Nondisclosure sender wish to contribute posting :-) Begin forwarded message:
Date: Thu, 12 Jun 2003 07:45:51 +0700 From: Nondisclosure Sender To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Masa Depan Perminyakan Indonesia? Untuk sama2 kita fikirkan, sumber di bawah ini adalah dari Suara Pembaharuan 10/6/2003 yang saya coba sarikan. Untuk menentukan besarnya subsidi BBM oleh pemerintah, ada 2 faktor yang dipegang yaitu faktor harga minyak mentah di pasar internasional dan faktor nilai tukar rupiah terhadap dolar. Faktor harga minyak mentah di pasar internasional, sangat tergantung pada dua unsur, yaitu prinsip dasar hukum ekonomi supply and demand, dan gejolak di kawasan negara sumber minyak utama (Timur Tengah). Banyak negara mengimport kebutuhan minyaknya dari sana, termasuk Indonesia. Sedangkan, faktor nilai tukar rupiah terhadap dolar juga berpengaruh terhadap besarnya subsidi. Peran pmerintah dalam perubahan nilai mata uang rupiah terhadap dolar ini terletak pada kebijakan fiskal pemerintah dan besarnya cadangan devisa kita di BI. Dari data pada saat ini, nampaknya kemampuan produksi nasional sudah tidak mencukupi lagi dibandingkan dengan tingkat konsumsi. Besar perkembangan cadangan minyak yang ditemukan di Indonesia tidak tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk dan konsumsi kita. Pada tahun 1973 produksi kita bisa berada pada 1,3 juta BOPD, dengan jumlah penduduk sekitar 120jt, hasil penjualannya mengisi sekitar 60% APBN kita. Di tahun 2000, dengan tingkat produksi kira2 sama, (harga berbeda), jumlah penduduk 200 jt, penjualan minyak mungkin hanya mengisi sekitar 15% saja. Dengan perkiraan bahwa kebutuhan BBM dalam negeri akan mengalami tingkat presentasi kenaikan yang sama, maka kebutuhan pengadaan minyak mentah untuk BBM ke depan akan mendekati tingkat produksi minyak nasional. Berdasarkan analisa ini, nampaknya Indonesia sudah akan bisa dikategorikan sebagai net oil importer. Ini berarti pemerintah akan segera membeli semua kebutuhan minyak kita dari luar. Untuk mengurangi beban pemerintah dalam mensubsidi BBM pada anggaran belanja negara, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar harus diperkuat, dan untuk itu, maka nilai eksport kita harus lebih banyak dari nilai import, atau kita harus berhemat mengimport, dan meningkatkan export produksi kita. Hal ini bisa dilakukan apabila keadaan politik dan keamanan dalam negeri cukup baik. Dengan penguatan nilai tukar, selain pengurangan beban subsidi BBM, maka beberapa subsidi untuk produk bahan baku dasar juga akan membaik (pupuk, listrik, dsb), dan ini akan memberikan dampak multiplier cukup signifikan ke masyarakat. Tetapi dengan berubahnya Indonesia dari negara penghasil ke negara pengimport, bagaimana dengan keamanan supply BBM kita ke depan, bagaimana dengan investasi pengetahuan kita di bidang perminyakan ke depan, apakah akan habis begitu saja? Pada saat ini, jika kita bandingkan "infiltrasi" kita ke luar dengan infiltrasi Malaysia, nampaknya kita sudah ketinggalan. Petronas sudah beroperasi di 29 negara (operatorship dan participant interest). Dengan ke ikut sertaan mereka, keamanan supply merekapun akan lebih terjamin. Malaysia nampaknya lebih cerdik dari kita. Padahal produksi minyak Malaysia lebih kecil dari kita. Bagaimana kita ke depan? -- syafril ------- Syafril Hermansyah<syafril-at-dutaint.co.id> . --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>