Bukan bermaksud ikut mempromosikan, tapi saya yakin buku ini bagus.

Saya jadi teringat komentar Kyai Zaenuddin MZ, banyak jemaah haji yang
melempar jumroh pura2 musuhan sama setan.

Tapi begitu pulang ke Indonesia, berteman lagi sama setan.

 

 

Salam,

Flora

 

---------------------------------------------------------------

 

 

Haji Mabrur, Bukan Mabur!

 

The Wisdom of Haji

Penulis: Reza M. Syarief

Penerbit: Prestasi, Jakarta, Oktober 2008, 138 halaman

 

Sudah haji, kok, masih korupsi? Sudah haji, kok, pakaiannya masih seronok?
Sudah haji, kok, perilaku negatifnya tidak berubah? Dan sederet pertanyaan
membubung setiap kali musim haji tiba. Prosesi haji yang hampir 40 hari itu
seakan tak membekas begitu sampai di Tanah Air. Mengapa semua ini terjadi?
Sudah banyak buku yang mengupas dan membahas tentang haji. Setiap tahun,
Indonesia sedikitnya mengirim 220 jamaah --jamaah terbesar di dunia-- ke
Tanah Suci, Mekkah. Tapi, begitu sampai ke kampung halaman, pertanyaan
"sudah haji, kok." terus saja terulang. Siapa salah?

 

Haji adalah perjalanan menuju rumah Allah. Sebagai tamu Allah, ada berbagai
syarat yang mesti dipenuhi sang tamu. Antara lain, berkemampuan. Mampu dalam
hal finansial, mampu secara fisik-intelektual, dan mampu secara moral.
Karena itu, jamak dilakukan, sebelum berangkat haji, para jamaah mengikuti
manasik haji, latihan untuk melaksanakan tata tertib dan kronologinya, agar
bisa mencapai haji mabrur. Dan, "Haji mabrur tiada balasan kecuali surga"
(Riwayat Bukhari-Muslim).

 

Untuk itu, memahami makna dan simbol-simbol haji adalah sebuah kemestian.
Tidaklah sempurna orang pergi haji tanpa mengerti apa yang dilakukannya di
sana. Di sinilah makna penting manasik haji. Tapi di sini pula persoalannya.
Pemahaman tentang fikih bagi calon jamaah haji adalah penting. Tapi memahami
makna dan simbol-simbol haji juga amat penting. Tanpa memahami makna dan
simbol-simbolnya, ibadah haji hanya menjadi ritual tanpa makna. Dan ini
jamak terjadi.

 

Kehadiran karya Reza M. Syarief ini merupakan upaya untuk memberi dan
memahami makna serta simbol-simbol haji. Pakaian ihram yang serba putih dan
tidak ada jahitannya, misalnya, oleh Reza dimaknai sebagai simbol ketulusan,
kesamaan, dan kesederhanaan. Dalam berihram, tak ada beda antara presiden,
raja, dan masyarakat akar rumput. Mereka mesti tulus dalam kebersamaan dan
kesederhanaan.

 

Begitu juga melempar jumrah sebagai lambang melawan setan. Tak ada daya
upaya kita, umat manusia, melawan setan kecuali dengan pertolongan Allah
semata. Karena itu, sesuai dengan makna surah An-Nahl ayat 98, setiap kali
akan membaca Al-Quran, seseorang hendaknya meminta perlindungan kepada Allah
dari setan yang terkutuk. Untuk melawan setan, diperlukan pertolongan Allah.
"Jika hal ini tidak kita lakukan, kita akan mengalami kelemahan dan tidak
akan sanggup melawan setan," tulis Reza (halaman 40).

 

Lalu, untuk mendapat pertolongan Allah, hendaknya kita mengenal-Nya. Dan,
untuk mengenal dan mendapat pertolongan Allah, hanya ada satu pintu: ikhlas.
"Jadi, pesan dari ihram dan jumrah itu adalah bagaimana kita bertempur
dengan iblis atau setan dengan senjata paling ampuh, yakni ikhlas!" Reza
menyimpulkan. Ini artinya, umat manusia mesti berserah diri secara total
dalam rangka melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Jika
itu yang dilakukan, seseorang yang berstatus haji pulang ke Tanah Air tidak
akan berbuat yang aneh-aneh.

 

Karya Reza M. Syarief ini adalah satu dari sekian banyak karya tentang haji.
Bedanya, karya Reza didekati dengan teori dan praktek motivasi. Sedangkan
buku-buku lainnya lebih banyak mendekati dari sisi praktek dan fikih haji.
Tahun lalu, Dr. H. Miftah Faridl meluncurkan buku Antar Aku ke Tanah Suci,
yang berisi panduan dan kiat sukses berhaji. Baik Miftah maupun Reza
sepakat, keberhasilan seorang haji adalah adanya perbaikan akhlak dan ibadah
pada diri yang bersangkutan. Jika sebelum dan pasca-haji tidak ada
perubahan, status haji mabrur pun lepas. Yang didapat hanyalah haji mabur
(terbang)!

 

Herry Mohammad

[Buku, Gatra Nomor 52 Beredar Kamis, 6 November 2008]

http://www.gatra.com/artikel.php?id=120197

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke