Di Maroko, kumandang azan sangat merdu karena muazzinnya memang yg terlatih dan kalau ada mesjid berdekatan maka mereka saling gantian supaya enggak tabrakan suara di udara. Ada keindahan dan ketertiban dalam menjalankan ibadah.
Lain di Jakarta, ya ampun, setiap mesjid berlomba2 paling keras megafonnya terus yg azan teriak2 enggak keruan lafaz dan iramanya. Bagi saya azan di Jakarta itu polusi suara bukan panggilan thd ibadah yg indah dan tertib. Itukah pencerminan pemahaman kita yg masih amburadul? --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "agussyafii" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Kumandang Adzan > > Seorang anak jika melakukan satu perbuatan dan orang tuanya > memberikan penghargaan bagi anaknya biasanya sang anak akan melakukan > perbuatan itu secara terus menerus sekalipun tidak bersama orang > tuanya. > > Pernah kami (saya dan istri) selesai mendengarkan kumandang adzan, > kami selalu berdoa. Ibunya mengangkat tangannya setelah itu mengusap > muka dengan kedua tangannya. Hana mengikutinya, begitu selesai > melakukannya ibunya mencium Hana. Sejak itu biarpun kami tidak selalu > menungguin Hana, setiap kali selesai mendengarkan kumandang adzan > Hana selalu mengangkat kedua tangannya setelah itu mencium tangannya. > Sungguh indahnya hidup ini. > > Wassalam, > agussyafii > http://agussyafii.blogspot.com >