Precedence: bulk


MILITER PAKSAKAN DARURAT MILITER DI TIMTIM

        JAKARTA, (MateBEAN, 7/9/99). Gagal mempercepat persetujuan DPR
terhadap UU Keamanan Negara, Habibie dan TNI akhirnya memakai UU Darurat
Perang 1959 untuk diberlakukan di Timor Timur (Timtim). Sejak Selasa dini
hari (7/9), Timtim dinyatakan sebagai daerah darurat militer.

        Penguman itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia
(Kapuspen) Mayjen Sudrajat di Jakarta. Dalam keterangan persnya, Sudrajat
mengumumkan bahwa seluruh wilayah provinsi Timtim dinyatakan berada dalam
keadaan darurat militer sejak pukul 00.00 Wita tanggal 7 September 1999
sampai keadaan kembali normal. Dengan demikian, katanya, diberlakukan
undang-undang nomor 23/PRP/1959. Menurut Sudrajat, pengumuman tersebut
tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 107/1999 di lembar negara nomor 152
tentang keadaan darurat militer tanggal 6 September 1999.  
        
        Namun demikian, kondisi Timtim justru semakin kacau. Serangan sepihak yang
dilakukan para milisi pro Indonesia semakin menjadi-jadi di hampir semua
wilayah Timtim. Mereka menyerang sejumlah tempat yang diduga sebagai
persembunyian perwakilan PBB di Timtim dan para pentolan pro kemerdekaan.

        Selasa siang, sekitar tiga puluh mobil operasional Tim Misi PBB untuk Timor
Timur (UNAMET), dibakar massa yang merasa tidak puas atas tindakan tidak
netral UNAMET. Asap mengepul di bengkel mobil UNAMET di kawasan Colmera,
Dili. Mobil operasional UNAMET dilalap api sambil mengeluarkan bunyi ledakan
bahan bakar pada tangki-tangki minyak dari mobil tersebut. 

        Puluhan pemuda tersebut dengan membawa senjata tajam secara beringas
mendatangi bengkel UNAMET dan tidak lebih dari sepuluh menit kemudian, asap
hitam membubung di angkasa disertai bunyi ledakan tangki bahan bakar
kendaraan-kendaraan itu. Mereka meneriakkan yel-yel sambil mengutuk UNAMET.
"UNAMET tidak netral, dan UNAMET pemecah belah rakyat Timtim," teriak mereka. 

        Setelah membakar sejumlah mobil di bengkel tersebut, para pemuda itu
meneruskan perjalanan mengitari kota Dili. Sejak pukul 05.00 Wita hingga
siang pukul 13.30 Wita kota Dili bagaikan kota mati. Tidak ada aktivitas
perekonomian sebagaimana biasanya. Ribuan anggota masyarakat setempat terus
membanjiri Markas Polda Timtim guna mencari perlindungan.

        Sementara itu Menhankam/Panglima TNI Jenderal Wiranto menegaskan TNI
dan Polri akan mengambil tindakan keras dan tegas dalam melaksanakan status
darurat militer di Timor Timur. 

        Seusai mengadakan pertemuan dengan Presiden BJ Habibie di Istana Merdeka,
Selasa, Wiranto mengatakan, TNI dan polisi akan memberlakukan jam malam,
merazia senjata api dan senjata tajam, menangkap orang yang dicurigai,
menutup wilayah tertentu serta mengganti petugas-petugas yang tidak benar. 

        Kondisi ini mengkhawatirkan sejumlah negara anggota PBB lainnya. Bahkan
beberapa negara telah mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia
karenba tak mampu kendalikan keamanan di Timtim. Namun, sebelum menjatuhkan
sanksi, lima Dubes Dewan Keamanan PBB dari Inggris, Slovenia, Malaysia,
Namibia dan Belanda, bertolak ke Indonesia. Mereka menekan Jakarta bertindak
lebih keras dalam mengatasi kekerasan para milisi di Timtim.

        Menurut seorang jurubicara Ketua Dewan Keamanan, Peter van Walsum, kelima
Dubes itu adalah Sir Jeremy Greenstock dari Inggris, Danilo Turk dari
Slovenia, Martin Andjaba dari Namibia, Hasymi Agam dari Malaysia dan Alphons
Hamer dari Belanda. Mereka adalah dubes negaranya masing-masing di PBB,
kecuali Hamer yang merupakan Deputi Wakil Tetap Belanda untuk badan dunia itu. 

        Sebelum bertolak ke Jakarta, mereka mengadakan pertemuan dengan Sekjen PBB
Kofi Annan. Di tengah desakan pengiriman pasukan PBB, belum jelas benar
apakah kelima Dubes itu akan menekan Indonesia untuk menerima kehadiran
pasukan internasional. 
        
        Yang jelas, sampai saat ini belum ada keputusan mengenai intervensi pasukan
internasional diambil 15 anggota Dewan Keamanan. AS yang menjadi anggota
tetap Dewan Keamanan baru saja menyetujui penggelaran pasukan dari Australia
untuk memulihkan keamanan di bekas jajahan Portugal.

        Memburuknya situasi Timtim beberapa hari terakhir tak mampu lagi dipanatu
secara detail oleh media massa baik dalam maupun luar negeri. Para wartawan
beberapa hari lalu telah bertolak meninggalkan Timtim. Nyaris, hanya RRI dan
Antara yang mampu membuat siaran tentang keadaan Timtim. 

        Radio Republik Indonesia (RRI) Regional I Dili hingga Selasa tetap
mengudara menjadi satu-satunya media massa lokal di Timtim,  setelah Misi
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Timtim  (UNAMET) mengumumkan bahwa
mayoritas masyarakat setempat menolak otonomi luas pada jajak pendapat
(30/8) lalu. Stasiun RRI Regional I Dili ini pun, tinggal tujuh kru dari
seluruhnya sekitar seratus orang. Sebagian besar pegawai RRI lain sudah
meninggalkan Timtim bersama keluarganya sejak terjadi aksi serangan
bersenjata pro integrasi pasca pengumuman jajak pendapat oleh UNAMET Sabtu
(4/9) lalu. 

        Namun, mereka tidak tahu bisa bertahan sampai kapan. RRI Dili kini menjadi
satu-satunya media massa lokal yang masih beroperasi. Sebelumnya di Timtim
terdapat TVRI SPK Dili, harian Suara Timor Timur, Radio Timor Kmanek (milik
Keuskupan) dan Radio Suara Lorosae (milik Korem Timor Timur). ***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke