Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 34/II/26 September-1 Oktober 99
------------------------------

WIRANTO: "THE MOST WANTED"

(PERISTIWA): International Tribunal untuk Timor Timur bakal gol. Wiranto
akan jadi buron paling dicari.

Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia  PBB (UNHCHR) hari-hari di pekan ini
bersidang di Jenewa. Keinginan para peserta tampaknya sudah bulat, membentuk
sebuah pengadilan internasional untuk berbagai pembantaian di Timtim,
setidaknya untuk sejumlah pembantaian massal di seputar jajak pendapat. 

Menurut kantor berita Reuters, ribuan warga sipil Timtim, hingga minggu
pertama September, diperkirakan kehilangan nyawanya. Uskup Diosis Dili, Mgr
Carlos Filipe Ximenes Belo mengatakan di Washington, Amerika Serikat,
sedikitnya sepuluh ribu warga Timtim tewas dalam "pembersihan-pembersihan"
pasca jajak pendapat. 

Namun, berapa hitungan jumlah tewas yang sampai di meja Panglima TNI Jendral
Wiranto? Hanya 90 orang. Jumlah itu yang dilaporkan Wiranto ke DPR-RI dan
para anggota DPR hanya manggut-manggut. Padahal jelas, angka itu tak masuk
akal, terlalu sedkit untuk eskalasi kekerasan yang berlangsung
berbulan-bulan di Timtim. Ini upaya Wiranto untuk mencoba menutup-nutupi dan
menghindar dari pengadilan internasional. Padahal, upaya ini jelas
terlambat. Pasukan Interfet sudah datang, dan berbagai penemuan ladang
penguburan massal  tinggal menunggu waktu saja. 

Sebuah penguburan massal sudah ditemukan pasukan Interfet, Rabu (22/9) di
sebuah sumur di belakang rumah Manuel Carrascalao. Ada sekitar 30 mayat
korban pembunuhan di sumur itu. Rumah Manuel beberapa waktu lalu diserbu
milisi dan TNI, puluhan pengungsi yang tinggal di rumah itu dibantai dan
mayatnya tak segera diketemukan. Rupanya, mayat-mayat pengungsi itu dikubur
di sumur itu. Rumah Manuel, yang anak laki-lakinya, Manuelito Carrascalao,
ikut dibunuh dalam penyerbuan itu, memang sudah ditinggalkan pemiliknya
sejak penyerbuan itu.

Dari penyerangan di kediaman Uskup Belo saja, pada 5 September 1999, menurut
sejumlah saksi mata ada dua truk mayat yang diangkut dari sana. Dalam
penyerangan Gereja Suai pada 6 September 1999, seratus lebih pengungsi
dilaporkan tewas termasuk dua pastor, Pastor Tarcisius Dewanto, Pastor
Hilario Parera dan seorang birawati asing. Dari tiga penyerangan ini saja,
jumlah korban tewas sudah lebih dari 90 orang.

Sekretaris Jendral PBB, Kofi Annan beberapa kali mengingatkan Indonesia
bahwa para penanggungjawab keamanan Timor Timur bisa dimintai tanggungjawab
untuk kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Tahta Suci
Vatikan bahkan mengkatagorikan, kekerasan di Timtim sebagai genocide. Menlu
Vatikan, Uskup Agung Jean Louis-Tauran di televisi Vatikan mengatakan,
genocide itu terjadi di Timtim, yang juga menimpa para rohaniwan gereja. 

Desakan-desakan internasional ini, apalagi Pemerintah Amerika Serikat sudah
berjanji akan menyumbang dana sebesar US$5 juta untuk keperluan pembentukan
pengadilan ini, tentu membuat Wiranto kecut. Wiranto makin kecut, ketika
Sekjen PBB Kofi Annan, terus mendesak agar PBB memberi peringatan keras
terhadap para pelanggar hak asasi manusia (HAM), jika perlu diancam dengan
aksi militer. Pernyataan Annan ini merupakan kelanjutan tanggapan atas
usulan Ketua Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (UNHCHR) Mary Robinson, di
depan sidang DK PBB. Mary mendesak agar PBB sesegera mungkin membentuk
sebuah komisi internasional untuk menyelidiki mereka yang bertanggungjawab
atas terjadinya kekerasan dan kerusuhan di Timtim.

Dalam wawancara dengan televisi internasional, CNN, yang disiarkan Minggu
lalu, Sekjen PBB Kofi Annan bahkan secara terang-terangan mengungkapkan
tuduhannya akan keterlibatan militer Indonesia dalam aksi milisi yang
melakukan kerusuhan di Timtim. Tuduhan Annan ini diperkuat  Presiden AS Bill
Clinton, yang secara terang-terangan menuduh TNI ada di balik aksi kekejaman
milisi. Sekjen Interpol Jenderal Raymond Kendall, mengatakan siap membantu
jika pengadilan penjahat perang PBB memutuskan untuk menginvestigasi tuduhan
adanya pembunuhan massal di Timtim.

Clinton memiliki sejumlah dugaan dan indikasi adanya pemusnahan etnik
(ethnic cleansing), karena itu ia merasa digelarnya pengadilan penjahat
perang itu tidak dapat dielakkan lagi.

Wah, kalau Annan, Clinton dan Sekjen Interpol sudah berkemas-kemas membentuk
pengadilan internasional untuk Timor Timur, maka penetapan Jendral Wiranto
dan kawan-kawan jendralnya sebagai tersangka tinggal menunggu waktu saja.
Pengadilan internasional itu tentu tidak hanya dibentuk untuk para pemimpin
milisi seperti Eurico Guteres, mantan preman Dili itu atau Joao Tavares,
mantan Bupati Maliana yang sudah tua itu. Kedua orang ini terlalu rendahan
untuk diadili di pengadilan itu. Pengadilan ini dirikan, terutama untuk para
jendral yang bertanggungjawab, yang memasok senjata dan yang mendukung
penyerbuan kamp-kamp pengungsi pro kemerdekaan dan sebagainya. Siapa lagi
kalau bukan para petinggi TNI. Mereka akan masuk dalam daftar 

Nah, nanti, Wiranto akan disejajarkan dengan Hitler, Pol Pot, Najibullan,
Agusto Pinochet, Slobodan Milosevic, Rodovan Karadzic, Ratko Mladic, Dusan
Tadic, Milan Martic, dan sejumlah pemimpin Yugoslavia lainnya. 

Contoh yang paling baru, Slobodan Milosevic, Presiden Yugoslavia, didakwa
melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Menurut
dakwaan yang diajukan ke pengadilan kejahatan perang di Den Haag, 16
November 1995, Milosovic melakukan genocide dengan membunuh sekitar enam
ribu Muslim di Srebrenica pada Juli 1995. Milosovic diadili secara in
absensia. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke