Precedence: bulk Benny Utoyo: AMBANG BATAS tatkala mentari lingsir condong ke barat aku telusuri lorong kecil berdebu ini yang dihimpit oleh tembok rapuh berlumutan dan ranting pepohonan yang berserakan menutupi bebatuan, menumpuk acak berlepotan jamur batu-batu ini bisu benda nan keramat tak pernah dijamah tangan insan batu bisu, benda mati bersunyi sendiri yang kering tersengat matahari dan basah tersapu embun pagi batu-batu ini bisu bukan asana yang bisa dikenang akan pejuang dan pahlawan tanpa nama saat berlaga pada masanya walau beberapa warsa terlampaui sudah dengan duka derita suka dan bangga sesama penghuni jagad yang fana bersama sesanti dan berpekik merdeka sesama yang berkurban jiwa raga anak manusia di medan rana terkubur mulia tanpa upacara dan lorong yang sempit ini semakin menyesakkan dada dan hati apalagi melihat batu bisu dan raga mati di dalamnya bangkai mati dupa pun tidak menyala ah, siapa menduga kenanglah dua anak tanahair sudirman yang bertubuh rapuh atau chairil anwar yang ceking terlalu muda mereka mati pandanglah sudirman yang lugu dan chairil anwar yang berkobar telah pergi dengan hati kecewa karena bokor kencana di tangan terampas lepas dari genggaman sementara itu si murka sambil berkacak tertawa terbahak-bahak ha-ha-ha-ha ....! Catatan: Sajak itu ditulis medio 1950 di Magelang, menjelang wafat Jendral Sudirman, oleh Drs. Benny Utoyo. Selain salah redaktur majalah bulanan ekstra-universiter "Gadjah Mada", Drs. Benny Utoyo asisten guru besar Sejarah Indonesia Prof. Jan Romein. Menjelang tahun 1965 beliau masuk TNI-AU (dulu AURI) sebagai perwira di bidang sejarah militer. sekarang tinggal di Sendowo, Yogyakarta. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html