Precedence: bulk TEROR RESMI GUNA TEMUKAN INTEL BAKORSTANAS JAKARTA (SiaR, 8/1/99), Setelah pemanggilan aktivis Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta, Sarbini, sebagai saksi Kasus Makar, maka kini ABRI lewat Polda Metro Jaya meneror aktifis Front Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred) dengan menyebarkan isu soal penyitaan ratusan katapel impor sebagai umpan untuk menemukan intel Bakorstanasda yang hilang saat tengah menyusup ke mahasiswa. Petugas intel yang dimaksud adalah seorang mahasiswi Akademi Pariwisata Patria (Akpar) bernama Pepi. Maraknya aksi mahasiswa di Jakarta tampak menurun saat memasuki bulan Puasa ini, namun ternyata muncul perang baru yang dilancarkan oleh ABRI. Perang tersebut masuk dalam area perang urat saraf tersebut tergolong merupakan sebuah teror negara. Sarbini yang mahasiswa Universitas Tujuh belas Agustus, Jakarta diteror dengan pemanggilan ke dua kalinya ke Mapolda Metro Jaya, Senin (28/12/98) sehubungan dengan tuduhan makar yang berkaitan dengan kasus penandatanganan Komunike Bersama di Hotel Sahid 13 November 1998. Dalam pemeriksaan yang dilakukan 3 orang perwira Polisi itu, banyak pertanyaan yang berusaha menggiringnya ke arah tuduhan bahwa ia terlibat aktif sejak awal dengan Yopie Hidayat. Menurut Sarbini, pemeriksaan yang dilakukan Kapten (Pol) Pakpahan itu sekaligus merupakan upaya mencari tahu dari mana FKSMJ mendapat dana dan bagaimana mekanisme pengambilan keputusan di organisasi tersebut. Setelah menjalani pemeriksaan sejak pk 11.00 hingga pk 16.30 tersebut akhirnya ia diperbolehkan pulang dengan catatan sewaktu waktu dapat dipanggil kembali dan dapat berubah jadi tersangka dalam kasus tersebut. Beberapa aktifis FKSMJ yang lain juga mulai mendengar bahwa mereka akan dipanggil. Isu tersebut, menurut mereka, tampaknya sengaja dilepas untuk meneror mereka. Begitu menurut Pak dan Ci, mahasisiwa dari Univ Pembangunan Nasional. Beberapa aktifis FAMRED mengaku terkejut ketika Senin (4/1) lalu ada berita yang menyebutkan bahwa Polda Metro Jaya telah menggerebek satu kampus di daerah Serpong, Tangerang. Dalam penggerebekan tersebut pihak Polda Metro Jaya mengaku menemukan puluhan katapel import yang dituduhkan akan digunakan untuk melawan aparat saat demonstrasi seusai lebaran. Tentu saja hal tersebut dibantah Senat Mahasiswa Institut Teknologi Indonesia. Seorang mahasisiwa planologi, Rudy, mengatakan bahwa kegiatan di Kampus ITI telah terhenti sejak 24 Desember 1998. Jadi tidak benar ada penggerebekan pelatihan tersebut. Beberapa aktifis ITI yang sempat dikonfirmasi SiaR mengatakan hal tersebut berkaitan dengan isu hilangnya seorang intel Bakorstanasda yang menyusup ke dalam tubuh organisasi FAMRED sejak awal bulan puasa lalu. Menurut sumber SiaR yang tidak ingin disebutkan namanya, intel mahasiswi tersebut dilatih di Lembaga Sandi Negara selama 5 bulan sebelum diterjunkan ke dalam organisasi FAMRED dan sempat mencuri sebuah komputer laptop di sebuah kampus untuk mencari informasi yang dicari Bakorstanas. Menurut sumber SiaR yang seorang mayor yang masih aktif di sebuah institusi intelejen lain, hal tersebut dilakukan untuk memprovokasi mahasiswa agar terbaca koordinasi mereka oleh petugas intel yang ditugaskan membebaskan intel yang disandera tersebut. Tampaknya upaya penyusupan aparat intelejen ke dalam tubuh mahasiswa menjadi corengan di muka ABRI sendiri.*** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html