Precedence: bulk GOENAWAN MOHAMAD DITANGKAP POLISI JAKARTA, (SiaR, 15/9/99). Goenawan Mohamad, mantan pemimpin redaksi Majalah TEMPO, Rabu (15/9) siang ditangkap polisi di depan Gedung BPK di seberang Gedung DRP/MPR. Goenawan dibawa ke Polda Metro Jaya bersama-sama 143 aktivis mahasiswa dan LSM yang melakukan demonstrasi menentang Rancangan Undang-undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB). Goenawan sedang diwawancarai seorang wartawan asing, ketika secara tiba-tiba diseret oleh Kapolres Jakarta Pusat, Letkol Pol Sunarjo dan salah seorang anak buahnya berpangkat Sersan Satu. Goenawan datang ke tengah-tengah aksi dan memberikan pidato menolak RUU itu. "RUU ini membahayakan masyarakat dan mengancam kebebasan pers!" teriak Goenawan dalam pidatonya itu. Goenawan yang pernah diundang berpidato di Istana Negara oleh Presiden BJ Habibie dalam rangka konferensi masyarakat pers Asia Pasifik itu, sempat melawan, namun Sunarjo dibantu salah seorang bawahannya secara kasar terus menyeret tokoh pers nasional tersebut. Sempat terjadi debat antara Kapolres dengan Goenawan. Goenawan yang merasa tidak terlibat di dalam aksi, mempertanyakan tindakan Kapolres yang menyeretnya dan memaksa untuk ikut ke Polda Metro Jaya. "Kamu kan yang paling bertanggungjawab. Udah nanti jelaskan di Polda!" ucap Kapolres sambil mencekal Goenawan untuk diangkut ke truk polisi yang diparkir di Jalan Gatot Subroto. Bersama para aktivis yang tertangkap, Goenawan dikenai tuduhan bersadarkan pasal-pasal dalam Undang-Undang No. 9/98 tentang Unjuk Rasa. Sebelumnya, sebanyak 300-an aktivis dari berbagai elemen mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan partai politik memulai aksinya dari Rumah Susun Pejompongan, ketika kemudian secara kasar dihajar, dipukuli, dan diinjak-injak aparat gabungan. Puluhan aktivis mengalami luka-luka serius, karena dipukuli aparat gabungan dari Pasukan Anti-Huru Hara (PHH) Kodam Jaya, dan kepolisian, di sekitar pertigaan Jl. Pejompongan menuju ke Jl. Gatot Subroto. Tiga ratusan aktivis yang melakukan long-march dari rumah susun Pejompongan, perjalanannya menuju ke Gedung DPR/MPR-RI terhenti di jalan tanjakan menuju ke Gatot Subroto, karena diblokir aparat keamanan. Aparat bersikeras untuk menolak keinginan para demonstran menuju ke Gedung DPR/MPR, meskipun negosiasi dilakukan kepada pihak aparat. Para demonstran yang antara lain terdiri dari mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Partai Rakyat Demokratik (PRD) itu, akhirnya memutuskan untuk mundur kembali ke titik berkumpul di Rusun Pejompongan. Sekitar dua ratus meter dari Pos Polisi Pejompongan itulah secara tiba-tiba, tanpa ada aba-aba, dan komando dari komandan mereka, ratusan aparat gabungan, termasuk korps polisi militer, berlarian mengejar para demonstran. Tidak menyangka akan dikejar, para demonstran mencoba melarikan diri ke arah gang-gang di sekitar Benhil, dan Penjernihan. Mereka yang bertahan dipukuli, dan diinjak-injak aparat yang jumlahnya nyaris sebanding dengan para demonstran. Sejumlah aktivis, termasuk salah seorang korlap, Edwin Partogi, Sekjen HMI cabang Jakarta, dan seorang Ketua Senat Mahasiswa, Meksil, dari IAIN Syarif Hidayatullah ditangkap, dan dipukuli secara kasar oleh aparat. Tidak kurang dari enam orang aktivis mesti digotong untuk memperoleh perawatan di Pos Polisi Pejompongan, belasan lainnya luka-luka. Paling parah dialami oleh Edwin Partogi, yang sekujur tubuh, dan mukanya berdarah-darah, dan biru lebam, karena dikeroyok aparat. Diduga Edwin mengalami patah tulang rusuk. Warga sekitar yang menyaksikan tindak represi aparat, sempat mengejek aparat. Edwin Partogi yang dirawat di klinik Polda mengalami muntah darah. Korban luka parah lainnya adalah Tubagus AC Hasan Sahdheli yang geger otak, serta Andi Sahroni yang mengalami patah kaki. Warga sempat melempari aparat dengan batu, tapi aparat tak meladeni lemparan-lemparan tersebut, sehingga bentrokan yang lebih parah terhindar. *** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html