Tempat Ibadah Jangan Seperti PKL 



Ardi Winangun
Wartawan dan Mantan Ketua HMI Denpasar 1998-1999

Saat-saat ini, dua dari lima agama resmi di Indonesia sedang melakukan gugatan 
atas Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 
01/1969. Tim Pembela Kerukunan dan Kebebasan Umat Beragama di Indonesia melalui 
pengacara seperti OC Kaligis, Humphrey R Djemat, YB Purwaning M Yanuar, dan 
Fenny Febrianty, menuntut agar SKB itu diajukan permohonan uji materi karena 
dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan UU No 39/1999 tentang HAM.

Permasalahan ini muncul ketika beberapa tempat yang dijadikan tempat ibadah 
umat Kristen maupun Katolik ditentang oleh masyarakat di sekitar lokasi itu. 
Masalah ini muncul begitu kuat karena peristiwanya terjadi dalam rentang waktu 
yang tidak lama. Sebenarnya, permasalah ini pernah terjadi di waktu-waktu lalu, 
dan selesai begitu saja. Bagi umat Kristen dan Katolik, masalah ini merupakan 
masalah yang berat dan menyakitkan, karena mereka tidak bisa melaksanakan 
ibadahnya. 

Karena masalah itu, Franz Magnis Suseno dan beberapa pendeta lainnya bertemu 
Ketua Front Pembela Islam, Habib Rizieq. Tujuannya, agar umat Katolik dan 
Kristen bisa melaksanakan ibadah dengan mendirikan gereja. Menurut Franz Magnis 
Suseno, SKB 1969 tidak memadai, diberlakukan secara diskriminatif dan tidak 
adil. Sebab syarat untuk membangun rumah ibadah memerlukan 40 keluarga. Karena 
syarat itu, gereja, khususnya, memerlukan waktu 10 hingga 20 tahun untuk 
dibangun, dan dirasakan sebagai hal yang mengada-ada. 

Ketika Islam minoritas
Apakah SKB itu diskriminatif dan hanya mengenai agama Kristen dan Katolik saja? 
Tentu tidak. Semua agama kena. Walaupun Islam merupakan agama mayoritas di 
Indonesia, namun di beberapa daerah, Islam merupakan minoritas, seperti di Bali 
dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Umat Islam pun terkena dengan peraturan ini. 

Untuk membangun masjid di Bali, misalnya, susahnya bukan main. Berbagai 
peraturan dibuat agar masjid tidak berdiri. Akibatnya, orang-orang di daerah 
Bukit Jimbaran, Jimbaran, dan Kedonganan, untuk melakukan ibadah saja harus 
naik angkutan umum ke daerah sekitar Desa Tuban, Kuta. Jarak yang ditempuh 
sekitar lima sampai tujuh kilometer. 

Selain itu, bila wisatawan dalam negeri berwisata ke Bali, ketika hendak 
menunaikan ibadah sholat sangat susah. Misalnya, bagaimana saat Sholat Ashar 
tiba, sementara wisatawan sedang berada di daerah Bali Timur yang hanya punya 
satu masjid dan jauh dari lokasi wisata? 

Pelarangan bagi umat Islam tidak hanya dalam masalah membangun masjid, tetapi 
juga susah mendirikan pemakaman Islam. Dan soal ini pun, umat Islam sudah 
mengadukan kepada Presiden Abdurrahman Wahid. 

Demikian juga masalah pembangunan masjid di Kampus Universitas Udayana. Sampai 
kapan di kampus itu bisa berdiri masjid kampus? Ini merupakan sebuah pertanyaan 
yang susah dijawab. Berbagai keinginan dari mahasiswa dan beberapa tokoh Islam 
di Bali agar di kampus negeri itu bisa berdiri masjid, selalu mentok. Bahkan, 
di beberapa fakultas ada beberapa mata kuliah diselenggarakan saat Sholat 
Jum'at. Dan saat opspek, untuk melaksanakan kewajiban sholat saja, mahasiswa 
baru terkadang harus ribut dengan panitia opspek maupun resimen mahasiswa 
(menwa).

Perdebatan antarmahasiswa agar masjid kampus berdiri di Universitas Udayana 
sering terjadi. Rencana demo sampai upaya mengadukan pihak rektor ke menteri 
pun pernah dilakukan. Seiring proses waktu, mungkin mahasiswa sadar bahwa umat 
Islam di Bali merupakan umat yang minoritas dan harus tahu diri. 

Walaupun demikian, bukan berarti pihak rektorat membuat harga mati. Pihak 
rektorat masih toleran terhadap aktivitas mahasiswa Islam. Saat melaksanakan 
sholat Idul Fitri, Idul Adha, maupun kegiataan hari besar agama, pihak rektorat 
masih memberi tempat untuk pelaksanaan. 

Mengapa susah mendirikan masjid di Bali? Ada dua hal. Pertama, bisa jadi 
masyarakat dan pemerintah daerah menerapkan SKB 1969. Karena umat Islam 
minoritas, maka untuk mencapai angka 40 keluarga sangat susah sehingga masjid 
pun susah berdiri. Kedua, seperti umat Islam di Jawa Barat dan tempat lainnya 
yang takut dengan Kristenisasi, umat Hindu di Bali juga takut Islamisasi. Ini 
merupakan sikap yang wajar dan asasi. 

Bagi umat Hindu, bukan hanya masalah agama, tetapi juga masalah budaya. 
Bagaimana jadinya jika budaya dan adat Bali hilang karena Islamisasi? Tentu 
sebutan Bali sebagai Pulau Dewata juga akan hilang identitas dirinya. Namun ada 
catatan positif dari pemerintah daerah dan masyarakat Bali. Mereka 
memperkenankan pembangunan masjid asal di daerah di mana komunitas umat 
Islamnya dengan jumlah 40 kepala keluarga ke atas. Tak heran bila masjid-masjid 
di Bali berdiri di tempat komunitas asal suku tertentu. Seperti di Kampung 
Jawa, Kampung Bugis, Kampung Arab, Kampung Madura, dan di 
perkampungan-perkampungan nelayan.

Pemerintah dan masyarakat Bali juga memperkenankan pembangunan masjid di 
tempat-tempat instansi negara seperti di kompleks Korem Wirasatya, Markas Kodam 
Udayana, kompleks Polda, kompleks Depkeu Bali, kompleks Hotel Bali Beach, dan 
BTDC Nusa Dua. Memang, di tempat-tempat itu banyak tentara, polisi, dan 
karyawan beragama Islam, selain menampung umat Islam di sekitarnya. Di 
tempat-tempat itu masjid berdiri sangat megah. Bahkan dulu, saat-saat raja-raja 
di Bali melakukan pertempuran dengan musuh dan dibantu oleh umat Islam, umat 
Islam diberi hadiah berupa tanah untuk tempat ibadah (masjid).

Dari itu semua, masyarakat Islam di Bali tidak terlalu masalah dengan soal 
pembangunan masjid. Biarpun di Gianyar, Tabanan, Bangli, atau Karangasem hanya 
ada satu masjid, toh umat Islam di sana tetap masih bisa melaksanakan ibadah 
dan hidup rukun.

SKB masih relevan
Lalu, apakah SKB ini perlu dicabut? Tentu tidak. SKB ini masih relevan dan 
adil. Tidak hanya Kristen dan Katolik yang kena dengan peraturan ini. Semua 
agama kena. SKB ini tidak melarang pembangunan tempat ibadah, namun 
mengaturnya. Jika SKB ini dicabut, tentu masalahnya akan lebih parah. 

Beberapa hal yang akan terjadi jika SKB ini dicabut, pertama, bisa jadi tempat 
ibadah akan dibangun seenaknya sendiri sehingga seperti pedagang kali lima 
(PKL) mendirikan tempat jualannya di mana saja. Akibatnya menggunakan hak orang 
lain, mengganggu orang lain, kumuh, mengganggu pemandangan, dan kesan jorok 
yang ditimbulkan. 

Kedua, dengan adanya SKB ini, justru tempat ibadah akan dilindungi oleh UUD 
1945 dan UU No. 39/1999 tentang HAM. Tentu, pelaku perusakan tempat ibadah akan 
ditindak karena telah melanggar peraturan yang ada. Adanya penentangan oleh 
umat terhadap pelarangan tempat ibadah (gereja) itu sah-sah saja karena umat 
yang bersangkutan melanggar peraturan.



                
---------------------------------
Yahoo! for Good
 Click here to donate to the Hurricane Katrina relief effort. 
                
---------------------------------
Yahoo! for Good
 Click here to donate to the Hurricane Katrina relief effort. 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke