Precedence: bulk


ANARKISME MENINGKAT KARENA TNI TAK DIPERCAYA

        JAKARTA, (TNI Watch!, 15/12/99). Makin merebaknya gejala anarkhisme
dalam bentuk penyelesaian sendiri kasus-kasus kejahatan tanpa melibatkan
unsur TNI ataupun polisi disinyalir merupakan bentuk ketidakpercayaan
masyarakat pada aparat hukum. Pilihan masyarakat lewat pengadilan massa
tampaknya menjadi solusi populer yang makin digemari. Beberapa kasus yang
masih hangat seperti tewasnya dua orang anggota Brimob yang mencoba merampas
motor pengojek di desa Negasari, Kecamatan Serang, Bekasi, Sabtu (11/12)
lalu. Selang beberapa hari kemudian seorang Prajurit Satu (Pratu) AR
tertangkap saat pesta shabu, di Banda Aceh, Senin (13/12) yang oleh
masyarakat tidak diserahkan ke polisi melainkan diserahkan kepada mahasiswa.

        Ada apa di masyarakat? Dalam kasus perampasan motor pengojek oleh
dua orang anggota Brimob dari tim gegana itu terang-terangan mereka
meletuskan senjatanya berulang kali ke udara. Namun masyarakat tidak mundur
dan berakhir dengan pemukulan yang menewaskan kedua anggota Brimob tersebut.
Apakah keberanian masyarakat muncul atau karena masyarakat sudah muak dengan
perilaku sewenang-wenang dari anggota TNI dan polisi. Wakil Ketua Komisi II
DPR, Deddy Sudarmaji mengatakan putusan pengadilan dan sikap aparat penegak
hukum masih mengecewakan masyarakat. "Akhirnya, rakyat bertindak dengan
caranya sendiri," katanya.

        Akal sehat masyarakat yang mulai jernih seiring era reformasi ini
ternyata tidak diiringi meningkatnya profesionalitas aparat penegak hukum.
Keberanian masyarakat dalam melindungi milik mereka sendiri tampak seperti
dalam kasus perampasan motor milik pengojek di Bekasi itu. Dalam upaya
perampasan motor yang dilakukan oleh Bharada (Bhayangkara Dua) Agus Gunawan
dan Bharada Idad Musadad itu masyarakat menangkap kemudian diadili massa.
Meski sudah melepaskan tembakan keudara berulang ulang namun tampaknya
masyarakat tetap berani menangkap kedua perampas itu.

        Beberapa kalangan menilai meningkatnya upaya penyelesaian masalah
secara sendiri tanpa mengakui dan melibatkan aparat tampaknya berkaitan
dengan citra dan kelakuan aparat yang semakin buruk. Beberapa kalangan
akademis menilai hal itu dikarenakan ketidakmampuan anggota dan isntitusi
keamanan untuk menciptakan penegakan hukum secara konsisten. 

        Fenomena yang perlu dicermati adalah penangkapan Prajurit Satu (Pratu)
anggota Denpom I/2 di Banda Aceh saat sedang pesta shabu bersama seorang
pria dan dua orang anak gadis usia belia. Saat sedang gencar gencarnya
operasi penangkapan pemakai dan bandar obat bius, sekali lagi kepercayaan
masyarakat makin menurun dengan tertangkapnya anggota TNI. Lewat kasus ini
kecurigaan masyarakat semakin menguat saat giatnya operasi pemberantasan
obat bius yang diduga sebagai upaya membelokkan perhatian masyarakat agar
sedikit membersihkan citra TNI dan polisi tampaknya gagal.

        Mengapa masyarakat tidak mempercayai aparat hukum? Kecurigaan
masyarakat pada aparat tampaknya berdasar. Beberapa waktu lalu
dipublikasikan sebuah data yang menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1996
hingga 1999 tercatat 16 orang anggota TNI/Polri tertangkap mengedarkan obat
bius. Dalam data itu ditunjukkan sebanyak 74 orang anggota Polri diketahui
sebagai pemakai obat bius.

        Jadi sinyalemen bahwa anarkisme atau upaya penyelesaian sendiri
persoalan di masyarakat tanpa melibatkan upaya hukum pararel dengan ketidak
percayaan masyarakat pada TNI jika dilihat dari track record kasus-kasus di
atas. ***

_____________________
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi perilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke