Precedence: bulk


ROY JANIS TERLIBAT PEMBELOTAN F-PDI DKI JAKARTA

        JAKARTA, (SiaR, 14/9/99). Sidang Umum MPR belum lagi dimulai, tapi Megawati
Soekarnoputri sudah dikhianati kadernya sendiri. Hal ini terjadi saat
pemilihan Ketua DPRD DKI Jakarta, Senin (13/9) kemarin, dimana calon PDI
Perjuangan Tarmidi Suhardjo diluar dugaan hanya memperoleh 9 suara,
sementara lawan-lawannya, Mayjen Eddy Waluyo (F-TNI/Polri), dan Djafar
Badjeber (F-PP) masing-masing memperoleh 40 dan 30 suara.
        Kekalahan Tarmidi ini menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan kader PDI
Perjuangan, bahwa telah terjadi pembelotan dan praktik money politics yang
melibatkan 20 anggota PDI Perjuangan yang memberikan suaranya untuk Eddy
Waluyo. Karena sebagai partai pemenang pemilu di wilayah DKI Jakarta dengan
perolehan 30 kursi, parktis PDI Perjuangan tinggal membutuhkan 13 suara
tambahan untuk menggolkan calonnya menjadi Ketua DPRD.
        Para pendukung PDI Perjuangan yang hadir pada saat pemilihan anggota dewan
tidak dapat menutupi rasa kecewanya. "Belum apa-apa sudah mengkhianati
partai dan Ibu Mega. Bagaimana lagi di SU MPR mendatang, mereka (anggota
dewan -red) pasti menjual Ibu (Mega -red)," teriak salah seorang pendukung
yang marah.
        Sumber SiaR, salah seorang anggota DPRD dari F-PDI Perjuangan, mengaku ada
kejanggalan di dalam tubuh F-PDI Perjuangan, sehingga Tarmidi gagal menjadi
ketua. Menurut dia, proses penunjukan Tarmidi sebagai calon dari F-PDI
Perjuangan, bahkan dipilih langsung oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan
Megawati Soekarnoputri. 
        Dari ke-30 anggota dewan F-PDI Perjuangan, kata sumber tersebut, mula-mula
terjaring lima nama, yakni Audi Tambunan, Maringan Napitupulu, Azis Buang,
Hendro Sayogyo, dan Tarmidi Suhardjo. Karena ke-30 anggota F-PDI Perjuangan
itu tak memperoleh kata putus untuk memilih satu nama calon untuk dimajukan
sebagai wakil fraksinya dalam pemilihan ketua dewan, maka kelima nama
tersebut diajukan ke DPD dan DPP untuk diperoleh satu nama calon.
        Kelima nama itu dibahas pada rapat DPP yang juga dihadiri Ketua Umum
Megawati Soekarnoputri. Pilihan Megawati atas diri Tarmidi, menurut sumber
tersebut, dikarenakan Megawati menilai, Tarmidi --yang juga Ketua DPC PDI
Perjuangan Jakbar itu-- dedikasi, loyalitas, dan integritasnya terhadap
partai sudah tidak diragukan lagi. Sebagai kader partai, Tarmidi memiliki
track record yang cukup baik, yakni menunjukkan konsistensi perjuangannya
meskipun berkali-kali mengalami tindak kekerasan oleh aparat. Bahkan,
Tarmidi, menurut catatan SiaR, pernah dipenjara dua kali, yakni pada saat
Peristiwa 27 Juli 1996, dan ketika demonstrasi Barisan Merah Putih (BMP)
pada awal Januari 1998.
        Kehadiran Ketua DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Roy BB Janis pada saat
pemilihan ketua dewan juga menimbulkan sejumlah spekulasi, bahwa Roy
"terlibat" dalam skenario kekalahan Tarmidi. Menurut sumber SiaR, banyak
anggota F-PDI Perjuangan yang bingung menjelang dan pada saat pemilihan
ketua dewan, karena konon Roy Janis menerima instruksi langsung dari
Megawati --melalui komunikasi lewat handphone-- agar anggota F-PDI
Perjuangan memberikan suaranya kepada Eddy Waluyo. Padahal, hingga sehari
sebelumnya, F-PDI Perjuangan sepakat secara bulat akan memberikan suaranya
kepada calon yang dipilih Megawati.
        Selain komunikasi Mega-Roy tersebut, pada saat itu juga dihembuskan khabar,
bahwa Amien Rais, AM Saefuddin, dan kawan-kawan telah bertemu di Restauran
Pulau Dua, dimana tercapai kesepakatan, yakni pihak "Poros Tengah" sepakat
satu suara mendukung Djafar Badjeber. Roy Janis dan kawan-kawan, lanjut
sumber tersebut, juga sibuk memberi "masukan" kepada anggota-anggota F-PDI
Perjuangan, akan bahayanya jika calon "Poros Tengah" yang menang, karena
dasar negara Pancasila, dan UUD '45 terancam diganti oleh ideologi lain,
sehingga lebih baik memberikan suara untuk calon dari F-TNI/Polisi.
        Tarmidi yang ditemui SiaR seusai pemilihan tersebut tak dapat
menyembunyikan kekecewaannya. Matanya berkaca-kaca, dan berkali-kali
menggeleng-gelengkan kepala sebagai ungkapan ketakpercayaannya. Kepada SiaR,
ia menuturkan, kejadian ini sebagai pelajaran untuk partainya menjelang SU
MPR mendatang. Ia bersama para pendukungnya berjanji akan melakukan apa saja
untuk mengamankan Megawati dari segala kemungkinan pengkhianatan yang terjadi.
        "Saya tahu persis Ibu Mega seorang yang teguh memegang prinsip. Apa mungkin
ia mencabut keputusannya sendiri. Bagi saya, lebih baik kalah terhormat,
daripada menjual diri," ujarnya lirih.
        Menurut Tarmidi, pelajaran yang dapat ditarik adalah, kaum sipil, poros
tengah dan PDI Perjuangan yang saling gontok-gontokkan, yang memperoleh
keuntungannya, justru militer. Kedua pihak, kata Tarmidi, saling berpegang
pada prinsip, "asal bukan PDI Perjuangan, dan sebaliknya asal bukan poros
tengah…"
        Kecurigaan Roy Janis dan kawan-kawan berada dibalik kekalahan Tarmidi
semakin mencuat, mengingat Eddy Waluyo, sebagaimana pengakuan sumber SiaR di
lingkungan pejabat Pemda DKI, merupakan kadernya Sutiyoso, Gubernur DKI
Jakarta sekarang. Dan Roy Janis, seperti disinyalir aktivis FKK-124, korban
27 Juli, Agus Iswantoro, merupakan tim sukses Sutiyoso untuk memenangkan
kembali kursi gubernur periode berikut.***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke