Precedence: bulk Hersri Setiawan: Sajak Kilas Balik Menyongsong Esok (dongeng akhir abad) Terkadang hujan tercurah seperti cintaku padamu terkadang matahari cerah seperti cintaku padamu juga di penjara kehidupan ini aku selalu mencintaimu Seorang sesamaku berkata mengapa tidak kita palingkan seribu satu aba-aba perintah dan aturan mengapa tidak kita picingkan segala seragam borgol dan terali bila kita tak mau peduli semua jendral dan opsir yang di medan dan birokrasi yang di pasar dan rumahtangga dan semua preman mereka Seorang sesamaku berkata di sini kita di penjara mahabesar kita orang-orang tawanan dan aku percaya Lihatlah yang hijau itu bukan segar daun dengarlah yang desau itu bukan canda angin itu cericau cacimaki kekuasaan itu cericau bual kewenangan itu cericau dakwa kesewenangan itu badai dahsyat kelaliman Seorang sesamaku berkata kita orang-orang tawanan tentu tahu ada robek karena seragam bukan geranit karena hijau bukan giok kita orang-orang tawanan tentu dengar ada selisih antara tamtama dan bintara antara bintara dan perwira antar mereka sesama diri tapi kita orang tawanan jangan hanyut dalam mimpi karena mereka selalu satu dalam menyiksa dan menindas dalam berpesta dan merampas selama kita diam dan membisu dan aku setuju Seorang sesamaku berkata mengapa tidak belajar kita pada kunang-kunang yang beterbangan diam-diam menerangi gelap malam dan bicara lembut pada semut hitam agar bergegas dari senja sampai senja demi satu Istri sumber segala awalan dan akhir dari kehidupan mengapa tidak renungi kita pada seekor kolibri yang cantik sepasang kakinya yang tangkas sepasang sayapnya yang halus terbang mengejar semangat angin kunang-kunang yang menerangi bumi kolibri yang menghiasi awan semua itu ialah jalan perlawanan karena hidup demi hidup[ Seorang sesamaku berkata hari itu barangkali juga sekarang masih mereka merampasi destar di kepala seperti ajisaka merampasi tanah tapi tak tahu lagi kita bagaimana harus menangis justru pada saat sekarang ketika tampuk mata terasa panas ke mana air mata menetes pada tanah kering kerontang Seorang sesamaku bertanya bagaimana bisa bintara itu berbangga tentang saptamarga bagaimana bisa tamtama itu bicara tentang kesetiaan bagaimana bisa perwira itu merasa diri mahakuasa dan aku tidak mengerti Seorang sesamaku bertanya mengapa kita orang tawanan tidak berdiri bersama dan menyanyi "gugur bunga" bagi yang lalu dengan mata memandang matahari dengan janji "dari yakinku teguh" dan aku ikut mengharap Seorang sesamaku berseru jangan hilang keberanian, ya mereka yang di sana itu lawan karena itu inilah kita di sini! Mari belajar bersama penuh-penuh membuka diri dan tanpa bimbang menerima bahwa penjadian ialah keindahan tapi ialah juga kesakitan Mari belajar menerima tanpa cadang curiga bahwa satu itu tidak ada tidak pernah ada dalam hidup tidak ada kata sendiri Terkadang hujan tercurah seperti cintaku padamu terkadang matahari cerah seperti cintaku padamu juga di penjara kehidupan ini aku selalu mencintaimu keterangan: (1) ajisaka, raja hindu pertama yang datang di jawa; dengan destar saktinya merampasi seluruh tanah, melebar dan melebar, sampai dewata cengkar penguasa pribumi terdesak tenggelam di laut selatan, dan berubah menjadi bajul putih. (2) "gugur bunga", lagu gubahan ismail.mz. (3) baris pertama lagu "syukur", gubahan hs. mutahar. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html