Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
------------------------------

PLATFORM

(LUGAS): Banyak yang menaruh harapan besar, ketika Partai Amanat Nasional
(PAN) pertama kali dideklarasikan dua tahun lalu. Dari lambangnya saja,
sudah menunjukkan orientasi partai itu ke masa depan (Matahari adalah simbol
milenium baru, ditambah warna biru yang bisa berarti pencerahan
intelektual). Kala itu, PAN memang tampil dengan platform politik paling
visioner dibandingkan partai-partai lainnya. Dua partai besar, PDI
Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa, oleh kaum muda dan cendekiawan
dianggap kalah menarik, apalagi keduanya dianggap partai masa lalu.

Amien Rais sendiri adalah figur ideal. Pertama, ia dikenal sebagai tokoh
pengiring proses reformasi yang dipelopori mahasiswa. Kedua, ia berasal dari
lingkungan akademis, menyandang gelar doktor ilmu politik, belakangan
menjadi profesor di almamaternya Universitas Gadjah Mada. Ketiga, ia adalah
pemimpin organisasi Islam modern Muhammadiyah. Ketiga faktor ini, jelas
dianggap sangat 'menjual' Amien Rais untuk dijadikan Ketua Umum PAN. Dengan
latar belakang demikian, sungguh wajar bila PAN disebut-sebut sebagai partai
masa depan. Dukungan pun mengalir dari berbagai tempat. Berbagai cendekiawan
yang bermukim di luar negeri menyatakan siap membantu PAN. Media massa pun
memberi perhatian istimewa, termasuk Xpos ketika itu.

Sangat disayangkan, dalam perkembangannya kemudian, prilaku kebanyakan orang
yang terlibat dalam PAN makin menjauh dari platform yang mereka
cita-citakan. Tak ada yang terlalu mempersoalkan ketika menjelang penetapan
calon anggota DPR, terjadi proses penjegalan terhadap kaum cendekiawan muda
di partai itu. Apalagi, kaum muda ini cenderung mengalah. Namun, persoalan
jadi berbeda, ketika menjelang pemilihan presiden pada SU-MPR tahun lalu,
PAN beraliansi dengan partai-partai Islam dalam kelompok yang disebut Poros
Tengah untuk menjegal Megawati Soekarnoputri dari partai pemenang pemilu
PDI-P, naik ke kursi presiden. Mega dihadang dengan isu bahwa perempuan tak
boleh jadi pemimpin karena bertentangan dengan ajaran Islam.

Ini memang sah saja dalam politik. Namun, bayangan bahwa PAN akan berpolitik
dengan cara yang sehat jadi sirna. Apalagi, Poros Tengah lalu terlibat pula
dalam "perang" berebut jatah pos kementerian dan BUMN menjelang dan setelah
terbentuknya kabinet. Kekecewaan Faisal Basri belakangan ini, sebetulnya
hanya luapan kekecewaan dari pergeseran substantif yang terlanjur terjadi.
Amien Rais boleh bilang platform  PAN takkan berubah. Tapi, orang butuh
bukti, bukan janji. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke