> Pertanyaan selanjutnya: bagaimana dengan orang biasa jika seorang yang
> sehari-harinya mengajar di universitas terkemuka, mengenyam pendidikan
> tinggi di manca negara, bahkan ahli di isu kesetaraan gender pula,
> menjawab
> alasan berpoligami yang paling dangkal yaitu bahwa masing-masing orang
> punya
> jalan hidup sendiri-sendiri.
>
> Hal lain yang biasanya yang menjadi alasan laki-laki Indonesia untuk
> berpoligami adalah ingin punya anak atau anak laki-laki. Seolah-olah
> komitmen, cinta, kesetiaan, bukanlah satu hal yang layak diperjuangkan.
> Dan
> tidak ada apa-apanya dengan obsesi punya anak kandung atau bahkan
> dibanding
> nafsu syahwat yang paling-paling cuma 2 menit berereksi: tidak beda jauh
> dengan kambing atau monyet.
>
> Pertanyaan yang lalu menjadi absurd di hari kasih sayang: Apakah kita
> memang
> tidak bisa menuntut kesetiaan laki-laki, sementara perempuan justru selalu
> dituntut untuk setia? Lalu cinta macam apa yang seperti itu? Cinta yang
> selalu menuntut pengorbanan perempuan tapi tidak menuntut apapun dari
> laki-laki, adalah cinta yang mengerikan.
>
> Jika demikian, waspadalah wahai para perempuan. Karena ternyata konsep
> cinta
> yang selama ini kita pahami adalah timpang dan merugikan. Cinta yang
> menjadi
> dasar perkawinanpun tidak cukup melindungimu dari praktek ini, buktinya UU
> Perkawinan di Indonesia memperbolehkan kali-laki berpoligami, itu mengapa
> UU
> tahun 1970 ini sangat mendesak untuk diamandemen. Sebelum kekasihmu yang
> sekarang ini suatu saat akan menuntut untuk boleh berpoligami.
>
> Namun sayapun salut karena masih ada beberapa laki-laki Indonesia yang
> selalu setia dengan pasangannya sampai selamanya apapun yang terjadi,
> meski
> tidak punya anak, bahkan meski pasangannya sakit keras. Sayangnya
> jumlahnya
> hanya satu dari sejuta. Namun satu dari sejuta itu lalu memberi makna yang
> terdalam bagi kita sebagai manusia. Bahwa nilai-nilai cinta, kesetiaan,
> rasa
> hormat dan saling menghargai jauh lebih berharga ketimbang nafsu untuk
> kawin
> lagi.
>
> Karenanya tidak terlalu berlebihan jika hari kasih sayang tahun ini kita
> persembahkan bagi para laki-laki yang masih menggunakan akal sehatnya,
> yang
> tetap berkomitmen untuk setia, menghormati pasangannya dan percaya bahwa
> jalinan kasih sayang hanya bisa terwujud dalam relasi yang setara.*
>
> Adriana Venny, Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> http://www.assyaukanie.com
> Yahoo! Groups Links
>
> ---------------------------------
> New Yahoo! Mail is the ultimate force in competitive emailing. Find out
> more at the Yahoo! Mail Championships. Plus: play games and win prizes.
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> ---------------------------------
> The fish are biting.
> Get more visitors on your site using Yahoo! Search Marketing.
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> 
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke